Minggu, 15 Mei 2011

Hingga Mentari Kembali Bersinar

Malam tak kuasa menegur rembulan yang cahayanya pudar
Terkesan lebih baik tuk menutupi tubuh-tubuh gemetar
Sedikit lagi benar-benar tanpa daya ditengahnya terkapar
Berselimut rajutan angin mereka terbaring bahkan tanpa tikar
Sesekali melayangkan pandang ke rumah-rumah berpagar
Yang mungkin makin indah setelah beberapa kali dipugar
Seraya menyebut harap dalam hati andai takdir bisa berputar
Tak tertulis sebagai pemilik perut yang lebih sering lapar
Benaknya terlukis begitu jelas tak sejengkalpun terhindar
Sebuah sketsa kecemburuan, seperti lebih indah tergambar
Terlintas pula tanya tentang orang dibalik tembok kekar
Tak pernahkah peduli rintihan dan tangisan pilu dari sekitar
Lalu, mengapa harus mengharap belas dengan rasa hambar
Dan terus andalkan pemberian sesama makhluk tuk diantar
Bukankah ada banyak pintu lain dari rizqi yang terbuka lebar
Itulah jawaban tunggal yang mungkin ada untuk di dengar
Seperti itu para penggenggam harta sering kali coba ingkar
Pada hak mereka meski jelas jadi jalinan kewajiban melingkar
Namun, begitu panjang malam-Nya dengan berkah terhampar
Hingga mestinya tak perlu menyisakan celah jadi gentar
Layangkan pinta kepada-Nya dalam tiap sujud meski sebentar
Sebab saat itu perlahan kasih-Nya terwujud jadi tempat bersandar
Sebentuk naungan sempurna tanpa batas, meluas nan melebar
Diantara derasnya uji dunia hingga mentari kembali bersinar
Selama keras kemaunan serta keyakinan tetap hias mata berbinar
Maka telah pasti pula dengan senyuman derai tangis tertukar


"Ditulis setelah melihat sekelompok orang yang tidur tanpa alas di emperan toko..bersyukurlah kita yg masih punya tempat nyaman untuk bernaung..Alhamdulillah..semoga kita tidak menjadi orang yg kufur akan nikmat-Nya hingga jadi mudah mengeluh"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...