Sabtu, 26 November 2011

Sajak-Sajak Hati (Oleh: Ain Saga)

DETAK


Jam dinding berdetak
menandai irama pagi kembali meretas
menaburi semesta dengan sejuta warna
kuncup bertunas mekar
dan kelopak luruh mengganti musim lalu

tak berhabisan
justru awal tragedi
atau surga mimpi

tergantung dirimu
dan sepak terjangmu
di bumi

Jakarta, 211111
 ==============================
Ilusi-Ilusi Hati

Takkan pernah ada suaraku lagi
bila pagiku mati
dan kelopak mawar luruh ke bumi

daun daunpun mengisak pilu
meneteskan embun sendu
udara di sekelilingku
pekat menusuk kalbu
jelagakan langit penuh fatamorgana

usai ku sujudkan kening ini
airmataku bagaikan cahaya mentari
berhamburan melumuri hati
dan takkan bisa menepi lagi
hingga senja menyaput langit
dan cakrawala menggamit sunset
ku benamkan larik kenangan jingga
di musim yang silih berganti
di bahu malam nan kelam

ingin kusudahi
segala yang dulu kuhayati
ingin kuludahi
hiruk pikuk pikiran penuh tendensi
aku yang menepi
dari jalan dan lautan
aku yang mencoba berdiri
setelah semua tiada berarti lagi

seakan kumengerti
makna semua nafas kejadian
kuinsyafi
memahami
sepenuh arti
dan kukaramkan ilusi ilusi hati
yang mengebiri ketulusanku
mencintai hari.
Dan sepi.

Jakarta, 211111
=========================
Menyibak Tirai Pagi

Dari balik jendela
kubisikkan satu kata
tentang keindahan alam semesta
kecantikan alami sang juita
senyum elok bidadari syurga
bercengkrama dengan rinai embun yang membasahi daun
seakan ingin mengungkap untaian rasa
tentang pagi yang merebak indah
serasa menanam cinta
di setiap kelopak mata mengerjap
bianglala

meraih sejuta makna
dari lubuk hati penyayang
berpadu setia

buatku tersenyum mesra
merakit rangkai asa
di tirai pagi yang mulai merona
mengecup mekar bunga
meluruhkan genang lara
di tiap jiwa meronta
memeluk raga
dengan nafas keheningan
dan udara tanah basah habis hujan.

Mataku tertahan di semburatnya
yang begitu magis.membirukan alam bumi hatiku.
Menawan rindu
 
Jakarta, 221111
================================
Hujan di Senja Hitam

Sayup sayup
kepak elangpun menghilang
dedaunan tersungkur diam
alam gelap mengawang
tersentuh hujan penuh gelombang

lamat lamat
tajam kudengar guntur berkumandang
menandai jatuhnya percik hujan
yang bekukan semesta

derak ranting patah gemeretak
menangis sendiri dalam dingin
sedang senja mulai mengukir kelam
pertanda malam kan segera datang
mengubur semua cahaya
jadi gulita tanpa warna.

Hujan senja menghitam
pucatkan rasa di jiwa
jadi bongkahan nanar tanpa suara.
Selain rajukan tangis yang menghiba.
Mendera..
Di butiran tanya:

Kapan hujanku reda?

Jakarta,senja hitam
231111
=====================================
Keindahan Hati


Derap pagi mengikis sepi
berkelana mencari serpihan mimpi
yang terserak di langit hati
membumi bersama angin melintas hari

kususuri berkali bahkan berulangkali
keindahan dalam lukisan alam
syurgawi
betapa manis senyum yang kerap terpatri
seakan hidup akan ratusan kali

aduhai insan penghuni jagat bestari
mengapa tangis menghujam ke bumi
sedangkan Allah telah begitu banyak memberi
mengharap kau putih dan seharum melati..

Sadarilah..
Nikmat illahi adalah hakiki
syukuri dan sabari
dengan bekal ketabahan di diri
naif hati bukan tiada arti.
Jadi berarti adalah dambaan setiap insan membumi.

Jakarta, 241111
 ========================
Bekunya pagi ranumku

Dingin yang merasuk tulang
seperti membisikkan satu titis kepedihan
yang terbalut pucat kerlingan luka
saat kau ungkap aku tak setia

bekunya waktu terasa menjelma pilu
jadi selimut rindu yang merebak
ke dalam denyut jantungku
ia meneriaki rasaku
meneriaki rinduku
namun hampa terasa warnai kacaku
bumiku merana seakan pahami luka

kasih..
Dengan cara selembut apakah
kuingin kau percaya
bahwa ku mencintaimu
karena Dia semata.
Bukan nama
warna
dan kharisma

Jakarta, 251111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...