Rabu, 14 Desember 2011
Menyambut Dekapan Maut
Oleh Anita Gitasari Pujiatmoko
Bagaimana kelak menyambut dekapan maut
Sedang penataan hidup masih begitu carut-marut
Berkobar nafsu sejak awal sumbu disulut
Puas diri ialah kebenaran yang disebut
Kemana leburnya tajam ilmu lama dituntut
Kian tumpul ujungnya meski telah diraut
Sebab seringnya lupa, sengaja semakin larut
Khilaf, adalah kesatuan bentuk saling bertaut
Fatamorgana sungguh manis dalam kecap mulut
Enggan terlewatkan, tak setetespun boleh luput
Fana serupa nyaman pesta pora tuk dirunut
Kematian disangka masih jauh tuk merenggut
Bahkan bila dilangit warna hitam menggelayut
Bukan dihadapan kuasa Tuhan bertekuk lutut
Berbalik menyalahkan-Nya atas duka memagut
Tertutup hati dari iman, tiada menganut
Jiwa tak selamanya dalam raga berselimut
Maka taqwa yang mestinya utuh penuh membalut
Dunia hanya gambaran perang antara kemelut
Kebatilan tiada patut dan kebajikan nan lembut
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Senandung Rindu untuk Ibu
Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...
-
Senja yang terbakar oleh uap panas matahari mematikan daun daun mungilku burungpun enggan singgah di dahannya yang batu pucat maya bayan...
-
Oh Cinta... Aku dengar keluh kesahmu dalam wahana yang begitu sempit Duniamu tersangkut pada khayangan dilema Ingin menari, tapi kata hat...
-
Oleh Pakde Azir Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, 1808 — meninggal di ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar