Di dalam Al Qur’an telah dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan yang paling baik bagi umat manusia yang ingin selalu dekat dengan Allah dan mendapatkan limpahan rahmat-Nya, baik ketika kita masih hidup ataupun setelah mati. Hal ini sesuai dengan firman Allah ;
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab 33 : 21).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab 33 : 21).
Dalam sebuah hadist juga dijelaskan bahwa Rasulullah bersabda:
Aku diutus untuk menyempurnakan budi pakerti yang mulia” (H.R. Thabrani dari Jabir, dan Ahmad dari Mu’adz bin Jabal).
Keteladanan Nabi Muhammad SAW dapat dilihat dari berbagai macam aspek, salah satunya adalah keteladanan Rasulullah sebagai pemimpin dan pendidik. Rasulullah adalah sosok pemimpin dan pendidik umat yang mampu menumbuhkan pola pikir yang dinamis kesadaran jiwa yang islami. Sifat Rasulullah paling utama sebagai pemimpin adalah Shiddiq, Fathonah, Tabligh, dan Amanah.
Shiddiq adalah orang yang benar dalam semua kata, perbuatan dan keadaan batinnya. Dengan kata lain, shiddiq dapat diartikan sebagai sifat jujur.
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS.At-taubah: 119).
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” (QS.At-taubah: 119).
Fathonah berarti memiliki kecerdasan, hal ini termasuk memiliki:
1) Kebijaksanaan
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS.Al-Baqarah: 269)
2) Integritas yang tinggi
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS.Ali Imron: 190)
3) Kemauan untuk belajar
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS.yusuf: 111)
4) Sikap proaktif
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Al-Ma’idah:100)
5) Memiliki kredibilitas yang tinggi dan reputasi yang baik
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)” (QS.Ar-Ra’d: 19-22)
6) Berusaha menjadi yang terbaik
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.Ali Imron: 110)
7) Memiliki rasa empati dan kasih sayang
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)
8) Kecerdasan emosi
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS.Lukman: 17)
9) Memiliki keteguhan dalam mencapai tujuan (misi)
“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 33)
10) Memiliki daya saing (mampu berkompetisi)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.Al-Baqarah: 269)
1) Kebijaksanaan
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS.Al-Baqarah: 269)
2) Integritas yang tinggi
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS.Ali Imron: 190)
3) Kemauan untuk belajar
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS.yusuf: 111)
4) Sikap proaktif
Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan." (Al-Ma’idah:100)
5) Memiliki kredibilitas yang tinggi dan reputasi yang baik
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik)” (QS.Ar-Ra’d: 19-22)
6) Berusaha menjadi yang terbaik
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS.Ali Imron: 110)
7) Memiliki rasa empati dan kasih sayang
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)
8) Kecerdasan emosi
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS.Lukman: 17)
9) Memiliki keteguhan dalam mencapai tujuan (misi)
“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 33)
10) Memiliki daya saing (mampu berkompetisi)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.Al-Baqarah: 269)
Tabligh dapat diartikan sebagai penyampaian kandungan risalah secara sempurna dan berkelanjutan, tanpa memperdulikan berbagai perlakuan buruk dari pihak yang berniat menghalangi dakwah-nya.Rasulullah menyampaikan wahyu secara berkesinambungan melalui metode komunikasi yang baik, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an antara lain:
1) Qaulan layyinan
Komunikasi dengan sentuhan rasa. Menyentuh getaran hati komunikan dengan pembicaraan lemah lembut. "Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
2) Qaulan Balighan
Komunikasi tepat sasaran dengan memberikan kesan yang mendalam. "Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka." (QS. An-Nisa': 64)
3) Qaulan Maysuura
Komunikasi dengan memberi dorongan dan arahan. Cenderung dilakukan pada seorang yang sedang bermasalah dan lemah. "Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas" (QS. Al Isra’:28)
4) Qaulan Kariima
Komunikasi dengan santun dan peduli. Diterapkan pada saat kita hendak berkomunikasi dengan orangtua, orang yang lebih tua atau lebih dihormati dalam masyarakat. "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Isra’:23)
5) Qaulan Sadiida
Komunikasi dengan benar dan mantap. Diterapkan pada seorang yang lebih muda atau seorang yang sedang dalam bimbingan kita. "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An-Nisa’: 9)
1) Qaulan layyinan
Komunikasi dengan sentuhan rasa. Menyentuh getaran hati komunikan dengan pembicaraan lemah lembut. "Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
2) Qaulan Balighan
Komunikasi tepat sasaran dengan memberikan kesan yang mendalam. "Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka." (QS. An-Nisa': 64)
3) Qaulan Maysuura
Komunikasi dengan memberi dorongan dan arahan. Cenderung dilakukan pada seorang yang sedang bermasalah dan lemah. "Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas" (QS. Al Isra’:28)
4) Qaulan Kariima
Komunikasi dengan santun dan peduli. Diterapkan pada saat kita hendak berkomunikasi dengan orangtua, orang yang lebih tua atau lebih dihormati dalam masyarakat. "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Isra’:23)
5) Qaulan Sadiida
Komunikasi dengan benar dan mantap. Diterapkan pada seorang yang lebih muda atau seorang yang sedang dalam bimbingan kita. "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An-Nisa’: 9)
Amanah berarti dapat dipercaya. Menunjukkan tanggung jawab penuh saat mengemban tugas, baik sebagai hamba Allah ataupun sebagai bagian dari manusia dan bahkan alam semesta. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa’: 58)
Selain itu, bagi seorang muslim yang meniatkan diri menjadi seorang pendidik, harus berusaha meneladani sifat-sifat Rasulullah SAW berikut ini :
a. Penuh Kasih Sayang
Sifat ini merupakan sifat dasar yang mestinya dimiliki oleh setiap pendidik sehingga proses pembelajaran yang diberikan menyentuh hingga ke relung kalbu. Implikasi dari sifat ini adalah pendidik menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang dididik. Sifat rasulullah ini digambarkan dalam ayat Al-Qur’an:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” (QS.Al-Fath : 29)
b. Sabar
Sebagai pendidik, seseorang sangat diharapkan untuk memiliki sifat sabar. Karena dalam proses belajar akan tampak betbagai macam karakter peserta didik, baik dari segi sikap maupun kemampuan intelegensi. Terutama peserta didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik untuk terus mencari cara agar si anak didik bisa setara pemahamannya dengan yang lainnya. Pentingnya sifat sabar ini digambarkan dalam ayat Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS.Al-Baqoroh : 153).
Sebagai pendidik, seseorang sangat diharapkan untuk memiliki sifat sabar. Karena dalam proses belajar akan tampak betbagai macam karakter peserta didik, baik dari segi sikap maupun kemampuan intelegensi. Terutama peserta didik yang lamban dalam memahami materi dibutuhkan kesabaran yang lebih dari pendidik untuk terus mencari cara agar si anak didik bisa setara pemahamannya dengan yang lainnya. Pentingnya sifat sabar ini digambarkan dalam ayat Al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS.Al-Baqoroh : 153).
c. Cerdas (dalam pendidikan)
Seorang pendidik harus memiliki tingkat kederdasan yang baik. Tidak diragukan lagi bahwa rasulullah memiliki kecerdasan yang luar biasa. Alqur’an menjelaskan secara implisit adanya indikator kecerdasan, seperti yang terdapat dalam ayat, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :
1. Mampu memahami hukum sebab-akibat
”Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya” (QS.Al-Mu’minun : 80)
Dari ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada faktor-faktor yang menjadi penyebab kehidupan dan kematian. Begitu pula dengan fenomena pergantian siang dan malam, dan sebagainya. Maka orang yang memiliki kecerdasan pasti akan memahami adanya hukum sebab-akibat.
2. Mampu memahami adanya sistem jagad raya
Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?" Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" Musa berkata (pula): "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu." (QS: Asy-Syura: 23-26).
Dalam hal ini, Fir’aun tidak mampu memahami adanya sistem penciptaan jagad raya, karena itu bisa dikatakan bahwa fir’aun tidak memiliki kecerdasan
3. Mampu berpikir distinktif
Kemampuan berpikir distinktif, yaitu mampu memilah-milah permasalahan dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS.Ar-Ra’d: 4).
4. Mampu menyusun argumen yang logis
”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS.Ali Imron: 65).
Ayat ini merupakan teguran untuk kaum ahli kitab yang saling berbantah tanpa arguman yang logis.
5. Mampu berpikir kritis
Berpikir kritis terhadap pendapat dan gagasan yang disampaikan orang lain yang tidak mempunyai pijakan kebenaran yang dianggap kurang cerdas, mereka menetapkan aturan berupa perlakuan tertentu yang harus dilakukan terhadap binatang ternak, unta, dan domba tertentu.
“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti” (Al-Mai’dah: 103).
6. Mampu mengatur taktik dan strategi
Perlunya kemampuan untuk mengatur taktik dan strategi sehingga tidak terjebak pada hal yang tidak benar sangat dibutuhkan.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali-Imran :118).
7. Mampu mengambil pelajaran dari pengalaman
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun." Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?
Ayat ini diturunkan untuk menegur kaum yahudi yang tidak bisa mengambil pelajaran dari sejarah yang mereka lalui.
Seorang pendidik harus memiliki tingkat kederdasan yang baik. Tidak diragukan lagi bahwa rasulullah memiliki kecerdasan yang luar biasa. Alqur’an menjelaskan secara implisit adanya indikator kecerdasan, seperti yang terdapat dalam ayat, dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :
1. Mampu memahami hukum sebab-akibat
”Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya” (QS.Al-Mu’minun : 80)
Dari ayat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ada faktor-faktor yang menjadi penyebab kehidupan dan kematian. Begitu pula dengan fenomena pergantian siang dan malam, dan sebagainya. Maka orang yang memiliki kecerdasan pasti akan memahami adanya hukum sebab-akibat.
2. Mampu memahami adanya sistem jagad raya
Fir'aun bertanya: "Siapa Tuhan semesta alam itu?" Musa menjawab: "Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak mendengarkan?" Musa berkata (pula): "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu." (QS: Asy-Syura: 23-26).
Dalam hal ini, Fir’aun tidak mampu memahami adanya sistem penciptaan jagad raya, karena itu bisa dikatakan bahwa fir’aun tidak memiliki kecerdasan
3. Mampu berpikir distinktif
Kemampuan berpikir distinktif, yaitu mampu memilah-milah permasalahan dan menyusun sistematika dari fenomena yang diketahui, seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS.Ar-Ra’d: 4).
4. Mampu menyusun argumen yang logis
”Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berpikir?” (QS.Ali Imron: 65).
Ayat ini merupakan teguran untuk kaum ahli kitab yang saling berbantah tanpa arguman yang logis.
5. Mampu berpikir kritis
Berpikir kritis terhadap pendapat dan gagasan yang disampaikan orang lain yang tidak mempunyai pijakan kebenaran yang dianggap kurang cerdas, mereka menetapkan aturan berupa perlakuan tertentu yang harus dilakukan terhadap binatang ternak, unta, dan domba tertentu.
“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti” (Al-Mai’dah: 103).
6. Mampu mengatur taktik dan strategi
Perlunya kemampuan untuk mengatur taktik dan strategi sehingga tidak terjebak pada hal yang tidak benar sangat dibutuhkan.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (Ali-Imran :118).
7. Mampu mengambil pelajaran dari pengalaman
“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun." Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?
Ayat ini diturunkan untuk menegur kaum yahudi yang tidak bisa mengambil pelajaran dari sejarah yang mereka lalui.
d. Bijaksana.
Seorang pendidik tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan bahkan oleh keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada sehingga akan mempermudah baginya memecahkan sebab-sebab permasalahan tersebut.
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. Al-Baqarah: 213).
Seorang pendidik tidak boleh mudah terpengaruh dengan kesalahan bahkan oleh keburukan yang dihadapinya dengan bijaksana dan lapang dada sehingga akan mempermudah baginya memecahkan sebab-sebab permasalahan tersebut.
“Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. Al-Baqarah: 213).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar