Minggu, 01 Mei 2011

Menjadikan Kata Maaf Tertenun

Beri untukku lembaran kain pengusap debu
Jernihkan kembali pecahan cermin kalbu
Wajarkah bila cawan tak lagi terisi air tebu
Berganti empedu pahitnya berkali seribu


Rasa itu menembus hingga tercipta retakan
Tak lama pula tuk segera nampak kehitaman
Keruh yang mengotori itu adalah kebencian
Menumpuk tebal dari repihan kemarahan

Begitulah elok suaranya kudengar berbisik
Menenangkan kemelut jiwa karna bias pelik
Menghalau gemuruh geramku tak memekik
Menghentikan layang dendam kian menukik


Ia yang coba membuka lebar bentang kain itu
Tanpa peduli berapa panjang berlalunya waktu
Menghapus debu dan merekatkan satu per satu
Pecahan hati pada bingkai baru kembali menyatu


Lirih lembut ucapnya dalam merangkai kata
Berpesan padaku agar berdamai dengan derita
Sembari menyambut jejak baru dari rasa cinta
Bukan hanya untuk sesama tapi juga Sang Pencipta


Jika Sang Maha Besar begitu murah memberi ampun
Tak bisakah manusia menjadikan kata maaf tertenun
Suguhkan pada penebar luka senyum penuh anggun
Begitulah nasehatnya yang buatku tak henti tertegun

Tanpa sadar terlalu dalam aku telah tertelan rasa benci

Melumuri diri sendiri dengan ketus hardik dan caci
Selimuti nurani dengan rajutan kelam kuat mengunci
Hingga tak mampu lagi memancar kasih nan suci


Cukup, akan kusudahi saja segala kebodohan ini
Memilih untuk memaafkanmu atas kepedihanku disini
Bahkan mengucap terimakasih untukmu sebab kusadari kini
Kepergianmu membawa dia yang lebih indah kesisiku, untuk menemani
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...