Rabu, 07 Desember 2011

Difable itu Berarti"Istimewa"

Beberapa hari yang lalu, salah seorang sahabatku mengucapkan, "Selamat hari difable ya, nit. Semoga kamu makin semangat". Sebenarnya aku sendiri malah sama sekali tidak tahu-menahu soal adanya hari itu, Hari Difable Internasional, yang ternyata diperingati setiap 3 Desember. Bukan karena aku tak mengakui bahwa aku bagian dari orang2 yang diberi "KEISTIMEWAAN", yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan "difable", singkatan dari "different ability" (orang2 yang memiliki disabilitas). Tapi karena aku lebih peduli tentang perjuangan hidup dan usaha pencapaian mimpi, sehingga tak terlalu peduli pada disabilitas ku sendiri.


Kaum "difable" seperti kami mungkin memang memiliki keterbatasan kemampuan melakukan sesuatu, tidak memiliki kesempurnaan secara fisik. Tapi, satu hal yang terus kuyakini, meski lahir dengan sejuta kekurangan, kami pun memiliki kelebihan yang tak dimiliki orang lain, yang mungkin dikatakan lebih "normal". Karena itu, aku mulai browsing di internet, mencari berita-berita luar biasa dari kaum difable untuk memperingati "hari" mereka. Namun, aku sedikit kecewa, karena yang kutemukan bukan tentang menunjukkan bakat2 luar biasa, melainkan hanya berita2 berisi demonstrasi meminta persamaan hak, protes2 keras terhadap diskriminasi yang mereka terima. Sedih sekali rasanya karena dimataku, protes besar2an seperti itu tanpa diimbangi dengan menunjukkan kemampuan, sama halmya dengan hanya mengemis belas kasihan oranng lain. Daripada sibuk mengajukan protes dan tuntutan yang terlihat sedikit "memalukan", karena pasti diabaikan, bukankah lebih baik sibuk mengasah kemampuan diri sehingga bisa terlihat menonjol dimasyarakat? Bukankah dengan begitu pengakuan akan muncul sendiri tanpa diminta?


Perlakuan berbeda, diskriminatif dan direndahkan, adalah hal yang wajar bagi seorang difable. Aku sendiripun mengalaminya semasa SD, SMP, SMA, bahkan sampai jenjang kuliah S1 (alhamdulillah tidak terjadi dijenjang S2 ini). Tetapi yang terpenting bukanlah minta disamakan, melainkan bagaimana kita bisa menyamakan diri dengan mereka yang "normal". 

Jika dunia tidak memberi kita ruang berkarya, mengapa kita tidak menciptakan ruang itu sendiri? Bila dunia menolak keberadaan kita, mengapa tidak membentuk dunia kita sendiri? Saudara2ku, berhentilah mereriakkan protes2 yang sia2 dan mulailah membentuk dunia kalian sendiri yang akan mendatangkan pengakuan "LUAR BIASA" dari orang2 yang menganggap diri mereka lebih "normal". Jadilah pribadi dengan SEMANGAT YANG TAK KUNJUNG PADAM.

(Anita Gitasari Pujiatmoko)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...