Senin, 27 Februari 2012

Masihkah Ingin Meratapi Kehidupan?

Beberapa hari ini ada beberapa percakapan pendek yang mungkin juga pernah didengar atau diungkapkan oleh hampir setiap orang. Berbagai keluhan tentang beban hati yang tak lagi kuat ditanggung sendiri. 

Dik "A" mengeluh "Mbak, rasanya hidup ini berat banget buatku. Sejak bapak dipanggil kesisi yang maha kuasa, semua impianku sepertinya semakin tidak mungkin. Mana sanggup aku kuliah?"  

Mas "B" berkata sambil merajuk, "Adik ga ngerti apa yang kurasakan. Ga akan ada alasan bagiku untuk melanjutkan hidup tanpa orang yang kucintai. Aku ga akan pernah rela melihat belahan jiwaku dimiliki orang lain. Lebih baik mati." 

Tak kalah mengenaskan kesannya, sobatku "C" curhat, "Nita, kamu si emang enak. hidupmu lurus-lurus aja. ga kayak aku yang dari kecil harus berkutat dengan kemiskinan. Orang tuaku cuma buruh serabutan yang ga jelas pendapatannya. sejak SMP aku udah harus ikut kerja keras, jual makanan, jadi pesuruh, juga yang lain. Lulus SMA aku harus kerja lebih keras untuk bisa kuliah. Ditengah perjuanganku malah pacarku selingkuh dan diam2 menikah dengan orang lain. Kesedihan seperti ga mau jauh dariku"


Curhatan dek A, mas B dan sobat C mungkin terdengar wajar bagi sebagian orang. Bahkan sering kali ada yang mengeluh dengan bahasa yang terdengar kritis tapi penuh makna putus asa, "Sebenarnya untuk apa aku hidup?" Padahal sudah sering mendengar ceramah para ulama yang mengutip salah satu ayat Al-Qur'an,  "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS. Adz-Dzariyat:51). Dan hidup dan mati telah ditentukan dengan tujuan yang nyata, seperti dijelaskan dalam Al-Qur'an "Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 1-2).

Jika kemudian Allah mendatangkan ujian, maka itu hanyalah kerikil-kerikil kecil yang semestinya menjadikan kita lebih kuat. Karens tidak mungkin hidup ini berjalan tanpa adanya ujian. "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut ayat 2-3).

Tak jarang terlintas dalam pikiran kita bahwa ujian terbesar adalah musibah atau kesulitan. Dan sering kali pula kita menganggapnya sebagai bentuk ketidak-adilan. Padahal nyatanya kesulitan adalah wujud lain dari kasih sayang Allah. Bahkan semakin besar musibah yang ditimpakan kepada seorang hamba, semakin tinggi pula Allah akan mengangkat derajatnya jika ia bisa melaluinya dengan baik. "Barangsiapa dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan bagi dirinya, niscaya Allah akan menimpakan baginya musibah." (HR Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah RA). Satu hal yang sering kali kita lupakan adalah bahwa ujian yang datang kepada kita adalah awal tolok ukur ketangguhan kita menghadapi hidup, karena Allah tidak pernah memberi ujian yang melebihi kemampuan kita. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS. Al-Baqaraah: 286)

Ujian terasa semakin berat ketika kita dihadapkan pada situasi yang tidak kita inginkan sama sekali. Perlu kita sadari bahwa segala sesuatu memang tak selalu berjalan seperti apa yang kita harapkan. Ada kalanya kita kehilangan atau bahkan sama sekali tak pernah berkesempatan memiliki sesuatu yang kita impikan. Tidak bisa kuliah di universitas yang didambakan. Atau mungkin gagal menikah dengan orang yang kita kasihi. Tidak dilahirkan dikeluarga kaya. Tidak memiliki keluarga yang utuh. Sepintas semua hal ini merupakan nasib buruk yang cukup menjadi alasan bagi kita untuk menyesali hidup. Namun, Allah pasti punya rencana yang lebih indah untuk kita. Dan bukankah dalam Al-Qur'an sudah jelas tertulis "..... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216). Sesuatu yang tertunda setelah sebuah perjuangan keras tanpa henti hanyalah bibit yang akan kita petik buah manisnya dimasa yang akan datang.

Untuk sesaat rasa sedih yang hinggap adalah hal yang manusiawi. Tapi jangan terus larut dalam kesedihan, apalagi mengumbar keluhan yang tiada henti-hentinya pada orang lain. Karena semakin kita mengeluh, semakin lemah pula diri kita. Allah juga telah menurunkan ayat mengenai hal ini, "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 139). Terlalu banyak berkeluh kesah kepada sesama manusia dan menunjukkan penderitaan pun tak kan membantu menyelesaikan masalah. Kita boleh saja berbagi kesedihan dengan orang2 sekitar kita, asalkan tidak berlebihan dan menyadari bahwa tempat terbaik meminta pertolongan adalah kepada Allah. "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'," ( (QS. Al-Baqarah: 45). "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung." (QS. At-Taubah:129)

Sepatutnyalah kita sebagai hamba Allah, berjuang sekeras2nya dalam menghadapi segala macam ujian. Sebab Allah tidak menyukai hamba-Nya yang mudah berputus asa. "....dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir."  (QS. Yusuf: 87). Tetaplah semangat dalam menjalani hidup. Ujian hanyalah tempaan untuk menjadikan kita lebih dekat kepada-Nya jika kita mampu bersabar. "“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153).

Masihkah kita ingin meratapi hidup? Percayalah bahwa hidup ini terlalu indah untuk sekedar diisi dengan keluhan yang berlebihan. Segalanya akan terasa manis dengan dua hal, yaitu syukur dan sabar. Seperti yang dijelaskan Rasulullah dalam sebuah hadist, "Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya, baik baginya. Dan, kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila dia mendapat kesenangan, maka dia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila di mendapat musibah, maka dia bersabar, dan itulah yang terbaik untuknya." (HR Imam Muslim). Tetaplah tersenyum wahai kawan. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...