Ditulis oleh Pakde Azir
MEMAHAMI PUISI
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan sebagai kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, metrum dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli mendefinisikan “puisi” tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/sukukata/frasa yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala “keanehan” yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Ada beberapa perbedaan antara puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer (puisi cyber). Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu “pemadatan kata”. Kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
MEMBACA PUISI
Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Dalam konteks ini, puisi (yang tertulis) dipagelarkan dalam bentuk lisan baik dalam bentuk seni suara (lagu) maupun seni baca (deklamasi).
Dalam hal membaca puisi, yang perlu diperhatikan adalah :
1. Ketepatan ekspresi/mimik.
— Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi.
— Mimik adalah gerak air muka.
2. Kinesik yaitu gerak anggota tubuh.
3. Kejelasan artikulasi.
— Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata-kata.
4. Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
5. Irama puisi, artinya panjang-pendek, keras-lembut, tinggi-rendahnya suara.
6. Intonasi atau lagu suara.
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
1. Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
2. Tekanan nada yaitu tekanan tinggi-rendahnya suara.
— Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan sebagainya.
— Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
3. Tekanan tempo yaitu cepat-lambat pengucapan sukukata atau kata.
STRUKTUR FISIK PUISI
Struktur fisik puisi terdiri dari:
1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4. Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju” : melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5. Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapan macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, paradoks, dll.
6. Rima dan Irama, adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris dan bait puisi. Mengenai RIMA dan IRAMA ini sudah pernah dipublish di Note Komunitas Sahabat Kecil kita ini :
— http://www.facebook.com/note.php?note_id=140398852735320
— http://www.facebook.com/note.php?note_id=148492248592647
STRUKTUR BATIN PUISI
Struktur batin puisi terdiri dari :
1. Tema/makna (sense). Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna. Maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis serta psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerjasama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4. Misi/amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca
JENIS-JENIS PUISI
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer.
A. PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
— Jumlah kata dalam 1 baris
— Jumlah baris dalam 1 bait
— Persajakan (rima)
— Banyak suku kata tiap baris
— Irama.
Ciri puisi lama:
— Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
— Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
— Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama:
1. MANTRA :
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalamu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2. PANTUN :
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Anak ikan dipanggang saja
hendak dipindang tidak berkunyit
Anak orang dipandang saja
hendak dipinang tidak berduit
3. KARMINA :
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
4. SELOKA :
Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepatah maupun perumpamaan yang mengandung senda-gurau, sindiran, bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Kata "seloka" diambil dari bahasa Sanskerta, sloka.
Contoh seloka 4 baris:
Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang
Contoh seloka lebih dari 4 baris:
Baik budi emak si Randang
Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan
Kera di hutan disusui
5. GURINDAM :
Gurindam adalah puisi yang bercirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagaikan rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tak berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
6. SYAIR :
Syair adalah puisi yang berasal dari Persia dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita yang dirangkai sedemikian panjang, mulai dari beberapa bait hingga berlembar-lembar (buku).
Contoh:
SYAIR PERAHU
(Hamzah Fansuri)
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah
membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah i'tikad diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu
ialah perahu tamsil tubuhmu
tiadalah berapa lama hidupmu
ke akhirat jua kekal diammu
Hai muda arif-budiman
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan
dst.
7. TALIBUN :
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, atau pun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
B. PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
— Bentuknya rapi, simetris;
— Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
— Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
— Sebagian besar puisi empat seuntai;
— Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
— Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru menurut isinya, dibedakan atas :
1. BALADA :
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Contoh:
BALADA IBU YANG DIBUNUH
Ibu musang dilindung pohon tua meliang
bayinya dua ditinggal mati lakinya.
Bulan sabit terkait malam memberita datangnya
waktu makan bayi-bayinya mungil sayang.
Matanya berkata pamitan, bertolaklah ia
dirasukinya dusun-dusun, semak-semak,
taruhan harian atas nyawa.
Burung kolik menyanyikan berita panas dendam warga desa
menggetari ujung bulu-bulunya tapi dikibaskannya juga.
Membubung juga nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
oleh lengking pekik yang lebih menggigilkan
pucuk-pucuk daun
tertangkap musang betina dibunuh esok harinya.
Tiada pulang ia yang meski rampas rejeki hariannya
ibu yang baik, matinya baik,
pada bangkainya gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan merataplah kolik meratap juga
dan bayi-bayinya bertanya akan bunda pada angin Tenggara.
Lalu satu ketika di pohon tua meliang
matilah anak-anak musang, mati dua-duanya.
Dan jalannya semua peristiwa
tanpa dukungan satu dosa
Tanpa
(W.S. Rendra)
2. HIMNE :
Himne adalah puisi pujaan untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater. Sekarang ini pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernafaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di dalam hati.
(Saini S.K)
3. ODE :
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
GENERASI SEKARANG
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Panteon keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
4. EPIGRAM :
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, iktibar; atau teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas
(Iqbal)
5. ROMANSA :
Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
Contoh :
INDAH BERSAMAMU
Kurangkai kata indah menjadi sebuah nama
Agar kau tahu apa yang kurasa
Kurasakan cinta saat di dekatmu
Cinta yang indah untuk dirimu yang terindah di hatiku
Lembutnya sikapmu membuat hatiku luluh
Jatuh dalam pesona cinta yang terpancar dari wajahmu
Bila dewi cinta ada di pihakku
Ku kan memohon padanya untuk buatmu mencintaiku
Namun, ku tak ingin menyakitimu
Dengan memaksamu untuk mencintaiku
Kuingin kau rasakan cinta yang kurasa
Dan biarkan cintaku mengisi hatimu
Dengarlah bisik hatiku
Kuucap cinta yang indah untukmu
Tuk jalani hidup yang indah bersamamu
Dan terjalin abadi untuk selamanya
6. ELEGI :
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal makanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
7. SATIRE :
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, korup, zalim, dll.).
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidak-adilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
(W.S. Rendra)
Puisi Baru menurut Bentuknya:
1. DISTIKHON
Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkal-kali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. TERZINA :
Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
3. KUATRAIN :
Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
4. KUINT :
Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh :
Hanya kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah-gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
5. SEKTET :
Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
6. SEPTIME :
Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
INDONESIA TUMPAH DARAHKU
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
7. OKTAF/STANZA :
Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain, atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
A W A N
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
8. SONETA :
Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua. Dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta secara harfiah berarti puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari Negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itu mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
G E M B A L A
Perasaan siapa tak kan nyala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
9. PROSA LIRIS
Prosa liris merupakan suatu bentuk karya sastra yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif yang disajikan seperti bentuk prosa, namun menggunakan bahasa berirama yang biasa digunakan dalam puisi. Walaupun ia boleh dikatakan terletak antara prosa dan puisi, namun karena memenuhi kaidah puisi (khususnya irama, diksi dan majas), maka prosa liris tergolong dalam jenis puisi.
Prosa liris eksis dalam semua zaman sejak zaman Puisi Lama hingga zaman Puisi Kontemporer saat ini. Al Qur’an selaku Kitab Suci ditulis dengan menggunakan gaya bahasa prosa liris. Dalam zaman Puisi Lama karya prosa liris misalnya Kaba Sabai Nan Aluih (Tulis St. Sati) dan Hikayat Cindur Mata (Aman Dt. Majoindo). Walapun sangat langka, dalam zaman Puisi Baru dan Puisi Kontemporer masih ada saja penyair yang menulis dalam bentuk prosa liris.
Ciri-ciri prosa liris :
— tidak terikat oleh baris (larik) dan bait.
Contoh :
PERSAHABATAN DENGAN SEEKOR ANJING
Aku tidur di depan sebuah kulkas. Suaranya berdengung seperti kaos kakiku di siang hari yang terik. Di dalam kulkas itu ada sebuah negara yang sibuk dengan jas, dasi dan mengurus makanan anjing. Sejak ia berdusta, aku tidak pernah memikirkannya lagi. Aku memakai rakit bambu, kembali pulang ke nenek moyangku. Mereka ternyata tak pernah tidur. Mereka sibuk menjaga pohon pisang di pinggir kali. Lalu mereka kembali mengajariku menyanyi, menabuh, dan menari, Dari tubuhku berjatuhan telur-telur busuk. Nyayian sungai dan pesta-pesta batu. Aku berteman dengan seekor anjing yang sudah lama membenci negara yang tak pernah keluar dari dalam kulkas itu. Kulkas dengan partai-partai spanduk dan kaos oblong. Yang sibuk mencekik suara rakyat. Cahaya matahari sangat ramah di sini, menerangi bulu-bulu anjing.
(Afizal Malna)
C. PUISI KONTEMPORER
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. PUISI MANTRA
Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
— Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu.
— Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri.
— Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran; dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
SHANG HAI
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri)
2. PUISI MBELING :
Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
— Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
— Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
— Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Contoh:
SAJAK SIKAT GIGI
Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha)
3. PUISI KONKRET :
Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
DOKTORANDUS TIKUS
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
di atasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F. Rahardi)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
1. Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
2. Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
3. Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
4. Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif).
Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan sebagai kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, metrum dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli mendefinisikan “puisi” tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.
Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/sukukata/frasa yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala “keanehan” yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Ada beberapa perbedaan antara puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer (puisi cyber). Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu “pemadatan kata”. Kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.
MEMBACA PUISI
Di beberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Dalam konteks ini, puisi (yang tertulis) dipagelarkan dalam bentuk lisan baik dalam bentuk seni suara (lagu) maupun seni baca (deklamasi).
Dalam hal membaca puisi, yang perlu diperhatikan adalah :
1. Ketepatan ekspresi/mimik.
— Ekpresi adalah pernyataan perasaan hasil penjiwaan puisi.
— Mimik adalah gerak air muka.
2. Kinesik yaitu gerak anggota tubuh.
3. Kejelasan artikulasi.
— Artikulasi yaitu ketepatan dalam melafalkan kata-kata.
4. Timbre yaitu warna bunyi suara (bawaan) yang dimilikinya.
5. Irama puisi, artinya panjang-pendek, keras-lembut, tinggi-rendahnya suara.
6. Intonasi atau lagu suara.
Dalam sebuah puisi, ada tiga jenis intonasi antara lain sebagai berikut :
1. Tekanan dinamik yaitu tekanan pada kata-kata yang dianggap penting.
2. Tekanan nada yaitu tekanan tinggi-rendahnya suara.
— Suara tinggi menggambarkan keriangan, marah, takjub, dan sebagainya.
— Suara rendah mengungkapkan kesedihan, pasrah, ragu, putus asa dan sebagainya.
3. Tekanan tempo yaitu cepat-lambat pengucapan sukukata atau kata.
STRUKTUR FISIK PUISI
Struktur fisik puisi terdiri dari:
1. Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
2. Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
3. Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
4. Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju” : melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
5. Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapan macam-macam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, paradoks, dll.
6. Rima dan Irama, adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris dan bait puisi. Mengenai RIMA dan IRAMA ini sudah pernah dipublish di Note Komunitas Sahabat Kecil kita ini :
— http://www.facebook.com/note.php?note_id=140398852735320
— http://www.facebook.com/note.php?note_id=148492248592647
STRUKTUR BATIN PUISI
Struktur batin puisi terdiri dari :
1. Tema/makna (sense). Media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna. Maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
2. Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis serta psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
3. Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerjasama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
4. Misi/amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca
JENIS-JENIS PUISI
Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer.
A. PUISI LAMA
Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
— Jumlah kata dalam 1 baris
— Jumlah baris dalam 1 bait
— Persajakan (rima)
— Banyak suku kata tiap baris
— Irama.
Ciri puisi lama:
— Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
— Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
— Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.
Jenis-jenis puisi lama:
1. MANTRA :
Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.
Contoh:
Assalamu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2. PANTUN :
Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.
Contoh:
Anak ikan dipanggang saja
hendak dipindang tidak berkunyit
Anak orang dipandang saja
hendak dipinang tidak berduit
3. KARMINA :
Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.
Contoh:
Dahulu parang sekarang besi (a)
Dahulu sayang sekarang benci (a)
4. SELOKA :
Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepatah maupun perumpamaan yang mengandung senda-gurau, sindiran, bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris. Kata "seloka" diambil dari bahasa Sanskerta, sloka.
Contoh seloka 4 baris:
Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang
Contoh seloka lebih dari 4 baris:
Baik budi emak si Randang
Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan
Kera di hutan disusui
5. GURINDAM :
Gurindam adalah puisi yang bercirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a, berisi nasihat.
Contoh:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagaikan rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tak berhati lurus (c)
Istri pun kelak menjadi kurus (c)
6. SYAIR :
Syair adalah puisi yang berasal dari Persia dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita yang dirangkai sedemikian panjang, mulai dari beberapa bait hingga berlembar-lembar (buku).
Contoh:
SYAIR PERAHU
(Hamzah Fansuri)
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah
membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah i'tikad diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu
ialah perahu tamsil tubuhmu
tiadalah berapa lama hidupmu
ke akhirat jua kekal diammu
Hai muda arif-budiman
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan
dst.
7. TALIBUN :
Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, atau pun 10 baris.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
B. PUISI BARU
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
Ciri-ciri Puisi Baru:
— Bentuknya rapi, simetris;
— Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
— Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
— Sebagian besar puisi empat seuntai;
— Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
— Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.
Jenis-jenis Puisi Baru menurut isinya, dibedakan atas :
1. BALADA :
Balada adalah puisi berisi kisah/cerita.
Contoh:
BALADA IBU YANG DIBUNUH
Ibu musang dilindung pohon tua meliang
bayinya dua ditinggal mati lakinya.
Bulan sabit terkait malam memberita datangnya
waktu makan bayi-bayinya mungil sayang.
Matanya berkata pamitan, bertolaklah ia
dirasukinya dusun-dusun, semak-semak,
taruhan harian atas nyawa.
Burung kolik menyanyikan berita panas dendam warga desa
menggetari ujung bulu-bulunya tapi dikibaskannya juga.
Membubung juga nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
oleh lengking pekik yang lebih menggigilkan
pucuk-pucuk daun
tertangkap musang betina dibunuh esok harinya.
Tiada pulang ia yang meski rampas rejeki hariannya
ibu yang baik, matinya baik,
pada bangkainya gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan merataplah kolik meratap juga
dan bayi-bayinya bertanya akan bunda pada angin Tenggara.
Lalu satu ketika di pohon tua meliang
matilah anak-anak musang, mati dua-duanya.
Dan jalannya semua peristiwa
tanpa dukungan satu dosa
Tanpa
(W.S. Rendra)
2. HIMNE :
Himne adalah puisi pujaan untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater. Sekarang ini pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernafaskan ketuhanan.
Contoh:
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di dalam hati.
(Saini S.K)
3. ODE :
Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.
Contoh:
GENERASI SEKARANG
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Panteon keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)
4. EPIGRAM :
Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, iktibar; atau teladan.
Contoh:
Hari ini tak ada tempat berdiri
Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas
(Iqbal)
5. ROMANSA :
Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra.
Contoh :
INDAH BERSAMAMU
Kurangkai kata indah menjadi sebuah nama
Agar kau tahu apa yang kurasa
Kurasakan cinta saat di dekatmu
Cinta yang indah untuk dirimu yang terindah di hatiku
Lembutnya sikapmu membuat hatiku luluh
Jatuh dalam pesona cinta yang terpancar dari wajahmu
Bila dewi cinta ada di pihakku
Ku kan memohon padanya untuk buatmu mencintaiku
Namun, ku tak ingin menyakitimu
Dengan memaksamu untuk mencintaiku
Kuingin kau rasakan cinta yang kurasa
Dan biarkan cintaku mengisi hatimu
Dengarlah bisik hatiku
Kuucap cinta yang indah untukmu
Tuk jalani hidup yang indah bersamamu
Dan terjalin abadi untuk selamanya
6. ELEGI :
Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.
Contoh:
SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal makanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sendu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)
7. SATIRE :
Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, korup, zalim, dll.).
Contoh:
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku
membentur jidat penyair-penyair salon,
yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
sementara ketidak-adilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu di kaki dewi kesenian.
(W.S. Rendra)
Puisi Baru menurut Bentuknya:
1. DISTIKHON
Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).
Contoh:
Berkal-kali kita gagal
Ulangi lagi dan cari akal
Berkali-kali kita jatuh
Kembali berdiri jangan mengeluh
(Or. Mandank)
2. TERZINA :
Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).
Contoh:
Dalam ribaan bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai cendana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mewarna bagaikan sari
(Sanusi Pane)
3. KUATRAIN :
Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh :
Mendatang-datang jua
Kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
Yang dulu sinau silau
Membayang rupa jua
Adi kanda lama lalu
Membuat hati jua
Layu lipu rindu-sendu
(A.M. Daeng Myala)
4. KUINT :
Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh :
Hanya kepada Tuan
Satu-satu perasaan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya serahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada tuan
Yang pernah diresah-gelisahkan
Satu-satu kenyataan
Yang bisa dirasakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada tuan
Yang enggan menerima kenyataan
(Or. Mandank)
5. SEKTET :
Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).
Contoh:
Merindu bagia
Jika hari’lah tengah malam
Angin berhenti dari bernafas
Sukma jiwaku rasa tenggelam
Dalam laut tidak terwatas
Menangis hati diiris sedih
(Ipih)
6. SEPTIME :
Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
INDONESIA TUMPAH DARAHKU
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulau di lautan hijau
Gunung gemunung bagus rupanya
Ditimpah air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya
(Mohammad Yamin)
7. OKTAF/STANZA :
Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain, atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
A W A N
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teguh tenang
(Sanusi Pane)
8. SONETA :
Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua. Dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta secara harfiah berarti puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari Negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itu mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Contoh:
G E M B A L A
Perasaan siapa tak kan nyala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang saja di tengah padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
Beginilah nasib anak gembala ( a )
Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )
Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )
Pulang ke rumah di senja kala ( a )
Jauh sedikit sesayup sampai ( a )
Terdengar olehku bunyi serunai ( a )
Melagukan alam nan molek permai ( a )
Wahai gembala di segara hijau ( c )
Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )
Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)
9. PROSA LIRIS
Prosa liris merupakan suatu bentuk karya sastra yang berisi curahan perasaan pengarang secara subyektif yang disajikan seperti bentuk prosa, namun menggunakan bahasa berirama yang biasa digunakan dalam puisi. Walaupun ia boleh dikatakan terletak antara prosa dan puisi, namun karena memenuhi kaidah puisi (khususnya irama, diksi dan majas), maka prosa liris tergolong dalam jenis puisi.
Prosa liris eksis dalam semua zaman sejak zaman Puisi Lama hingga zaman Puisi Kontemporer saat ini. Al Qur’an selaku Kitab Suci ditulis dengan menggunakan gaya bahasa prosa liris. Dalam zaman Puisi Lama karya prosa liris misalnya Kaba Sabai Nan Aluih (Tulis St. Sati) dan Hikayat Cindur Mata (Aman Dt. Majoindo). Walapun sangat langka, dalam zaman Puisi Baru dan Puisi Kontemporer masih ada saja penyair yang menulis dalam bentuk prosa liris.
Ciri-ciri prosa liris :
— tidak terikat oleh baris (larik) dan bait.
Contoh :
PERSAHABATAN DENGAN SEEKOR ANJING
Aku tidur di depan sebuah kulkas. Suaranya berdengung seperti kaos kakiku di siang hari yang terik. Di dalam kulkas itu ada sebuah negara yang sibuk dengan jas, dasi dan mengurus makanan anjing. Sejak ia berdusta, aku tidak pernah memikirkannya lagi. Aku memakai rakit bambu, kembali pulang ke nenek moyangku. Mereka ternyata tak pernah tidur. Mereka sibuk menjaga pohon pisang di pinggir kali. Lalu mereka kembali mengajariku menyanyi, menabuh, dan menari, Dari tubuhku berjatuhan telur-telur busuk. Nyayian sungai dan pesta-pesta batu. Aku berteman dengan seekor anjing yang sudah lama membenci negara yang tak pernah keluar dari dalam kulkas itu. Kulkas dengan partai-partai spanduk dan kaos oblong. Yang sibuk mencekik suara rakyat. Cahaya matahari sangat ramah di sini, menerangi bulu-bulu anjing.
(Afizal Malna)
C. PUISI KONTEMPORER
Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi itu sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. PUISI MANTRA
Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer.
Ciri-ciri mantra adalah:
— Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu.
— Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri.
— Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran; dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
SHANG HAI
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri)
2. PUISI MBELING :
Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
— Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).
— Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
— Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
Contoh:
SAJAK SIKAT GIGI
Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan
(Yudhistira Ardi Nugraha)
3. PUISI KONKRET :
Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
DOKTORANDUS TIKUS
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
di atasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
(F. Rahardi)
Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:
1. Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
2. Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
3. Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
4. Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar