Salahkah bila terlanjur ku anggap kesendirian bukan sia-sia
Sepi justru menjadi alasan paling nyata menoreh warna ceria
Dibalik dinding itu, yang membatasi sudut penglihatan manusia
Aku tak mengenal seperti apa eloknya kerlap-kerlip bintang
Yang dapat ku lukis di kanvas hanya luas tembok membentang
Ketika penyair memuji keindahan langit-Nya dengan kata lantang
Cukup menggabarkan bahwa atap diatasku bukan derita mengerang
Tiada cemburu terlintas pada ribuan langkah yang begitu bebas
Hingga mampu menapaki tiap jengkal dunia luar terus meluas
Cukup bagiku andai doa mereka yang kucinta nantinya berbalas
Sebab airmata itu menjadi bekuan tajam bagi hati, siap menebas
Kesendirian ini tak pernah kutempatkan pada barisan musuh
Meski ada saat dimana nafasku tersengal karna himpitan jenuh
Apalagi yang kurang, duduk ditengah siraman kasih begitu penuh
Cinta yang tak pernah terbagi meski seberapa sering diri mengeluh
Disinilah aku harus menyepuhkan liuk-liuk mahkota kebijasanaan
Yang kupinjam bentuk utuhnya tak lebih dari sebuah lempengan
Tak kan ada guna jika sebatas diterima untuk kemudian diacuhkan
Tanpa ada niat hati menempanya kembali dengan penuh kesabaran
Restu dari sepasang jiwa inilah yang mencipta untukku sebuah ruang
Ketika keramaian menuntun lembut raga menjadi bingkisan terbuang
Menyulut kembali tiap sumbu dari pijar harapku agar tetap benderang
Walau jelaslah bahwa aku sungguh tak tau bagaimana kerlip gemintang
Ceitakan padaku tentang panjang jalanan disana dengan debu bertebar
Beserta seluruh pesona di sisi kiri-kanan yang buat jantung berdebar
Tak kan ku angkat suara atas alur hidup dalam suratan tertulis berlembar
Sekalipun tak menyangkal keterbatasan lapangnya hati tak begitu lebar
Hidupku saat ini bukan replika sangkar pengurung keteraturan arus akal
Yang kemudian bisa mengarahkan tepat di palung jiwa sebentuk sesal
Tawa dan bahagia di balik tembok milikku ini tak akan selamanya kekal
Hanya kilauan famorgana, lebih pantas dijadikan tempat mencari bekal
Maka tak ku inginkan lebih dari pancaran senyum dalam kedua wajah
Yang dengan keridho'annya sanggup menyuburkan seluruh ladang berkah
Setia mengulum bait doa untukku sejak kali pertama tangisku terpecah
Dan hanya untuk kebahagiaanku, kepada-Nya tangan mereka menengadah
Inilah duniaku, terbentuk dari benih cinta sepasang hati paling istimewa
Yang dianggap sepi, tapi didalamnya tak pernah lengang oleh tawa
Kenalilah, keterbatasan ini tak pernah menyuguh padaku rasa kecewa
Sebab, inilah duniaku, cermin kasih sayang kedua orangtua yang kubawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar