Jumat, 30 September 2011

KETIKA AIRMATA SEDINGIN SALJU

Keheningan mengikat kalbu dalam jemu
Emosi pun tiada letupannya dikurung semu 
Terlalu lama duduk diam tanpa datang tamu
Inikah satu-satunya kawan yang mesti ku jamu
Kesendirian yang tak lelah mengganti bayangmu
Antara ruang hampa tempat terakhir ku bertemu

Airmataku tak lagi mengalir dilengkung wajah
Irisan kepedihan ini memaksanya tetap singgah
Resapkan lebih dalam rindu, berbunga resah
Maka sekalipun jatuh, rinainya serupa bongkah
Apabila menengadah butir beku diatasnya tertumpah
Tiap tetesnya jadi dingin sebab tak pernah terjamah
Adapun, hanya sedikit mencair disela raga nan lemah

Seolah menyentuh utuh salju saat indera meraba duka
Entah, selaksa pagi tak jua bersemi dipenghujung luka
Diantara malam, tak tersisa kecuali lembar prasangka
Ilusi kelam yang teramat pekat, bawakan perih tak terseka
Namun, keraguan di ulu hatipun juga kesia-siaan belaka
Garis hidup terkait, nyatanya bukan untuk direka-reka
Irama sendu terdengar bukan sebagai refleksi atas murka
Nantikan saja, batas penghabisan terindah-Nya terbuka

Sebentuk bahagia pergi bukan sepenuhnya menghilang
Akan ada saat baginya tuk kembali meniti arah pulang
Luruh seluruh penat akan gelap seiring fajar mejelang
Jauh terkubur dibawah pijakan senyum yang bertandang
Urung menutup harap sebelum birunya langit terbentang

"Senantiasa menanti, hadirnya kebahagiaan sejati" 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...