Rabu, 26 Oktober 2011

Tujuh Penadah Airmata Langit

Coba kususun berjajar tujuh buah gelas
Meletakkannya tepat ditepi kanan teras
Nanti, saat airmata langit menetes deras
Menerima kesejukan dari sisa tempias

Satu diantara mereka menyimpan syukur
Yang akan kureguk saat jatuh tersungkur
Mengingat betapa akrabnya ego membaur
Menyanding kepuasan diri bak tolok ukur

Ada pula yang mempersilahkan bulir akal
Tuk diteguk ketika terhadang oleh aral
Agar sekuat diri memperlebar tiap jengkal
Jauhkan langkah menerobos jalan terjal

Tak tertinggal ia yang menahan repih senyum
Penawar getir dari secuil duka yang dikulum
Seketika berubah manis laksana buah ranum
Sebelum lembar kelopak jiwa mulai mengalum

Disampingnya ada yang meyambut kedamaian
Diramu sebagai madu disela pahit kehidupan
Yang tercipta dari butir-butir ketidakpuasan
Sebab sejak mula hanya tercipta ketidakadilan

Kemudian yang lain menyiapkan keikhlasan
Tuk dipintal menjadi benang-benang kelembutan
Dirajut seindah mungkin sebagai helai pakaian
Dikenakan bersama penerimaan akan kekurangan

Lalu yang lain lali gigih menjamu sikap optimis
Tuk diseduh saat mata tak bisa hentikan tangis
Hangatkan raga jika pada dinding beku tertepis
Kuatkan diri mendekap caya mentari berlapis

Dipenghujung, gelas ketujuh terima kebahagiaan
Kan disimpan sebagai puncak segala jamuan
Ketika temukan titik tertinggi sebuah pencapaian
Saat kemilau hari esok menutup alur perjalanan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senandung Rindu untuk Ibu

Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...