Sejenak semesta hening tertegun
Tiada satu pun irama mengalun
Hanya jemari angin membelai daun
Pelan lembut mengantarnya turun
Perlahan penuh sahaja mengiring
Menuntun helai yang telah kering
Pertemukan bumi dengan kemuning
Sampai didasarnya tanpa berdenting
Tak butuh nada agar indah tercipta
Tanpa suara hendak anggun bercerita
Begitulah pula adanya bahasa cinta
Tak selalu rapi terangkai dalam kata
Bahkan ranting melepas dalam diam
Bila warna dedaunan beranjak kelam
Mengerti nanti pada akar bersemayam
Dan penyatuan pun semakin dalam
Seperti itu layaknya menguntai kasih
Mempercayai tiap lembarnya tetap putih
Meski tiada ucap rasa dalam lisan jernih
Cukup dua hati menyakini saling terpilih
Sabtu, 26 Mei 2012
Rabu, 23 Mei 2012
Untuk Tiap Hati yang Perih
Hapuskan sebuah nama dari rentetan kisah
Bila ditiap aksaranya hanya terbaca resah
Hakikat jiwa dalam belenggu paling lemah
Maka mestinya menggapai bintang itu mudah
Sakit yang mana t'lah jadikanmu tersungkur
Pantaskah bekukan lisan dari basuhan syukur
Sungguh Sang Pemilik Hati tiada pernah tidur
Datangnya uji bukan sebab Kasih-Nya luntur
Jika lepas dari dekap lingkar hidup satu cinta
Yakini telah usai ditangan-Nya beda cerita
Yang berjuta lebih indah dalam untai kata
Berujung pasti penuh kemilau tanpa derita
Buka luka, biar sejuk hadir dalam masa beriring
Lepaskan lilitan kasa, bersama nuansa mengering
Perih yang ada, kan mengambil langkah berpaling
Sebab, retakan dari hati yang patah belum jadi puing
"patah hati bukan hal buruk, melainkan awal dari segala yang lebih indah"
Bila ditiap aksaranya hanya terbaca resah
Hakikat jiwa dalam belenggu paling lemah
Maka mestinya menggapai bintang itu mudah
Sakit yang mana t'lah jadikanmu tersungkur
Pantaskah bekukan lisan dari basuhan syukur
Sungguh Sang Pemilik Hati tiada pernah tidur
Datangnya uji bukan sebab Kasih-Nya luntur
Jika lepas dari dekap lingkar hidup satu cinta
Yakini telah usai ditangan-Nya beda cerita
Yang berjuta lebih indah dalam untai kata
Berujung pasti penuh kemilau tanpa derita
Buka luka, biar sejuk hadir dalam masa beriring
Lepaskan lilitan kasa, bersama nuansa mengering
Perih yang ada, kan mengambil langkah berpaling
Sebab, retakan dari hati yang patah belum jadi puing
"patah hati bukan hal buruk, melainkan awal dari segala yang lebih indah"
GURINDAM 12 RAJA ALI HAJI
Oleh Pakde Azir
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji
(lahir di Selangor, 1808 — meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan
Riau, 1873) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad ke-19 keturunan
Bugis dan Melayu. Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata
bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi
standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres
Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji
Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan
juga merupakan bangsawan Bugis.
Mahakaryanya — Gurindam Dua Belas (1847) — menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus eka-bahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk.
Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.
GURINDAM I
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat.
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.
GURINDAM II
Ini gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
GURINDAM III
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat.
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
GURINDAM IV
Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikit pun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itu pun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
GURINDAM V
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa.
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
GURINDAM VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi.
GURINDAM VII
Ini gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
GURINDAM VIII
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
GURINDAM IX
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segala hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
GURINDAM X
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil,
supaya tangannya jadi kafill.
GURINDAM XI
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hujah.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
GURINDAM XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Raja mufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.

Mahakaryanya — Gurindam Dua Belas (1847) — menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus eka-bahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk.
Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.
Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.
GURINDAM I
Ini gurindam pasal yang pertama:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang ma'rifat.
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.
GURINDAM II
Ini gurindam pasal yang kedua:
Barang siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua temasya.
Barang siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
GURINDAM III
Ini gurindam pasal yang ketiga:
Apabila terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila terpelihara lidah,
nescaya dapat daripadanya faedah.
Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senonoh.
Anggota tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat.
Hendaklah peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
GURINDAM IV
Ini gurindam pasal yang keempat:
Hati kerajaan di dalam tubuh,
jikalau zalim segala anggota pun roboh.
Apabila dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika sedikit pun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil jangan diberi singgah,
itu pun perampok yang amat gagah.
Barang siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketur.
Di mana tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
GURINDAM V
Ini gurindam pasal yang kelima:
Jika hendak mengenal orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa.
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
GURINDAM VI
Ini gurindam pasal yang keenam:
Cahari olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari olehmu akan isteri,
yang boleh menyerahkan diri.
Cahari olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi.
GURINDAM VII
Ini gurindam pasal yang ketujuh:
Apabila banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihan suka,
itulah tanda hampir duka.
Apabila kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila anak tidak dilatih,
jika besar bapanya letih.
Apabila banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
GURINDAM VIII
Ini gurindam pasal yang kedelapan:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada memuji diri hendaklah sabar,
biar pada orang datangnya khabar.
Orang yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syirik mengaku kuasa.
Kejahatan diri sembunyikan,
kebaikan diri diamkan.
Keaiban orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
GURINDAM IX
Ini gurindam pasal yang kesembilan:
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaituiah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segala hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
GURINDAM X
Ini gurindam pasal yang kesepuluh:
Dengan bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil,
supaya tangannya jadi kafill.
GURINDAM XI
Ini gurindam pasal yang kesebelas:
Hendaklah berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak marah,
dahulukan hujah.
Hendak dimulai,
jangan melalui.
Hendak ramai,
murahkan perangai.
GURINDAM XII
Ini gurindam pasal yang kedua belas:
Raja mufakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum adil atas rakyat,
tanda raja beroleh inayat.
Kasihkan orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
Senin, 21 Mei 2012
Cinta dalam Naungan-Nya
Bila cinta hanya sekuntum anggrek dalam cermin
Yang terpantul seolah nyata oleh seberkas cahaya lilin
Mungkin hilang bayang itu kala pendar tersapu angin
Padamnya seiring luruh gemuruh yang menabuh ingin
Lalu kembalilah mata pada segumpal balutan dingin
Hitam itu adalah malam yang dalam retina tersalin
Maka diantara sepasang raga terikatlah satu hati
Cukup meski kelima indera harus dipaksa mati
Seperti itulah degup hidup berjalan mencari arti
Ditengah dua jiwa yang merindui kasih nan sejati
Kemudian perlahan menerjemahkan yang dimengerti
Satu per satu menelakupkan keraguan jadi harap pasti
Disinilah kekaguman merekah sebelum memandang
Harumnya sekeping kalbu semerbak tanpa bertandang
Bahkan ketika bumi memisah dan jarak membentang
Sentuhan bayu menjadikan keindahannya tiada lekang
Mampu mengabadikan warna tanpa pernah menghilang
Terjaga hingga naungan-Nya atas ikatan suci pun datang
Yang terpantul seolah nyata oleh seberkas cahaya lilin
Mungkin hilang bayang itu kala pendar tersapu angin
Padamnya seiring luruh gemuruh yang menabuh ingin
Lalu kembalilah mata pada segumpal balutan dingin
Hitam itu adalah malam yang dalam retina tersalin
Maka diantara sepasang raga terikatlah satu hati
Cukup meski kelima indera harus dipaksa mati
Seperti itulah degup hidup berjalan mencari arti
Ditengah dua jiwa yang merindui kasih nan sejati
Kemudian perlahan menerjemahkan yang dimengerti
Satu per satu menelakupkan keraguan jadi harap pasti
Disinilah kekaguman merekah sebelum memandang
Harumnya sekeping kalbu semerbak tanpa bertandang
Bahkan ketika bumi memisah dan jarak membentang
Sentuhan bayu menjadikan keindahannya tiada lekang
Mampu mengabadikan warna tanpa pernah menghilang
Terjaga hingga naungan-Nya atas ikatan suci pun datang
Minggu, 20 Mei 2012
DOKUMENTASI SASTRA : SYAIR PERAHU HAMZAH FANSURI
oleh Pakde Azir

Hamzah al-Fansuri lama berdiam di Aceh. Ia terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud. Dalam sastra Melayu ia dikenal sebagai pencipta genre syair.
Karya-karyanya antara lain : Asrar al-Arifin, Sharab al-Asyikin, Zinat al-Muwahidin, Syair Burung Unggas, Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pipit, Syair Si Burung Pungguk, Syair Sidang Fakir.
SYAIR PERAHU
Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah.
Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.
Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.
Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu.
Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.
Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.
Muaranya dalam, ikan pun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak.
Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.
Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.
Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.
Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.
Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.
La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.
Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam.
Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.
Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.
Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah.
Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.
Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.
Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.
Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.
Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan dayungnya
iman Allah nama kemudinya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya.
“Taharat dan istinja’” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya.
Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu Akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.
“Wallahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama bandarnya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya.
Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.
Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.
Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.
Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.
Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca).
Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.
Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?
La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.
La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.
La ilaha illallahu itu janganlah kau permudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu.
La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.
La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.
La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.
La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.
La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.
Jumat, 18 Mei 2012
Yang Mengenang (Sahabat)
Ingin berlari, namun hanya terus tertatih
Dalam sendiri, memapah hati kian letih
Dimana kawan, hilang tawanya tak terdengar
Menyuguh cawan, tapi sepi tak tertawar
Bila direguk, pahitnya setara kesunyian
Ingin memeluk, nyatanya tiada berteman
Tergulung masa, jadi lembaran kisah lalu
Satu tersisa, hanyalah asa dalam kelu
Tanpa terucap, yang mengenang terusik rindu
Tiada genap, lengang ruang dirundung sendu
Lihat sahabat, langkah kita semakin jauh
Tak lagi erat, meski jiwa terjalin utuh
Merentang jarak, ditiap pengejaran mimpi
Mencari letak, ujung perjalanan menepi
Dalam sendiri, memapah hati kian letih
Dimana kawan, hilang tawanya tak terdengar
Menyuguh cawan, tapi sepi tak tertawar
Bila direguk, pahitnya setara kesunyian
Ingin memeluk, nyatanya tiada berteman
Tergulung masa, jadi lembaran kisah lalu
Satu tersisa, hanyalah asa dalam kelu
Tanpa terucap, yang mengenang terusik rindu
Tiada genap, lengang ruang dirundung sendu
Lihat sahabat, langkah kita semakin jauh
Tak lagi erat, meski jiwa terjalin utuh
Merentang jarak, ditiap pengejaran mimpi
Mencari letak, ujung perjalanan menepi
BAKARLAH MIMPI
Bakarlah mimpi
selagi ia menyala dalam nadi
lalu buatlah lukisan memori
bayangkan seribu kali
berjuta kali
teruslah berjalan dalam imaji
jangan berhenti
atau terhenti
luapkan rasa
nikmati cerita
tuangkan secangkir percaya
dalam gelas intuisi
resapi hadirnya
tanamkan tunasnya
leburkan asap kotornya
lalu endapkan dalam doa
lihat berikutnya
kau menjadi mimpi yang nyata
040512
selagi ia menyala dalam nadi
lalu buatlah lukisan memori
bayangkan seribu kali
berjuta kali
teruslah berjalan dalam imaji
jangan berhenti
atau terhenti
luapkan rasa
nikmati cerita
tuangkan secangkir percaya
dalam gelas intuisi
resapi hadirnya
tanamkan tunasnya
leburkan asap kotornya
lalu endapkan dalam doa
lihat berikutnya
kau menjadi mimpi yang nyata
040512
Sabtu, 12 Mei 2012
Sebutir
Sebutir doa
kugumamkan di purna kata
kala pagi mulai mengulum makna
dengan rajutan dinginnya
dan awan shubuh berarak begitu manja
menyentuh rongga dada
sebutir doa
kusemaikan perlahan
memeluk hatimu
menjaga hatiku
dalam rumah cinta
keluarga berenda bahagia
meski hanya seguris maya.
Kita bisa..
Kita merasa
satu kata seirama..
Dalam tangkup syukurNya
120512
kugumamkan di purna kata
kala pagi mulai mengulum makna
dengan rajutan dinginnya
dan awan shubuh berarak begitu manja
menyentuh rongga dada
sebutir doa
kusemaikan perlahan
memeluk hatimu
menjaga hatiku
dalam rumah cinta
keluarga berenda bahagia
meski hanya seguris maya.
Kita bisa..
Kita merasa
satu kata seirama..
Dalam tangkup syukurNya
120512
MARI BERLARI
Kuberlari
bergegas membangun mimpi
dengan dua tangan dua kaki
kuarungi wajah pagi
mengiring semua asa
yang pernah kupahat sempurna
di geliat sunyi pertapaan kalbu
aku mencoba bangkit dari luka sembilu
bukan saatnya menangisi waktu
biar seburam apa masa lalu
biar ia karam dipatuk kelam
tak usah terbayang
tak perlu lagi kau gusar meradang
inilah aku dengan inginku
nafas citaku
berlari meniti jalan tegar meski berduri
ku kan lalui jelaga hati
kan kusebrangi samudera visi
menjadi berarti
untuk harapan dan angan secerah
senyuman mentari
mari..berlari
kejar semua mimpi
jadikan ia berarti
terus berarti
seperti pahlawan pejuang negeri
yang namanya harum terkenang sepanjang zaman berganti
040512
bergegas membangun mimpi
dengan dua tangan dua kaki
kuarungi wajah pagi
mengiring semua asa
yang pernah kupahat sempurna
di geliat sunyi pertapaan kalbu
aku mencoba bangkit dari luka sembilu
bukan saatnya menangisi waktu
biar seburam apa masa lalu
biar ia karam dipatuk kelam
tak usah terbayang
tak perlu lagi kau gusar meradang
inilah aku dengan inginku
nafas citaku
berlari meniti jalan tegar meski berduri
ku kan lalui jelaga hati
kan kusebrangi samudera visi
menjadi berarti
untuk harapan dan angan secerah
senyuman mentari
mari..berlari
kejar semua mimpi
jadikan ia berarti
terus berarti
seperti pahlawan pejuang negeri
yang namanya harum terkenang sepanjang zaman berganti
040512
CAKRAWALA HATI
kukecup mimpiku
kulalui jalan penuh aral liku
kubahasakan rindu
pada binarmu yang kejora
doamu yang selimuti malam
terdengar nyaring di telinga
gumamkan kerinduan
penghayatan dan labuhan setia
dan kusimpan erat dalam jiwa
pagi mengukir nafasku tenang
seakan melayang
aku hirup waktu dengan senyum bintang
berdoa dalam busur waktu
yang muncur memanah kata
memanah kenangan
di alam cakrawala
di setiap lorong hati bicara
langkahku tak pernah bisu darimu
Ain saga, 090512
kulalui jalan penuh aral liku
kubahasakan rindu
pada binarmu yang kejora
doamu yang selimuti malam
terdengar nyaring di telinga
gumamkan kerinduan
penghayatan dan labuhan setia
dan kusimpan erat dalam jiwa
pagi mengukir nafasku tenang
seakan melayang
aku hirup waktu dengan senyum bintang
berdoa dalam busur waktu
yang muncur memanah kata
memanah kenangan
di alam cakrawala
di setiap lorong hati bicara
langkahku tak pernah bisu darimu
Ain saga, 090512
Ekspresi hati
Hatiku
kubawa kau merasuk kalbu
berganti warna mencerna cerita
kadang terpaksa kau mengaduh
kala luka membayang pilu
dingin yang menjemukan
atas keadaan yang buat ronggamu sesak
kau ekspresikan nyala mentari
dalam binar mata penuh asri
kau buat senyuman bintang
di saat malam gelap dan gamang
ekspresimu hati
lantunan nada syukur tiada henti
bak melodi dari negeri surgawi
dengan aneka warna..dan cerita yang mendecak semua mata hati
ain saga, 030512
kubawa kau merasuk kalbu
berganti warna mencerna cerita
kadang terpaksa kau mengaduh
kala luka membayang pilu
dingin yang menjemukan
atas keadaan yang buat ronggamu sesak
kau ekspresikan nyala mentari
dalam binar mata penuh asri
kau buat senyuman bintang
di saat malam gelap dan gamang
ekspresimu hati
lantunan nada syukur tiada henti
bak melodi dari negeri surgawi
dengan aneka warna..dan cerita yang mendecak semua mata hati
ain saga, 030512
PAGI GERIMIS
pagi gerimis
di sela jalan setapak ini
memiriskan hati
namun romantis setengah mati
kuciumi setangkai mawar di jemari
merah marun nan asri begitu menggoda hati
untuk dijadikan penghias ruang belajarku
kini dingin gerimis berganti hangat mawar
dan sempurnalah saat aroma kopi menitip rasa ke jantungku yang berloncatan gembira
menyambut pagi dingin bersahaja
meski gerimis menawan sukma.
Tak apa.
070512
HITAM PELANGI
Kuhitamkan pelangi
kusudahi senja yang bermelodi
kisah kisah yang behembusan di udara senyum kita
tapak tapak sentuhan
binar tatapan
nyala semangat ketulusan
armada yang melaju indah
diantara lekuk hati terkasih
adakah harus berakhir di sini
di muara sepi.
Yang hanya ada satu warna
hitam dalam pelangiku tentangmu.Tanpa rasa..tanpa tanya..
Tanpa cerita..
Kau dan aku berlalu.
050512
IBUKU, GURUKU
Ibu..
Di siang terik di Hari Pendidikan
Nasional
kembali koran koran berceloteh
tentang jasa para Pendidik di negeri ini. Begitu hebatnya pengaruh seorang Guru,Ia digugu dan ditiru. Kadang dipuja dan dirindu.
Kini kuterkenang masa kanak kanak
belajar bersama ibuku sebagai gurunya.
Alangkah indahnya suasana itu.
Terbayang hingga menembus waktu
melambungkan senyumku pada sesosok penuh kekaguman..
Menggodaku kembali berjuang
hingga bisa kupetik bintang dan rembulan.aammin
020512
Kelelawar Siang
tahukah kamu
kenapa kelelawar tak pernah terbang
ketika menjelang matahari siang
karena itu melukai matanya
tahukah kamu
kenapa kelelawar ini menantang siang
karena ia ingin jujurkan perasaannya
kepada seseorang yang di cintainya
tahukah kamu
bagaimana bimbang nya hatiku
atas segala ketidak jelasan
yang tak pernah ada akhirnya
aku hanya ingin jawaban
kenapa kelelawar tak pernah terbang
ketika menjelang matahari siang
karena itu melukai matanya
tahukah kamu
kenapa kelelawar ini menantang siang
karena ia ingin jujurkan perasaannya
kepada seseorang yang di cintainya
tahukah kamu
bagaimana bimbang nya hatiku
atas segala ketidak jelasan
yang tak pernah ada akhirnya
aku hanya ingin jawaban
Jumat, 04 Mei 2012
SHUBUH SUCIKU
Dan malampun karam di laut pagi
bintang bintang lelap tersaput jejak dingin menetaskan embun dan kabut
angin..
Entah menepi?
Sepi pun merejam bersemi
di shubuh yang sungguh suci
suara kalam berlari dalam doa
dan mimpi
mengetuk setiap lembar hati
lembar suci para pecinta illahi
untuk sama bersujud
di bumi bestari..
Dan pagi pun merangkak perlahan
menuju hangatnya mentari.
Mengiringi keceriaan
keindahan semesta tak terperi..
Di sini..
Di shubuh nan suci
aku simpan seribu warna pelangi.
Dalam periuk mimpi.
240412
bintang bintang lelap tersaput jejak dingin menetaskan embun dan kabut
angin..
Entah menepi?
Sepi pun merejam bersemi
di shubuh yang sungguh suci
suara kalam berlari dalam doa
dan mimpi
mengetuk setiap lembar hati
lembar suci para pecinta illahi
untuk sama bersujud
di bumi bestari..
Dan pagi pun merangkak perlahan
menuju hangatnya mentari.
Mengiringi keceriaan
keindahan semesta tak terperi..
Di sini..
Di shubuh nan suci
aku simpan seribu warna pelangi.
Dalam periuk mimpi.
240412
MIMPI
Dalam birunya lelapku
aku merasa kau datang seolah
melukis damai
kau padamkan gelisahku
dengan ketenanganmu
kau basuh sembilu seputih salju
dan menetaskan lautan mimpi
mimpi yang sederhana
mimpi masa depan kita
yang meski belum terjawab sempurna
namun tak goyah terburai rasa
meraja
merona
bak lembayung senja
030512
aku merasa kau datang seolah
melukis damai
kau padamkan gelisahku
dengan ketenanganmu
kau basuh sembilu seputih salju
dan menetaskan lautan mimpi
mimpi yang sederhana
mimpi masa depan kita
yang meski belum terjawab sempurna
namun tak goyah terburai rasa
meraja
merona
bak lembayung senja
030512
Focus
tatap tajam ke depan
diam tenang dan rekam
atur posisi badan
ringankan dua tangan
bidik tepat sasaran
Focus..
Titik kemajuan
020512
Pakaian
seperti dua sahabat yang berbeda gerak tujuan
tentu berbeda akan apa yang ditariknya
sahabat yang pertama si penyuka hujan,
tentu ia akan menuntun hujan ke arahnya
sahabat kedua yang memandang hidup hanyalah fana,
tanpa emosi tentang hujan
tentu tak akan menarik hujan
meski sebenarnya dia butuh air juga
karena itu si sahabat yang kedua ini
perlu gunakan sedikit taktik
sehingga hujan pun mencintainya
walau ia tak memiliki emosi tentang hujan
pakaian
tentu berbeda akan apa yang ditariknya
sahabat yang pertama si penyuka hujan,
tentu ia akan menuntun hujan ke arahnya
sahabat kedua yang memandang hidup hanyalah fana,
tanpa emosi tentang hujan
tentu tak akan menarik hujan
meski sebenarnya dia butuh air juga
karena itu si sahabat yang kedua ini
perlu gunakan sedikit taktik
sehingga hujan pun mencintainya
walau ia tak memiliki emosi tentang hujan
pakaian
Langganan:
Postingan (Atom)
Senandung Rindu untuk Ibu
Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...
-
Senja yang terbakar oleh uap panas matahari mematikan daun daun mungilku burungpun enggan singgah di dahannya yang batu pucat maya bayan...
-
Oh Cinta... Aku dengar keluh kesahmu dalam wahana yang begitu sempit Duniamu tersangkut pada khayangan dilema Ingin menari, tapi kata hat...
-
Oleh Pakde Azir Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, 1808 — meninggal di ...