Dari jemari yang terus menari
lentik hatimu kuciumi rindu
kubasahi waktu dengan sekeping doa
agar kau senantiasa jelita dalam
menapak jalan penuh goda
cinta dan kasih sayang
yang kau endapkan
di atas rumput hijau hatiku
kan kusentuh dengan pijaran setia
agar kau mengerti
kerlip pagi yang berseri
semua karena dirimu
sempurnakan patah sayapku.
Saat harus terbang melesat
di belantara dan samudera
tempat seribu cerita terserak
tak terhingga
pulaskan rasa
JKT, 200312
Sabtu, 31 Maret 2012
Berjuta Arti
Masih kuingat
jejak nafasmu membirukan ruang waktu
semua katamu bagai pedang mengoyak lenturku
dinding pagipun
terjajah sepi
lentera hati tak bisa lagi bernyanyi
kau merobek segala mimpi
kau katakan ilusi yang kuhalusinasikan di batu mimpi
aku tertegun
kau menatap dalam anggun
kau bilang
hanya dengan ini
kuakan lebih mengerti
arti melaju menuju buih
bukan hanya seharum bunga
dalam imaji.
Tapi hakekat kata melubuk jingga
Kini ku mengerti
meski kau hanya sebuah titik tak pasti
tapi kau memberi lebih dari berjuta arti.Dalam nadi.
Jakarta, 060312
jejak nafasmu membirukan ruang waktu
semua katamu bagai pedang mengoyak lenturku
dinding pagipun
terjajah sepi
lentera hati tak bisa lagi bernyanyi
kau merobek segala mimpi
kau katakan ilusi yang kuhalusinasikan di batu mimpi
aku tertegun
kau menatap dalam anggun
kau bilang
hanya dengan ini
kuakan lebih mengerti
arti melaju menuju buih
bukan hanya seharum bunga
dalam imaji.
Tapi hakekat kata melubuk jingga
Kini ku mengerti
meski kau hanya sebuah titik tak pasti
tapi kau memberi lebih dari berjuta arti.Dalam nadi.
Jakarta, 060312
Semoga Sebentar
puing
berjatuhan
suara perjuangan
deras melintas ingin muara
sore itu tiada hiburan sore
yang biasa ada di alun alun kota
atau suara khas cekikikan
dari presenter presenter televisi
tidak ada lagi perjuangan untuk buang uang
untuk kecup kenikmatan
hanya gemuruh
tak semua seberuntung yang tengah beruntung
di ujung jauh
di negeri negeri dingin eropa utara
yang kini hanya bisa pilu saksikan media
berdoa segala kebaikan
semoga sebentar
berjatuhan
suara perjuangan
deras melintas ingin muara
sore itu tiada hiburan sore
yang biasa ada di alun alun kota
atau suara khas cekikikan
dari presenter presenter televisi
tidak ada lagi perjuangan untuk buang uang
untuk kecup kenikmatan
hanya gemuruh
tak semua seberuntung yang tengah beruntung
di ujung jauh
di negeri negeri dingin eropa utara
yang kini hanya bisa pilu saksikan media
berdoa segala kebaikan
semoga sebentar
Serenade Malam Senin
tiap kita tak bisa dipisahkan
dari masa lalu
segala yang telah terjadi di waktu lampau
cinta, tragedi, kebahagiaan, kesedihan
langkah dan segala keputusan
yang kemudian menentukan keberadaan kita hari ini
kini semuanya telah jadi cerita
yang bisa kita putar ulang kapan pun kita mau
tuk di ambil hikmahnya, atau untuk sekedar dikenang
keberadaan kita saat ini
adalah bukti bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan
untuk digunakan dengan bijaksana
dari masa lalu
segala yang telah terjadi di waktu lampau
cinta, tragedi, kebahagiaan, kesedihan
langkah dan segala keputusan
yang kemudian menentukan keberadaan kita hari ini
kini semuanya telah jadi cerita
yang bisa kita putar ulang kapan pun kita mau
tuk di ambil hikmahnya, atau untuk sekedar dikenang
keberadaan kita saat ini
adalah bukti bahwa Tuhan masih memberikan kesempatan
untuk digunakan dengan bijaksana
Corat Coret Dunia
berkaca kepada anak kecil
bebas beban
segala hal hebat imajinasinya
sibuk dengan apa yang ada di hadapannya
berburu kecoa menggunakan raket listrik
menyiram air seni ke segala penjuru
lalu teriak pemadam kebakaran
anti galau
bebas beban
segala hal hebat imajinasinya
sibuk dengan apa yang ada di hadapannya
berburu kecoa menggunakan raket listrik
menyiram air seni ke segala penjuru
lalu teriak pemadam kebakaran
anti galau
Tomcat In My Office
ketika aku terdiam
duduk di keheningan
sebuah simbol berwarna merah hitam
terpampang di hadapanku
tanpa aku tau harus teriak ke mana
karena jiwa ini sejenak beku
ia bergerak perlahan seakan ingin terbang
oh Tuhan jauh sekali ia terbang
aku tak pernah tau apa yang ia rasakan
enggan mengganggunya
kita adalah teman
teman selamanya
duduk di keheningan
sebuah simbol berwarna merah hitam
terpampang di hadapanku
tanpa aku tau harus teriak ke mana
karena jiwa ini sejenak beku
ia bergerak perlahan seakan ingin terbang
oh Tuhan jauh sekali ia terbang
aku tak pernah tau apa yang ia rasakan
enggan mengganggunya
kita adalah teman
teman selamanya
Masih Ingin Di Sini
masih betah disini
enggan pergi dari tempat ini
ijinkan aku tinggal disini lebih lama lagi
haruskah aku pergi dengan setumpuk keengganan
hanya doa yang bisa kupanjatkan sekarang
berharap takdir kan membawaku kembali ke tempat ini
tak akan pernah ku lupa
setiap keping kenangan yang terasa
setiap tawa dan segala cinta yang tercipta
enggan pergi dari tempat ini
ijinkan aku tinggal disini lebih lama lagi
haruskah aku pergi dengan setumpuk keengganan
hanya doa yang bisa kupanjatkan sekarang
berharap takdir kan membawaku kembali ke tempat ini
tak akan pernah ku lupa
setiap keping kenangan yang terasa
setiap tawa dan segala cinta yang tercipta
Kan Ku Beli Juga Semuanya
betapa enaknya
gurih yang melanda
lidah yang menganga
menyapu galau malam sabtu
betapa enak resep ini
betapa ingin aku bawa
ke setiap tempat aku ingin makan
aku akan ingat selalu
letak posisi persis
tempat laris ini
andai ku bawa gerobak bermotor
dan uang seratus juta
akan ku borong beserta tukang dagangnya
gurih yang melanda
lidah yang menganga
menyapu galau malam sabtu
betapa enak resep ini
betapa ingin aku bawa
ke setiap tempat aku ingin makan
aku akan ingat selalu
letak posisi persis
tempat laris ini
andai ku bawa gerobak bermotor
dan uang seratus juta
akan ku borong beserta tukang dagangnya
Cerita Hati
Ku torehkan aksara ini sebagai cerita hati
Tentang rasa yang ingin aku ungkapkan
Aku tak bermaksud menyakiti hatimu
Tapi mengapa kau hukum aku begini
Kau putuskan aku tanpa sebab yang pasti
Baiklah jika memang ini yang terbaik untukmu
Cerita hati tentang masa bahagia saat kita bersama
Akan menjadi kenangan abadi dihatiku
Tentang rasa yang ingin aku ungkapkan
Aku tak bermaksud menyakiti hatimu
Tapi mengapa kau hukum aku begini
Kau putuskan aku tanpa sebab yang pasti
Baiklah jika memang ini yang terbaik untukmu
Cerita hati tentang masa bahagia saat kita bersama
Akan menjadi kenangan abadi dihatiku
Selasa, 27 Maret 2012
DOKUMENTASI PUISI : AFRIZAL MALNA
oleh Pakde Azir

Jika seorang membuka pidatonya dengan untaian kalimat :
Yang terhormat Bapak-bapak Pejabat Sipil dan Militer
Para ulama dan pemangku adat Hadirin dan hadirat yang berbahagia
Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh …
apakah ia sedang berpuisi? Atau ketika kelas gaduh, lalu seorang guru memperingatkan :
Anak-anak
diam!
jangan ribut
kelas sebelah tergangguapakah sang guru juga sedang berpuisi?
Note ini pernah menggelar puisi-puisi Uya Carooe — http://www.facebook.com/note.php?note_id=102102006565005 — yang Pakde kategorikan prosa liris. Nah, Afrizal Malna memberitahukan kepada kita bahwa prosa liris bukan masuk ke dalam golongan prosa melainkan pure puisi.
Afrizal telah menghasilkan sejumlah karya puisi, cerita pendek, novel, esai , dan teks pertunjukan teater. Di antara berbagai karyanya, tema puisi Afrizal yang menonjol adalah pelukisan dunia modern dan kehidupan urban, serta objek material dari lingkungan tersebut. Korespondensi objek-objek itulah yang menciptakan nuansa dan gaya puitiknya.
Imaji-imaji dalam kehidupan sehari-hari , secara berdampingan ditampilkan (jukstaposisi) secara gaduh, hiruk-pikuk, hampir-hampir chaotic, kacau balau, semrawut, tercermin dalam puisinya.
Afrizal tertarik pada menemukan hubungan antara objek dalam puisi-puisinya, mencari — dalam kata-katanya sendiri — suatu “visualisasi tata bahasa atas benda-benda” (a “visual grammar of things”). Intimasi hubungan rahasia antar objek-objek tersebut memberikan banyak informasi tentang puitika Afrizal.
Sejak menamatkan SLA pada tahun 1976, Afrizal tidak melanjutkan sekolah. Pada tahun 1981, ia belajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, sebagai mahasiswa khusus hingga pertengahan jalan tetapi dikeluarkan pada tahun 1983.
Pada usia 27 tahun, Afrizal Malna menikah. Selama kurang lebih sepuluh tahun ia pernah bekerja di perusahaan kontraktor bangunan, ekspedisi muatan kapal laut, dan asuransi jiwa. Sekarang lebih banyak berkiprah di bidang seni, sebagai sutradara pertunjukan seni, kurator seni instalasi, penyair dan penulis. Puisi, cerpen, dan esainya dimuat dalam berbagai majalah dan koran terkemuka di tanah air, bahkan di luar negeri.
(1) KESEPIAN DI LANTAI 5 RUMAH SAKIT
Lelaki itu menatapku setelah selesai mengucapkan doa. Keningnya seperti mau berkata, apakah aku sedang membuat dusta? Aku menghampirinya, dan mencium bibirnya. Tubuh manusia itu sedih dan menyimpan bangkai masa lalu. Tetapi keningnya mengatakan, bahuku sakit dan bisa merasakan ciuman dari seluruh kesepian.
Aku kembali mencium lelaki itu, seperti jus tomat yang tidak tahu kenapa lelaki itu berdoa dan sekaligus merasa telah berdusta. Aku memeluk lelaki itu di lantai 5 sebuah rumah sakit. Lelaki itu melihat ambulan datang dan menerobos begitu saja ke dalam jantungnya. Dia tidak yakin apakah ambulan itu apakah jantung itu.
Lalu aku melompat dari lantai 5 rumah sakit itu, lalu aku melihat tubuhku melayang, batang-batang rokok berhamburan dari saku bajuku. Aku melihat kesunyian meledak dari seragam seorang suster, lalu aku tidak melihat ketika tiba-tiba aku tidak bisa lagi merasakan waktu: Tuhan, jangan tinggalkan kesepian berdiri sendiri di lantai 5 sebuah rumah sakit. Lelaki itu tidak tahu apakah kematian itu sebuah dusta tentang waktu dan tentang cinta.
Lelaki itu kembali menatapku setelah selesai mengucapkan kesunyian, dan membuat ladang bintang-bintang di kaca jendela rumah sakit. Ciumannya seperti berkata, kesunyian itu, tidak pernah berdusta kepadamu. Aku lihat wajah lelaki itu, seperti selimut yang berbau obat-obatan. Perangkap tikus di bawah bantal. Dan kau tahu, akulah tahanan dari luka-lukamu.
(2) KHOTBAH DI BAWAH TIANG LISTRIK
Aku membiarkan malam membuat balok kayu di punggungku. Angin berhembus seperti tiang gantungan yang menyeret talinya sendiri. Seorang lelaki, setelah menutup pintu mobilnya, berlari ke tiang listrik. Suara lubang dari tubuhnya terdengar mengerikan seperti suara sel penjara jam 11 malam. Kenapa kau berada di luar khotbah yang kau buat sendiri? Kenapa ada lendir yang menetes dari jam 11 malam?
Lelaki itu adalah jam 11 malam yang meninggalkan khotbahnya sendiri. Adalah jam 11 malam yang baru menemukan lubang sebesar paku di telapak tangannya sendiri, menyeret kesunyian dari leher Tuhan yang telah menciptakan lelaki jam 11 malam. Bekas kawat berduri di keningnya, dan sisa-sisa nikotin di jari-jari tangannya. Lelaki itu membersihkan semua vagina untuk menemukan anaknya, khotbah-khotbah yang selalu ditutup dengan hujan yang digantung di tiang listrik.
Benarkah, Tuhan, benarkah aku bisa melihat? Benarkah aku bisa mendengar? Benarkah, Tuhan, benarkah aku sedang berdiri di bawah tiang listrik ini? Benarkah aku telah menggantikan khotbah dengan kematianku sendiri, bukan dengan kematian orang lain. Benarkah aku sedang berjalan meninggalkanmu, meninggalkan pakaianku di dalam mobil. Benarkah tubuhku telah menjadi lantai dalam gereja itu?
(3) ANTRI UANG DI BANK
Seseorang datang menemui punggungku. Membicarakan sesuatu, menghitung sesuatu, seperti kasur yang terbakar dan hanyut di sungai. Lalu ia meletakkan batu es dalam botol mineralku.
(4) BATU DALAM SEPATU
Selamat pagi Kamsudi, selamat pagi Busro, selamat pagi Remy dan Aidil yang marah. Kami masih di sini, di warung sop buntut kemarin, gelas kopi kemarin, asbak dan kursi plastik kemarin. Kami masih menjaga sebuah batu yang kami simpan dalam sepatu kami. Kami memotret tubuh kami sendiri di depan warung kopi, di samping tong sampah. Rambut putih yang putus dari kepala kami, setelah tertawa tertahan, dan hari kemarin masih di sini.
Selamat pagi, waktu. Selamat pagi semua yang telah menggantikan malam kami dengan cerita-cerita kecil. Waktu yang melapukkan atap kamar tidur kami, sebelum kami sempat terpulas, mengintip mimpi dari tembok-tembok berjamur. Hampir 50 tahun kami menunggu hingga sepatu kami kembali berubah menjadi kulit sapi. Waktu, seperti makhluk-makhluk asing yang beranak-pinak dalam tubuh kami. Puisi yang sampai sekarang tidak tahu bagaimana cara menuliskannya: 12 selimut untuk teman-teman dari Makassar. 12 selimut untuk teman-teman dari Padang dan Lampung.
Dan besok, besok kami akan datang lagi ke warung kemarin, ke Jalan Cikini kemarin yang telah menjadikan tubuh kami sebagai percobaan waktu untuk menunggu, percobaan menunggu untuk bisa melihat, percobaan melihat untuk mengenal kedatanganmu tak terduga. Percobaan untuk tetap berada di hari kemarin. Para gubernur datang dan berganti di kota ini, seperti permainan dalam kota-kota kolonial. Membuat peti telur untuk puisi dan teater.
Kemarin. Kami — kami tidak pernah tahu tentang hari ini dan hari esok. Dan batu lebih dalam lagi, lebih keras lagi, antara sepatu dan kulit sapi. Batu — untuk semua negeri yang terlalu curiga pada kebebasan, pada kemiskinan dan orang-orang yang masih tetap berjalan dengan kakinya.
(5) KARTU IDENTITAS PENDUDUK DI CHINA
- untuk lan zhenghui
Aku sudah menyiapkan tas ransel, mesin pencukur jenggot, dan sebuah kebangsaan yang dipotret di kantor kecamatan. Setiap terbangun, aku takut ketinggalan pesawat. Atau menemukan diriku sedang bercinta dengan bahasa China di kamar orang lain. Hari Selasa kemarin tidak datang. Besok masih besok. Kemarin entah ke mana sebelum hari Minggu. Hari Selasa masih menunggu kemarin yang tidak datang. Hari Selasa bukan hari Selasa kalau belum hari Selasa.
Besok, hari Selasa mulai akan melubangi bayanganku dari punggungku, untuk mendengar bahasa China dari sipit mataku hingga hardware komputerku. Besok masih besok sebelum kemarin. Hari Selasa tidak menyimpan 100 tahun dari ketakutan setiap generasi pada Kartu Identitas Penduduk, pendidikan dan lapangan kerja. Orang-orang membuat rumah untuk berdusta. Menjeritkan generasi yang berceceran di tangga eskalator. Dan menjeritkan lagi ketakutan mereka di atas great wall. Sejarah seperti obeng dan gergaji yang menjauhkan manusia dari tangan-tangan waktu.
Apakah kamu dari Indonesia? Tanya supir taksi. Ya jawabku. Seperti menjawab suara jeritan dari toko-toko yang terbakar di Jakarta. Perempuan mereka yang ditelanjangi dan diperkosa. Tubuh-tubuh yang berubah menjadi arang hitam. Sejarah yang mengambil tangan kita, dan membenamkannya kembali berulang ke dalam luka yang sama. Luka yang kembali bertanya: Apakah kamu dari Indonesia?
Pagi itu kabel-kabel listrik di jalan masih menahan dingin, melepaskan sisa-sisa malam, lemak dan kembang api olimpiade. Seorang teman memesan topi Mao. Apa yang aku kenang tentang negeri ini dari great wall, topi bulu musang dari Mongol, teguran politik dari Tibet, air terjun manusia yang tumpah dari lubang langit – hingga manajemen komunis yang mengatur penghasilan penduduk sampai kamar hotelku.
Zhenghui, aku mengagumi lukisanmu, yang kembali ke kertas bubur beras dan tinta China. Angin menjelang musim dingin mulai menyapa leherku.
(6) PERSAHABATAN DENGAN SEEKOR ANJING
Aku tidur di depan sebuah kulkas. Suaranya berdengung seperti kaos kakiku di siang hari yang terik. Di dalam kulkas itu ada sebuah negara yang sibuk dengan jas, dasi dan mengurus makanan anjing. Sejak ia berdusta, aku tidak pernah memikirkannya lagi. Aku memakai rakit bambu, kembali pulang ke nenek moyangku. Mereka ternyata tak pernah tidur. Mereka sibuk menjaga pohon pisang di pinggir kali. Lalu mereka kembali mengajariku menyanyi. menabuh. dan menari, Dari tubuhku berjatuhan telur-telur busuk. Nyayian sungai dan pesta-pesta batu. Aku berteman dengan seekor anjing yang sudah lama membenci negara yang tak pernah keluar dari dalam kulkas itu. Kulkas dengan partai-partai spanduk dan kaos oblong. Yang sibuk mencekik suara rakyat. Cahaya matahari sangat ramah di sini, menerangi bulu-bulu anjing.
Jumat, 23 Maret 2012
Haus di Pencarian
tetes air dingin
ketika tenggorokan kehausan
melenakan segala yang kering
dunia ini berwujud ketam
yang akan mencapitmu di angan angan
membuatmu menari tanpa tema
seperti seseorang yang kehausan
seperti sebuah pencarian
sudahkah kau temukan pelabuhan
ketika tenggorokan kehausan
melenakan segala yang kering
dunia ini berwujud ketam
yang akan mencapitmu di angan angan
membuatmu menari tanpa tema
seperti seseorang yang kehausan
seperti sebuah pencarian
sudahkah kau temukan pelabuhan
Darah Sang Jenderal
guru itu mendaftar jadi tentara
menjadi komandan
memimpin prajurit mengusir penjajah
menjadi jenderal besar
dan kesehatan yang terpukul
di antara hutan dan hutan
bergerilya menggelora
menyemangati tiap jiwa
bagai seorang kesatria
ketika itu belum ada twitter dan jejaring sosial
ketika itu belum ada kesenangan kesenangan digital
keberanian adalah darah yang hidupkan nurani tiap pembelajar
berani untuk sepenggal kebenaran
menjadi komandan
memimpin prajurit mengusir penjajah
menjadi jenderal besar
dan kesehatan yang terpukul
di antara hutan dan hutan
bergerilya menggelora
menyemangati tiap jiwa
bagai seorang kesatria
ketika itu belum ada twitter dan jejaring sosial
ketika itu belum ada kesenangan kesenangan digital
keberanian adalah darah yang hidupkan nurani tiap pembelajar
berani untuk sepenggal kebenaran
Pemahat
jejak ini
terpahat di batu
menjadi sesuatu yang utuh
sedikit usaha
sanggup getarkan dunia
cobalah tuk bisa tekun
waktu yang terbuang
alangkah sayang
uap dari senang senang
para pemahat memahat tanpa bicara
menjadi mahakarya tak lekang waktu
yang selalu bermakna hari demi hari
terpahat di batu
menjadi sesuatu yang utuh
sedikit usaha
sanggup getarkan dunia
cobalah tuk bisa tekun
waktu yang terbuang
alangkah sayang
uap dari senang senang
para pemahat memahat tanpa bicara
menjadi mahakarya tak lekang waktu
yang selalu bermakna hari demi hari
- Pesona Bukit Bintang -
bergeming hati dikala seluruh alam sedang sunyi
melihat cakrawala malam yang dipenuhi butiran bintang
bagaikan jalan terang yang membius rasa lelah
terpukau seakan tak ingin pergi
dari tempat aku berdiri memandangi langit
dan langit di jiwaku yang memegang harapan
waktu akan berjalan
noda akan terhapus ketika kita setuju
untuk memulai secarik lembaran baru
melihat cakrawala malam yang dipenuhi butiran bintang
bagaikan jalan terang yang membius rasa lelah
terpukau seakan tak ingin pergi
dari tempat aku berdiri memandangi langit
dan langit di jiwaku yang memegang harapan
waktu akan berjalan
noda akan terhapus ketika kita setuju
untuk memulai secarik lembaran baru
Besok Senin
besok senin
aku akan bangun pagi
lelah mata malam ini
kasur tertuju untuk terbantai
cerita akhir pekan
biarkan tersimpan
dalam serabut memori
bahan baku mimpi
besok senin
bintang di kebun akan kembali bangun
walau sedikit pengunjung
jelas tak sepenuh minggu pagi
aku berharap kita kan bertemu di jalan
secara tak sengaja
ketika sama sama berangkat
ke kantor dengan bis kota
oh besok senin
aku akan bangun pagi
lelah mata malam ini
kasur tertuju untuk terbantai
cerita akhir pekan
biarkan tersimpan
dalam serabut memori
bahan baku mimpi
besok senin
bintang di kebun akan kembali bangun
walau sedikit pengunjung
jelas tak sepenuh minggu pagi
aku berharap kita kan bertemu di jalan
secara tak sengaja
ketika sama sama berangkat
ke kantor dengan bis kota
oh besok senin
Dosakah
dosakah aku
yang jatuh di depanmu
di depan pintu hatimu
biarkan aku menari disini
hingga malam, hingga esok tiba
ketika pintu itu terbuka
dan kita tertawa bersama
di atas bukit cinta
dosakah aku
jika aku diam di depanmu
terpana cantik pesona jiwamu
yang jatuh di depanmu
di depan pintu hatimu
biarkan aku menari disini
hingga malam, hingga esok tiba
ketika pintu itu terbuka
dan kita tertawa bersama
di atas bukit cinta
dosakah aku
jika aku diam di depanmu
terpana cantik pesona jiwamu
Jika Itu Benci
kebencian
menyelinap pintu belakang
seperti tikus kecil pemalu
bergerak cepat
beranak pinak
menggerogoti pakaian
rasa malu tiap insan
di mana cinta
di mana maaf
hati yang terbakar
menyelinap pintu belakang
seperti tikus kecil pemalu
bergerak cepat
beranak pinak
menggerogoti pakaian
rasa malu tiap insan
di mana cinta
di mana maaf
hati yang terbakar
Dibalik Hasrat Perubahan
tiap kita menginginkan perubahan
yang dari dulu kita impi impikan
untuk menjadi seseorang yang teranggap lebih baik
karena dunia begitu mendung
jika dengan merubah diri
kau menjadi bahagia
maka rubahlah
tapi jika itu hanya menjadi beban
buat apa menjadi orang lain
hanya demi pengakuan
yang dari dulu kita impi impikan
untuk menjadi seseorang yang teranggap lebih baik
karena dunia begitu mendung
jika dengan merubah diri
kau menjadi bahagia
maka rubahlah
tapi jika itu hanya menjadi beban
buat apa menjadi orang lain
hanya demi pengakuan
TANPA JUDUL 8 (jangan menyerah)
padi berbaris rapi dalam petak pesawahan
yang terbagi oleh tanah lumpur bertumpuk terpijak
lembut tertiup angin siang
merunduk kehijauan
dari jauh kelihatan
dibawah atap rajutan bambu dan ijuk
tempat beristirahat tuk makan bekal dari rumah
ditemani minuman kaleng bersoda
yang tiba tiba muncul dari dinginnya air mata kemarin
sepertinya aku tidak melihat ada tikus siang ini
mungkin mereka tertidur dibawah naungan bayang mentari
lalu rintik hujan mulai turun bersama kemilau pelangi
yang kulihat lengkung di ujung pandangan mata
lalu lagu d masiv terputar dengan sendirinya dari balik saku celana
jangan menyerah, jangan menyerah, jangan menyerah
yang terbagi oleh tanah lumpur bertumpuk terpijak
lembut tertiup angin siang
merunduk kehijauan
dari jauh kelihatan
dibawah atap rajutan bambu dan ijuk
tempat beristirahat tuk makan bekal dari rumah
ditemani minuman kaleng bersoda
yang tiba tiba muncul dari dinginnya air mata kemarin
sepertinya aku tidak melihat ada tikus siang ini
mungkin mereka tertidur dibawah naungan bayang mentari
lalu rintik hujan mulai turun bersama kemilau pelangi
yang kulihat lengkung di ujung pandangan mata
lalu lagu d masiv terputar dengan sendirinya dari balik saku celana
jangan menyerah, jangan menyerah, jangan menyerah
Detak Harapan
jalan becek penuh lumpur
menghambat gerak langkah kita
di kala rembulan terhalang awan
dada menyesak udara semakin menipis dan menipis
bukankah momen ini adalah
saat bagi kita untuk hangatkan hati kita
untuk percaya akan harapan
dan senyumkan bibir ini ibarat lentera dalam gelap
ada yang kita perjuangkan
yang kita percayai sepenuh jiwa
kita berjuang untuk itu
kita berjuang untuk sekarang dan hari hari kedepannya
menghambat gerak langkah kita
di kala rembulan terhalang awan
dada menyesak udara semakin menipis dan menipis
bukankah momen ini adalah
saat bagi kita untuk hangatkan hati kita
untuk percaya akan harapan
dan senyumkan bibir ini ibarat lentera dalam gelap
ada yang kita perjuangkan
yang kita percayai sepenuh jiwa
kita berjuang untuk itu
kita berjuang untuk sekarang dan hari hari kedepannya
TANPA JUDUL 7 (di jalanan miring)
di jalanan miring, yang licin
begitu mudah untuk jatuh terpeleset
bermain dengan bayang dan angan
terpesona kilatan
sana sini
seperti ketika sedang sempoyongan
meneriaki hampa
oh mimpi yang sederhana
memukau udara pagi
seringan api
begitu mudah untuk jatuh terpeleset
bermain dengan bayang dan angan
terpesona kilatan
sana sini
seperti ketika sedang sempoyongan
meneriaki hampa
oh mimpi yang sederhana
memukau udara pagi
seringan api
Hujan
Mendung menggantung dilangit
Awan hitam gelap menyelimuti
Lama ku nikmati langit yang gelap
Sampai tetes hujan turun membasah bumi
Hujan datang menyapa
Samarkan air mata yang menetes dipipiku
Aku senang bermain dengan rinainya
Karena dapat menutupi tangisku
Tangis seorang wanita yang tersakiti
Terkhianati dari cinta yang selama ini membuatnya bahagia
Awan hitam gelap menyelimuti
Lama ku nikmati langit yang gelap
Sampai tetes hujan turun membasah bumi
Hujan datang menyapa
Samarkan air mata yang menetes dipipiku
Aku senang bermain dengan rinainya
Karena dapat menutupi tangisku
Tangis seorang wanita yang tersakiti
Terkhianati dari cinta yang selama ini membuatnya bahagia
Jauh Bukan Berarti Benci
Sungguh tak ada niatku
Untuk membencimu
Aku menjauh bukan berarti membenci
Aku hanya ingin merenung sejenak
Atas apa yang sudah terjadi dihari ini
Aku tak membencimu
Sungguh tak ada niat sedikitpun
Aku jauh darimu
Tak berarti aku benci dirimu
Ketahuilah,aku seperti ini karena agar kita belajar
Untuk bisa saling mengerti dan memahami
Tentang diriku dan dirimu
Untuk membencimu
Aku menjauh bukan berarti membenci
Aku hanya ingin merenung sejenak
Atas apa yang sudah terjadi dihari ini
Aku tak membencimu
Sungguh tak ada niat sedikitpun
Aku jauh darimu
Tak berarti aku benci dirimu
Ketahuilah,aku seperti ini karena agar kita belajar
Untuk bisa saling mengerti dan memahami
Tentang diriku dan dirimu
Binar Kalbu
Entah dengan kata apa
ingin kubahasakan cinta
karena sepatah yang terkata
tersekat dalam rongga
lantas maya jejakmu gugur layu ke pangkuan
terlepas dari lekatnya genggam
terhempas di altar kebencian
meracuni akar tunas yang menjalar ke dalam keabadian
suara lembut rindu yang mengayunkan luka
terasa bagai denting surga
yang menghangati butiran warna
merenda langkah kaki menuju istana
tempat kubasuh segala luka
dan kubangun kokoh kerangka sempurna
bersama sebuah nama
bergulir dari waktu ke waktu
ia menadahkan lamunan
dan berputra kenangan
kubiarkan sejenak putiknya menyapa mataku yang telah sayu..
Menunggunya sepenuh kalbu
hatiku mengaduh pilu
Jak, 050312
ingin kubahasakan cinta
karena sepatah yang terkata
tersekat dalam rongga
lantas maya jejakmu gugur layu ke pangkuan
terlepas dari lekatnya genggam
terhempas di altar kebencian
meracuni akar tunas yang menjalar ke dalam keabadian
suara lembut rindu yang mengayunkan luka
terasa bagai denting surga
yang menghangati butiran warna
merenda langkah kaki menuju istana
tempat kubasuh segala luka
dan kubangun kokoh kerangka sempurna
bersama sebuah nama
bergulir dari waktu ke waktu
ia menadahkan lamunan
dan berputra kenangan
kubiarkan sejenak putiknya menyapa mataku yang telah sayu..
Menunggunya sepenuh kalbu
hatiku mengaduh pilu
Jak, 050312
Kamis, 22 Maret 2012
Pena Beku (Dalam Menuang Rasa)
Sesaat pucuk pena ini beku
Tak sanggup menggambar laku
Tiada pula abadikan hatiku
Keringlah oleh risau berjibaku
Adakah kini rindu tersisa
Atau hanya sesal jadi selaksa
Habis waktu mengejar asa
Tak luang dalam menuang rasa
Bukan enggan disapa cinta
Tapi mimpi lebih dulu tercipta
Dalam duniaku yang mungkin buta
Meski indahmu dihadapan mata
Bukan sedang memupuk angkuh
Sebab jiwaku pun pernah luruh
Seiring lembut tulusmu menyentuh
Seketika memanggil raga berlabuh
Benar mungkin telah begitu lelah
Tak ingin lagi diatas sepi merebah
Namun tinggi harapku tak terbantah
Urung jua tuk diam sekedar singgah
Tak sanggup menggambar laku
Tiada pula abadikan hatiku
Keringlah oleh risau berjibaku
Adakah kini rindu tersisa
Atau hanya sesal jadi selaksa
Habis waktu mengejar asa
Tak luang dalam menuang rasa
Bukan enggan disapa cinta
Tapi mimpi lebih dulu tercipta
Dalam duniaku yang mungkin buta
Meski indahmu dihadapan mata
Bukan sedang memupuk angkuh
Sebab jiwaku pun pernah luruh
Seiring lembut tulusmu menyentuh
Seketika memanggil raga berlabuh
Benar mungkin telah begitu lelah
Tak ingin lagi diatas sepi merebah
Namun tinggi harapku tak terbantah
Urung jua tuk diam sekedar singgah
Rabu, 21 Maret 2012
Meraba Gores Hati
Apa itu nyata
Bukan di depan mata
Sungguhkah derita
Dibaca terbata
Meraba gores hati
Dari pucuk belati
Tiada yang berarti
Hanya tersakiti
Inilah alur kisah
Yang munutur resah
Bagai bertinta darah
Masih begitu basah
Meninggalkan mawar
Diatas tiap lembar
Namun duri kusebar
Sebagai balik pembayar
Mengapa terus hadir
Membawa angin semilir
Meniup luka segelintir
Sedang kusuguhkan getir
Bukan di depan mata
Sungguhkah derita
Dibaca terbata
Meraba gores hati
Dari pucuk belati
Tiada yang berarti
Hanya tersakiti
Inilah alur kisah
Yang munutur resah
Bagai bertinta darah
Masih begitu basah
Meninggalkan mawar
Diatas tiap lembar
Namun duri kusebar
Sebagai balik pembayar
Mengapa terus hadir
Membawa angin semilir
Meniup luka segelintir
Sedang kusuguhkan getir
Jumat, 09 Maret 2012
TANPA JUDUL 6 (perjalanan ini)
perjalanan ini seperti berkelok kelok
padahal di petaku jalanan lurus saja ke tempat terindah
begitu banyak guncangan yang membuatku terlelap
mimpi gapaian yang tak akan pernah ada habisnya
pejamkan mata
tarik nafas dalam dalam
lihat di titik paling cerah
rasakan energi di sekujur tubuh saat ini
nyanyian lagu bangun tiap kali jatuh
berulang, terus berulang hingga ajal menjelang
padahal di petaku jalanan lurus saja ke tempat terindah
begitu banyak guncangan yang membuatku terlelap
mimpi gapaian yang tak akan pernah ada habisnya
pejamkan mata
tarik nafas dalam dalam
lihat di titik paling cerah
rasakan energi di sekujur tubuh saat ini
nyanyian lagu bangun tiap kali jatuh
berulang, terus berulang hingga ajal menjelang
Biarkan Ku Terbang
waktu yang tidak tepat
dikala gunung sedang muntah
puncaknya beterbangan menjadi puing kegelisahan
ketakutan
melihatmu ketika badai bergemuruh datang
ketika tembok gedung tinggi mulai berjatuhan
andai aku adalah iron man
maka ku palu puing puing baja
kusambungkan laju penambah energi
terus dipampatkan hingga titik yang paling tinggi
biarkan ku terbang
dan bawamu ke atas segala kejadian
dari awan kita lihat matahari bersinar
dibalik bayangnya kita berteduh
mencari tempat untuk berlabuh
dikala gunung sedang muntah
puncaknya beterbangan menjadi puing kegelisahan
ketakutan
melihatmu ketika badai bergemuruh datang
ketika tembok gedung tinggi mulai berjatuhan
andai aku adalah iron man
maka ku palu puing puing baja
kusambungkan laju penambah energi
terus dipampatkan hingga titik yang paling tinggi
biarkan ku terbang
dan bawamu ke atas segala kejadian
dari awan kita lihat matahari bersinar
dibalik bayangnya kita berteduh
mencari tempat untuk berlabuh
Kamis, 08 Maret 2012
Dipelukan Hitam
Rembulan kini tengah termenung
Saksikan langit tak henti bergulung
Semestinya ia sedang mengukir lesung
Pada langit dengan senyum melengkung
Namun disana gelap disempurnakan
Lewat baris anggun rintik hujan
Sebening titik-titik haru bersahutan
Selembut dekap tangan kesunyian
Maka hatiku pun ikut mendaki malam
Semakin tinggi menjauhi temaram
Biar hanyut dipelukan begitu dalam
Diantara selendang bernada hitam
Waktu merayap dan aku lelah meratap
Dikeheningan ini tanpa arah menatap
Tiada kuhiraukan sepi terus hinggap
Bahkan jika memaksa perih terungkap
Akan kubagi tiap cuilnya pada nuansa
Meski harus terbunuh segala romansa
Hati kekasih pun telah kupaksa binasa
Hingga lukanya tak tersentuh oleh masa
Saksikan langit tak henti bergulung
Semestinya ia sedang mengukir lesung
Pada langit dengan senyum melengkung
Namun disana gelap disempurnakan
Lewat baris anggun rintik hujan
Sebening titik-titik haru bersahutan
Selembut dekap tangan kesunyian
Maka hatiku pun ikut mendaki malam
Semakin tinggi menjauhi temaram
Biar hanyut dipelukan begitu dalam
Diantara selendang bernada hitam
Waktu merayap dan aku lelah meratap
Dikeheningan ini tanpa arah menatap
Tiada kuhiraukan sepi terus hinggap
Bahkan jika memaksa perih terungkap
Akan kubagi tiap cuilnya pada nuansa
Meski harus terbunuh segala romansa
Hati kekasih pun telah kupaksa binasa
Hingga lukanya tak tersentuh oleh masa
DOKUMENTASI PUISI W.S. RENDRA
oleh Pakde Azir

Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985.
Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat.
Ia pertama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an.
Kaki Palsu adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan Orang-Orang di Tikungan Jalan adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak. Satu di antara muridnya adalah Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito — begitu panggilan Rendra kepadanya — antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti. Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis Litani dan Mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.
Kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra! Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak.
Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena sesudah itu, Rendra diceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.
AKU TULIS PAMPLET INI
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng - iya - an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM BERPERANG
Tuhanku,
WajahMu membayang di kota terbakar
dan firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan yang dangkal
Anak menangis kehilangan bapa
Tanah sepi kehilangan lelakinya
Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini
tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila malam turun nanti
sempurnalah sudah warna dosa
dan mesiu kembali lagi bicara
Waktu itu, Tuhanku,
perkenankan aku membunuh
perkenankan aku menusukkan sangkurku
Malam dan wajahku
adalah satu warna
Dosa dan nafasku
adalah satu udara.
Tak ada lagi pilihan
kecuali menyadari
-biarpun bersama penyesalan-
Apa yang bisa diucapkan
oleh bibirku yang terjajah ?
Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat kugenggam senapanku
Perkenankan aku membunuh
Perkenankan aku menusukkan sangkurku
G E R I L Y A
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya
G U G U R
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Tiada kuasa lagi menegak
Telah ia lepaskan dengan gemilang
pelor terakhir dari bedilnya
Ke dada musuh yang merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi dari kotanya
Sesudah pertempuran yang gemilang itu
lima pemuda mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang dicintainya
Belum lagi selusin tindak
maut pun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang tangannya
ia berkata :
“Yang berasal dari tanah
kembali rebah pada tanah.
Dan aku pun berasal dari tanah
tanah Ambarawa yang kucinta
Kita bukanlah anak jadah
Kerna kita punya bumi kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.
Bumi kita adalah kehormatan.
Bumi kita adalah juwa dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek moyang.
Ia adalah bumi waris yang sekarang.
Ia adalah bumi waris yang akan datang.”
Hari pun berangkat malam
Bumi berpeluh dan terbakar
Kerna api menyala di kota Ambarawa
Orang tua itu kembali berkata :
“Lihatlah, hari telah fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku berkubur
kemudian akan ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
“Alangkah gemburnya tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika menutup matanya
HAI, KAMU !
Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
MAZMUR MAWAR
Kita muliakan Nama Tuhan
Kita muliakan dengan segenap mawar
Kita muliakan Tuhan yang manis,
indah, dan penuh kasih sayang
Tuhan adalah serdadu yang tertembak
Tuhan berjalan di sepanjang jalan becek
sebagai orang miskin yang tua dan bijaksana
dengan baju compang-camping
membelai kepala kanak-kanak yang lapar.
Tuhan adalah Bapa yang sakit batuk
Dengan pandangan arif dan bijak
membelai kepala para pelacur
Tuhan berada di gang-gang gelap
Bersama para pencuri, para perampok
dan para pembunuh
Tuhan adalah teman sekamar para penjinah
Raja dari segala raja
adalah cacing bagi bebek dan babi
Wajah Tuhan yang manis adalah meja pejudian
yang berdebu dan dibantingi kartu-kartu
Dan sekarang saya lihat
Tuhan sebagai orang tua renta
tidur melengkung di trotoar
batuk-batuk karena malam yang dingin
dan tangannya menekan perutnya yang lapar
Tuhan telah terserang lapar, batuk, dan selesma,
menangis di tepi jalan.
Wahai, ia adalah teman kita yang akrab!
Ia adalah teman kita semua: para musuh polisi,
Para perampok, pembunuh, penjudi,
pelacur, penganggur, dan peminta-minta
Marilah kita datang kepada-Nya
kita tolong teman kita yang tua dan baik hati.
NOTA BENE : AKU KANGEN
Lunglai - ganas karena bahagia dan sedih,
indah dan gigih cinta kita di dunia yang fana.
Nyawamu dan nyawaku dijodohkan langit,
dan anak kita akan lahir di cakrawala.
Ada pun mata kita akan terus bertatapan hingga berabad-abad lamanya.
Juwitaku yang cakap meskipun tanpa dandanan
untukmu hidupku terbuka.
Warna-warna kehidupan berpendar-pendar menakjubkan
Isyarat-isyarat getaran ajaib menggerakkan penaku.
Tanpa sekejap pun luput dari kenangan padamu
aku bergerak menulis pamplet, mempertahankan kehidupan.
ORANG-ORANG MISKIN
Orang-orang
miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
SAJAK ANAK MUDA
Kita adalah angkatan gagap
yang diperanakkan oleh angkatan takabur.
Kita kurang pendidikan resmi
di dalam hal keadilan,
karena tidak diajarkan berpolitik,
dan tidak diajar dasar ilmu hukum
Kita melihat kabur pribadi orang,
karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.
Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,
karena tidak diajar filsafat atau logika.
Apakah kita tidak dimaksud
untuk mengerti itu semua ?
Apakah kita hanya dipersiapkan
untuk menjadi alat saja ?
inilah gambaran rata-rata
pemuda tamatan SLA,
pemuda menjelang dewasa.
Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.
Bukan pertukaran pikiran.
Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,
dan bukan ilmu latihan menguraikan.
Dasar keadilan di dalam pergaulan,
serta pengetahuan akan kelakuan manusia,
sebagai kelompok atau sebagai pribadi,
tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.
Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.
Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,
tidak bisa kita hubung-hubungkan.
Kita marah pada diri sendiri
Kita sebal terhadap masa depan.
Lalu akhirnya,
menikmati masa bodoh dan santai.
Di dalam kegagapan,
kita hanya bisa membeli dan memakai
tanpa bisa mencipta.
Kita tidak bisa memimpin,
tetapi hanya bisa berkuasa,
persis seperti bapak-bapak kita.
Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.
Di sana anak-anak memang disiapkan
Untuk menjadi alat dari industri.
Dan industri mereka berjalan tanpa berhenti.
Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa ?
Kita hanya menjadi alat birokrasi !
Dan birokrasi menjadi berlebihan
tanpa kegunaan -
menjadi benalu di dahan.
Gelap. Pandanganku gelap.
Pendidikan tidak memberi pencerahan.
Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan
Gelap. Keluh kesahku gelap.
Orang yang hidup di dalam pengangguran.
Apakah yang terjadi di sekitarku ini ?
Karena tidak bisa kita tafsirkan,
lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.
Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini ?
Apakah ini ? Apakah ini ?
Ah, di dalam kemabukan,
wajah berdarah
akan terlihat sebagai bulan.
Mengapa harus kita terima hidup begini ?
Seseorang berhak diberi ijazah dokter,
dianggap sebagai orang terpelajar,
tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.
Dan bila ada ada tirani merajalela,
ia diam tidak bicara,
kerjanya cuma menyuntik saja.
Bagaimana ? Apakah kita akan terus diam saja.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagi bendera-bendera upacara,
sementara hukum dikhianati berulang kali.
Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.
Kita berada di dalam pusaran tatawarna
yang ajaib dan tidak terbaca.
Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara
Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakan oleh angkatan kurangajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya
SAJAK BULAN MEI 1998 DI INDONESIA
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja.
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan.
Amarah merajalela tanpa alamat.
Ketakutan muncul dari sampah kehidupan.
Pikiran kusut membentuk simpul-simpul sejarah.
O, jaman edan !
O, malam kelam pikiran insan !
Koyak-moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan.
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan.
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan !
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja !
Dari sejak jaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara.
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan !
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur !
Berhentilah mencari ratu adil !
Ratu adil itu tidak ada. Ratu adil itu tipu daya !
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil.
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara.
Bau anyir darah yag kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata :
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat,
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa,
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan,
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa,
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya.
Wahai, penguasa dunia yang fana !
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta !
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati ?
Apakah masih akan menipu diri sendiri ?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran gelap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan !
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
SAJAK BURUNG-BURUNG KONDOR
Angin gunung turun merembes ke hutan,
lalu bertiup di atas permukaan kali yang luas,
dan akhirnya berumah di daun-daun tembakau.
Kemudian hatinya pilu
melihat jejak-jejak sedih para petani - buruh
yang terpacak di atas tanah gembur
namun tidak memberi kemakmuran bagi penduduknya.
Para tani - buruh bekerja,
berumah di gubug-gubug tanpa jendela,
menanam bibit di tanah yang subur,
memanen hasil yang berlimpah dan makmur
namun hidup mereka sendiri sengsara.
Mereka memanen untuk tuan tanah
yang mempunyai istana indah.
Keringat mereka menjadi emas
yang diambil oleh cukong-cukong pabrik cerutu di Eropa.
Dan bila mereka menuntut perataan pendapatan,
para ahli ekonomi membetulkan letak dasi,
dan menjawab dengan mengirim kondom.
Penderitaan mengalir
dari parit-parit wajah rakyatku.
Dari pagi sampai sore,
rakyat negeriku bergerak dengan lunglai,
menggapai-gapai,
menoleh ke kiri, menoleh ke kanan,
di dalam usaha tak menentu.
Di hari senja mereka menjadi onggokan sampah,
dan di malam hari mereka terpelanting ke lantai,
dan sukmanya berubah menjadi burung kondor.
Beribu-ribu burung kondor,
berjuta-juta burung kondor,
bergerak menuju ke gunung tinggi,
dan disana mendapat hiburan dari sepi.
Karena hanya sepi
mampu menghisap dendam dan sakit hati.
Burung-burung kondor menjerit.
Di dalam marah menjerit,
bergema di tempat-tempat yang sepi.
Burung-burung kondor menjerit
di batu-batu gunung menjerit
bergema di tempat-tempat yang sepi
Berjuta-juta burung kondor mencakar batu-batu,
mematuki batu-batu, mematuki udara,
dan di kota orang-orang bersiap menembaknya.
mencair dingin di penghujung kata
es krim dingin
mendung menggapai dingin
menuai angin
sekelebat kisah rumit yang ingin ku sederhanakan
benang kusut yang kini lurus dan tajam
menelusup masuk ke lubuk sanubari
bersama turunnya salju yang tak berbentuk
kita berlari di tengah pancaran mentari sejuk
mendung menggapai dingin
menuai angin
sekelebat kisah rumit yang ingin ku sederhanakan
benang kusut yang kini lurus dan tajam
menelusup masuk ke lubuk sanubari
bersama turunnya salju yang tak berbentuk
kita berlari di tengah pancaran mentari sejuk
TANPA JUDUL 5 (perjalanan penuh liku)
perjalanan penuh liku
mengembara ke negeri tak tentu arah
berjalan pijakan demi pijakan
mencari sebuah penerangan
berjuang untuk setitik kebenaran
berjuang untuk sedikit keikhlasan
ijinkan aku berbuat kebaikan
aku akan terus melaju kedepan
ke tanah harapan
yang patut untuk aku perjuangkan
begitu bernilai agar nyawa sepi imbalan
mengembara ke negeri tak tentu arah
berjalan pijakan demi pijakan
mencari sebuah penerangan
berjuang untuk setitik kebenaran
berjuang untuk sedikit keikhlasan
ijinkan aku berbuat kebaikan
aku akan terus melaju kedepan
ke tanah harapan
yang patut untuk aku perjuangkan
begitu bernilai agar nyawa sepi imbalan
TANPA JUDUL 4 (disana ada bantal)
oh disana ada bantal
harum berwarna emas kecokelatan
tersampul sutera
terbebani karsa
dunia tempat menuai pusara
badai dari dalam dan untai keriuhan bumi ketika malam menagih bahtera
di selasar pintu ke dermaga kesurgaan
masih bersimpuh membawa karena
harum berwarna emas kecokelatan
tersampul sutera
terbebani karsa
dunia tempat menuai pusara
badai dari dalam dan untai keriuhan bumi ketika malam menagih bahtera
di selasar pintu ke dermaga kesurgaan
masih bersimpuh membawa karena
TANPA JUDUL 3 (tempat yang indah)
hyatt adalah tempat yang indah
ketika tidur sendirian
bersama kasur
sungguh gelap
taman yang pohonnya begitu rimbun
kereta yang terhenti sejak sore
bunyi bunyian malam
entah di kamar kamar lainnya
beragam persoalan dan wacana
kewarganegaraan , ras , suku , budaya
segelas minuman menemani santap malam
mengisi gelas yang sedari tadi kosong
sepertinya gadis mongolia itu melihatku
tanpa curiga
penuh hangat
seperti melihat seekor kuda
ketika tidur sendirian
bersama kasur
sungguh gelap
taman yang pohonnya begitu rimbun
kereta yang terhenti sejak sore
bunyi bunyian malam
entah di kamar kamar lainnya
beragam persoalan dan wacana
kewarganegaraan , ras , suku , budaya
segelas minuman menemani santap malam
mengisi gelas yang sedari tadi kosong
sepertinya gadis mongolia itu melihatku
tanpa curiga
penuh hangat
seperti melihat seekor kuda
TANPA JUDUL 2 (di sudut mana)
di sudut mana
kamu akan lari
sudah terlambat
untuk mengulang semuanya
berdirilah disini
sendiri ditemani remang
melawan angin pagi
sedingin sukma
kamu akan lari
sudah terlambat
untuk mengulang semuanya
berdirilah disini
sendiri ditemani remang
melawan angin pagi
sedingin sukma
TANPA JUDUL 1 (titik di antara simpul senyum)
titik di antara simpul senyum
sepercik embun
perlahan tulus
mengaliri peluh
mendekap penuh tanya
pagi akan kutertawakan
dalam lantai kamar mandi
suara air yang terbuang
ke lubang lubang kecil
yang nampak seperti saringan logam
detik yang mengeluh
sapuan rambut bagai ombak
tersibak dan terdiam
sepercik embun
perlahan tulus
mengaliri peluh
mendekap penuh tanya
pagi akan kutertawakan
dalam lantai kamar mandi
suara air yang terbuang
ke lubang lubang kecil
yang nampak seperti saringan logam
detik yang mengeluh
sapuan rambut bagai ombak
tersibak dan terdiam
Redup
Meski pagi ini indah
melatiku pun tersenyum cerah
ada kucuran embun di bola mataku
yang tak bisa ku larung dalam panas mentari pagi
aku tak mengerti
sekali lagi tak bisa berpikir mengerti
begitu tenang kehidupanku
dengan riak airmata yang tak putus senyumiku
hingga biru telah berubah jelaga
rindu pun jadi tawar dalam tawa
pun tak pernah bisa mencaci langit
atas segala yang terjadi sepanjang musim mengalir deras..mengetuki rantai peristiwa
aku menurut saja
dengan binar maya senyumku
aku berlatih ketabahan
berikrar kesabaran
meski sakit pedihnya mencumbui bayang bahagia
yang kuhantar pulang dengan lapang
kapan berita kan reda
kapan senja gantikan nyala penuh bara
bahasakan cinta
tapi juga cawan cawan setia
ku tak ingin bermain curiga
ah..aku hanya setetes debu
yang adalah kepunyaanNya
seraup air mataku
takkan berharga sekali pun
dalam karam takdir irodahNya.
Dalam gelas permata kekuatanNya.
Di segala Maha.
Jakarta, 040312
melatiku pun tersenyum cerah
ada kucuran embun di bola mataku
yang tak bisa ku larung dalam panas mentari pagi
aku tak mengerti
sekali lagi tak bisa berpikir mengerti
begitu tenang kehidupanku
dengan riak airmata yang tak putus senyumiku
hingga biru telah berubah jelaga
rindu pun jadi tawar dalam tawa
pun tak pernah bisa mencaci langit
atas segala yang terjadi sepanjang musim mengalir deras..mengetuki rantai peristiwa
aku menurut saja
dengan binar maya senyumku
aku berlatih ketabahan
berikrar kesabaran
meski sakit pedihnya mencumbui bayang bahagia
yang kuhantar pulang dengan lapang
kapan berita kan reda
kapan senja gantikan nyala penuh bara
bahasakan cinta
tapi juga cawan cawan setia
ku tak ingin bermain curiga
ah..aku hanya setetes debu
yang adalah kepunyaanNya
seraup air mataku
takkan berharga sekali pun
dalam karam takdir irodahNya.
Dalam gelas permata kekuatanNya.
Di segala Maha.
Jakarta, 040312
Rabu, 07 Maret 2012
Sebelum Pagi Datang
Adakah degub asa dalam sayup-sayup
Pernahkah buih rasa seperti meletup
Sekilas lalu sebentuk paras jadi penutup
Kelopak kenangan terbuka dari kuncup
Mengiring sinar waktu hadir mengecup
Terangi dimensi yang lama meredup
Letaknya dicelah jiwa sebelum ruyup
Masih begitu enggan satu seluruh hidup
Engkau adalah penapak tilas sebuah ruang
Yang memutus habis ribuan untai benang
Dari butiran lembut pemerih tiada terbilang
Hingga kaitnya luka sungguh menghilang
Namun, dayaku musnah sebelum pagi datang
Tak sempat membingkai fajar menjelang
Ada kuasa yang tak sanggup tuk kutentang
Meski luas cinta bagai samudera membentang
Pernahkah buih rasa seperti meletup
Sekilas lalu sebentuk paras jadi penutup
Kelopak kenangan terbuka dari kuncup
Mengiring sinar waktu hadir mengecup
Terangi dimensi yang lama meredup
Letaknya dicelah jiwa sebelum ruyup
Masih begitu enggan satu seluruh hidup
Engkau adalah penapak tilas sebuah ruang
Yang memutus habis ribuan untai benang
Dari butiran lembut pemerih tiada terbilang
Hingga kaitnya luka sungguh menghilang
Namun, dayaku musnah sebelum pagi datang
Tak sempat membingkai fajar menjelang
Ada kuasa yang tak sanggup tuk kutentang
Meski luas cinta bagai samudera membentang
Selasa, 06 Maret 2012
TEORI SASTRA : I R A M A
Ditulis oleh Pakde Azir
BUMIKU MENANGIS
Karya : Setangkai Mawar Hitam
Rakyat makin terlihat miris..
Tapi pemimpin masih bisa tersenyum manis..
Aduan rakyat sudah tak digubris..
Para pemimpin terlalu sibuk mengatur bisnis..
Yang kaya makin kaya belanja dan shoping pun pergi ke paris..
Yg miskin makin miskin mengais rejeki pun jadi pengemis..
Bumiku telah menangis..
Semua'a makin tragis..
Bumiku telah menangis diatas orang-orang yg antagonis..
Bumiku terus menangis..
Diatas orang-orang yg egois..
Bumiku berhentilah kau menangis..
Layak'a sang gerimis..
Yg menjadi embun dan menipis..
Bumiku tumbuhkanlah generasi baru..
Hentikanlah tangisan duniamu..
Dunia yg telah penuh dengan keserakahan dan permainan pejabt yg tida malu..
Pada seorang anak kecil sepertiku..
Pertanyaan Mawar : Apakah tulisan di atas termasuk puisi atau sajak?
Secara singkat Pakde jawab :
Puisi : bentuk umum untuk karya tulis yang berirama.
Sajak : puisi atau prosa yang mementingkan persamaan bunyi.
Kesimpulan : Tulisan Mawar memenuhi kriteria kedua-duanya, ya puisi, ya sajak.
Jawaban itu ditimpali oleh Susi Susilawati : Selamat pagi, Pakde tadi mengupas sedikit tentang arti puisi; Puisi : bentuk umum untuk karya tulis yang berirama. Boleh lebih dalam mengetahui yang dimaksud dengan "irama" itu?
I R A M A
Irama (rythme) adalah faktor utama yang mencirikan sebuah karya untuk masuk ke dalam kategori puisi. Jadi bukan pada kalimat-kalimat pendek atau pun rangkaian kalimat-kalimat yang disusun vertikal.
Perhatikan tulisan berikut :
S A H A B A T
Karya : Yana Rezt
Di kala ku bersedih. Kau yang slalu menghiburku. Di kala ku sedang sendirian. Kau yang slalu menemani ku. Di kala ku sedang keterpurukan. Kau lah yang slalu membangkit kan semangat ku. Kau rengkuh aku dalam pelukan mu. Kau genggam erat tangan ku. Di kala keraguan telah menyapa ku. Kau tegur aku di kala suatu kesalahan telah ku laku kan. Bahkan tak segan" kau pun telah memarahi ku. Namun ku bangga dengan pengorbanan mu. Ku bahagia dengan kesetiaan mu. Ku merasa senang dengan sikapmu. Senyum ku adalah bahagiamu. Sedih ku adalah duka mu. Keterpuru kan ku adalah kebelengguan mu. Engkau adalah sahabat yang sangat mulia. Bahkan kau tak kan pernah melupakan semua tentng kita. Sahabat engkau sangat berati dalam hidup ku. Walau pun jarak dan waktu yang telah memisah kan kita. Namun kau slalu setia menemani ku. Walau pun di dumay dan di nyata.
Walaupun ditulis dalam bentuk kalimat panjang-panjang dan tidak disusun vertikal, tetapi karena di dalamnya terkandung faktor irama yang sangat dominan, maka karya Yana Rezt ini sudah tergolong puisi.
Timbulnya irama dalam puisi disebabkan oleh:
1. Perulangan bunyi berturut-turut dan bervariasi, misalnya sajak akhir, asonansi, dan aliterasi.
2. Adanya paralelisme-paralelisme, ulangan-ulangan kata dan ulangan-ulangan bait.
3. Adanya tekanan kata yang bergantian keras-lemah, yang disebabkan oleh sifat-sifat konsonan dan vokalnya atau panjang pendek kata juga disebabkan oleh kelompok-kelompok sintaksis, gatra atau kelompok kata.
Fungsi irama dalam puisi ialah agar :
1. Puisi terdengar merdu
2. Mudah dibaca
3. Menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tak terputus dan terkonsentrasi sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup.
4. Menimbulkan pesona atau daya magis.
Dalam praktek, kadang terjadi kerancuan pemahaman antara Irama, Melodi, dan Tekanan, yang semuanya berangkat dari satu pengertian yaitu rythme dan metrum yang terjemahan harfiahnya ialah “irama”.
A. I R A M A
Irama merupakan bagian dari struktur fisik dalam kajian puisi. Dimaksud dengan “irama” dalam pengertian bahasa adalah pergantian turun-naik, panjang-pendek, keras-lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Lebih ringkas lagi : “irama” ialah pergantian frasa berturut-turut secara teratur.
Irama ini akan lebih jelas terasa pada pembacaan puisi (dahulu disebut deklamasi).
B. M E L O D I
Melodi adalah susunan deret suara yang teratur dan berirama. Melodi timbul karena pergantian nada kata-katanya, tinggi-rendah bunyi yang berturut-turut. Pada umumnya “melodi” dinisbahkan pada nyanyian (lagu).
Bedanya melodi pada nyayian dan melodi pada puisi terletak pada frekuensinya. Macam bunyi (nada) yang terdapat pada puisi tak seberapa banyaknya dan interval (jarak nada)-nya juga terbatas.
Irama dan melodi bekerjasama dalam penyusunan sebuah puisi hingga menghasilkan (merupakan) kesatuan yang indah dan padu.
C. T E K A N A N
Ada tiga jenis tekanan :
1. Dinamika : tekanan pada kata yag terpenting, menjadi sari kalimat dan bait sajak.
2. Nada : tekanan tinggi-rendah. Perasaan marah, gembira, dan heran sering menaikan suara, sedang perasaan sedih menurunkan suara.
3. Tempo : cepat-lambatnya pengucapan suku kata, kata, atau kalimat.
Pola irama memang bukan sekadar perkara suku kata bertekanan dan tidak, yang menciptakan sepasang ”kaki” (atau lebih) yang ”berjalan” atau ”menari” sepanjang larik dan akhirnya sepanjang puisi. Pola vokal dan konsonan maupun panjang-pendek kata dan larik dalam sebuah puisi tentulah juga memegang peran membentuk irama. Namun, tak adanya unsur ”kaki yang berjalan naik-turun” secara teratur dalam sebuah puisi tetaplah sebuah cerita ketidak-hadiran. Paling tidak, absennya ”kaki” yang melangkah berirama itu kerap membuat ihwal ritme/irama dalam puisi Indonesia menjadi agak misterius: kehadirannya bisa dirasakan, tapi tak mudah diuraikan
Dengan demikian, pertanyaan Mawar sebagian yaitu apakah tulisannya termasuk puisi, telah terjawab dan konklusi kita yang pertama adalah definisi tentang puisi yaitu : bentuk umum untuk karya tulis yang berirama.
Bagaimana dengan sajak?
Ini konklusi yang kedua. Sajak adalah puisi atau prosa yang mementingkan persamaan bunyi. Persamaan bunyi ini disebut RIMA yang telah pernah Pakde publish di Note ini — http://www.facebook.com/note.php?note_id=140398852735320.
Dalam puisi berjudul Bumiku Menangis karya Mawar (Setangkai Mawar Hitam) di awal artikel ini, dapat dilihat adanya persamaan atau pengulangan bunyi vokal (u) seperti tampak pada larik "Bumiku tumbuhkanlah generasi baru". Perulangan bunyi demikian disebut asonansi.
Selain itu, juga dapat diamati adanya perulangan bunyi konsonan (s) seperti nampak pada "Bumiku terus menangis". Perulangan bunyi konsonan itu disebut aliterasi. Perulangan bunyi seperti contoh tersebut berlaku di antara kata-kata dalam satu larik. Rima demikian itu disebut rima dalam.
Lebih lanjut, jika kita mengamati bait pertama puisi tersebut, tampak juga adanya paduan bunyi antara setiap akhir larik sehingga menimbulkan pola persajakan a-a-a-a :
Rakyat makin terlihat miris..
Tapi pemimpin masih bisa tersenyum manis..
Aduan rakyat sudah tak digubris..
Para pemimpin terlalu sibuk mengatur bisnis..
Rima demikian itu, yakni rima yang terdapat pada akhir larik puisi, disebut rima akhir.
Pada contoh puisi tersebut juga dapat kita jumpai adanya pengulangan kata "Bumiku" pada setiap awal bait. Ulangan kata demikian disebut rima identik. Rima identik bisa di awal, di tengah atau di akhir setiap larik. Penempatan ini tergantung pada pilihan gaya bahasa (majas) setiap penulis.
Pengulangan bunyi disebut rima sempurna jika meliputi baik pengulangan konsonan maupun vokal, seperti tampak pada bait :
Yang kaya makin kaya belanja dan shoping pun pergi ke paris..
Yg miskin makin miskin mengais rejeki pun jadi pengemis..
Pada awalnya (dalam era Puisi Lama) puisi dan sajak adalah satu. Bentuk-bentuk sajak semakin tak mudah “dikenali” ketika puisi telah melepaskan diri dari bentuk-bentuk baku — pantun, talibun, soneta, dan seterusnya — menuju puisi bebas. Puisi bebas adalah puisi yang menghendaki penciptaan irama tersendiri yang khas bagi setiap karya. Dalam khazanah sastra yang memiliki puisi berirama di latar belakang, puisi bebas melepaskan diri dari kerangkeng formula penulisan puisi, tetapi sekaligus telah dirasuki oleh ”hantu-hantu” metrum yang bergentayangan memainkan irama-irama tersembunyi. Dalam khazanah sastra yang tak dikuasai tradisi puisi terikat, irama puisi bebas barangkali datang sepenuhnya dari diri si penyair. Dan akhirnya, pencapaian khazanah itu pun bergantung pada kehadiran sejumlah jenius dari waktu ke waktu, yang memetik sejumlah bahan dari khazanah lain dan mengolahnya hingga menjadi milik sendiri.
Dalam karya Mawar ini : puisi masih “bersahabat” dengan sajak. Tapi kelak akan tiba masanya di mana puisi akan “berpisah” dan membangkang terhadap sahabatnya.
Sebelum Berpaling Dari-Nya
Terpikir tuk sembunyi dibalik kematian
Seperti kan terhapus rona kepadihan
Namun benak melukis gurat ketakutan
Saat bayang dosa begitu riang berlarian
Entah kemarin, hari ini, atau pun esok
Nyatanya khilaf lebih dari seonggok
Sengaja, pun kepura-puraan terpojok
Memutar langkah dan seolah terseok
Beginilah dulu cara menyebar dalih
Selimuti hati agar terlihat ringkih
Membuat mata terpejam seperti letih
Biar yakin dunia akan pekik rintih
Tangan Tuhan sedang mengulur cinta
Lewat lentik jari-jemari derita
Namun betapa kerasnya aku meronta
Menghambur keluh kesah semata
Mudahnya berdamai dengan dosa
Rasa bersalah dibiarkan pula binasa
Sepertinya diri sendiri punyai kuasa
Merasa penuh dekap ini pada karsa
Mulanya riuh badai terdengar bising
Hingga kian jauh memilih berpaling
Kepatuhan tak lebih kukuh dari ranting
Maka habis pula iman makin mengering
Hanya sekejap saja diambil-Nya mutiara
Tetapi kecewa telah begitu membara
Andai tangan yang menggenggam bicara
Bahwa sungguh hidup dan mati itu setara
Kesementaraan dunia yang kini menua
Hari akhir tengah tenang menunggu bersua
Tak perlu dijemput maut akan datang jua
Mengapa tak mencoba lalui saja semua
Seperti kan terhapus rona kepadihan
Namun benak melukis gurat ketakutan
Saat bayang dosa begitu riang berlarian
Entah kemarin, hari ini, atau pun esok
Nyatanya khilaf lebih dari seonggok
Sengaja, pun kepura-puraan terpojok
Memutar langkah dan seolah terseok
Beginilah dulu cara menyebar dalih
Selimuti hati agar terlihat ringkih
Membuat mata terpejam seperti letih
Biar yakin dunia akan pekik rintih
Tangan Tuhan sedang mengulur cinta
Lewat lentik jari-jemari derita
Namun betapa kerasnya aku meronta
Menghambur keluh kesah semata
Mudahnya berdamai dengan dosa
Rasa bersalah dibiarkan pula binasa
Sepertinya diri sendiri punyai kuasa
Merasa penuh dekap ini pada karsa
Mulanya riuh badai terdengar bising
Hingga kian jauh memilih berpaling
Kepatuhan tak lebih kukuh dari ranting
Maka habis pula iman makin mengering
Hanya sekejap saja diambil-Nya mutiara
Tetapi kecewa telah begitu membara
Andai tangan yang menggenggam bicara
Bahwa sungguh hidup dan mati itu setara
Kesementaraan dunia yang kini menua
Hari akhir tengah tenang menunggu bersua
Tak perlu dijemput maut akan datang jua
Mengapa tak mencoba lalui saja semua
Bisik kenanga
Di bawah rindang kenanga
kupusarakan jingga merona
dari asap usang kenangan silam
biar angin membawanya berlari
campakkan ilusi hati
yang tegar pergi saat senja mulai mrem sepi
dan anak anak rambutku berkeliaran
tersapu sepoi basah angin dingin
usaikan kembara
teruskan sayap hitam luka
menembus dinding kabut
dan menghantam langit.
Jak, 010312
Senin, 05 Maret 2012
Lafal Hati
Derap berbatas
Senyap meluas
Pengap melibas
Harap terhempas
Lenyap terampas
Lesap meranggas
Lengkap tertindas
Menguntai kata
Mahligai cinta
Terurai dusta
Menjuntai pinta
Teratai penta
Melunglai renta
Terantai serta
Bersorai genta
Menangis sendu
Teriris rindu
Mengais pandu
Menepis tandu
Membingkis madu
Semanis candu
Mingikis windu
Setipis ladu
Hati merapal
Henti menyangkal
Arti dihafal
Ganti sejengkal
Bukti terdangkal
Nanti menebal
Inti menggumpal
Mesti melafal
Senyap meluas
Pengap melibas
Harap terhempas
Lenyap terampas
Lesap meranggas
Lengkap tertindas
Menguntai kata
Mahligai cinta
Terurai dusta
Menjuntai pinta
Teratai penta
Melunglai renta
Terantai serta
Bersorai genta
Menangis sendu
Teriris rindu
Mengais pandu
Menepis tandu
Membingkis madu
Semanis candu
Mingikis windu
Setipis ladu
Hati merapal
Henti menyangkal
Arti dihafal
Ganti sejengkal
Bukti terdangkal
Nanti menebal
Inti menggumpal
Mesti melafal
TEORI SASTRA : RIMA
oleh Pakde Azir
A. PENGERTIAN
Rima adalah persajakan atau perulangan bunyi yang sama dalam puisi yang berguna untuk menambah keindahan suatu puisi.
Contoh :
Berakit-rakit ke hulu
berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
bersenang-senang kemudian.
B. MACAM-MACAM RIMA
1. RIMA BERDASARKAN BUNYI
1.1. Rima Sempurna. Seluruh suku akhirnya berirama sama.
Contoh :
ma – lang
ma – ti
pa – lang
ha - ti
1.2. Rima Tak Sempurna. Hanya sebagian suku akhir yang sama.
Contoh :
pu – lang
pa - gi
tu – kang
ha - ri
1.3. Rima Mutlak. Seluruh kata berima
Contoh :
Mendatang-datang jua
kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
yang dulu sinau-silau
Kata jua yang diulang dua kali pada tempat yang sama itu berima mutlak.
1.4. Rima Terbuka. Yang berima adalah suku akhir suku terbuka dengan vokal yang sama.
Contoh :
bu – ka
ba – tu
mu – ka
pa – lu
1.5. Rima Tertutup. Yang berima itu suku akhir suku tertutup dengan vokal yang diikuti konsonan yang sama.
Contoh :
hi – lang
su – sut
ma – lang
ta – kut
1.6. Rima Aliterasi. Yang berima adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
Bukan beta bijak berperi
pandai menggubah madahan syair
Bunyi b pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.
1.7. Rima Asonansi. Yang berima adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata, baik pada satu baris maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
se – cu – pak
tum - bang
se – cu – kat
mun - dam
Yang disebut asonansi ialah vokal-vokal e – u – a dan u – a pada kata-kata tersebut di atas.
1.8. Rima Disonansi. Rima ini adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata seperti pada asonansi tetapi memberikan kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
Contoh :
Tin – dak tan – duk ( i– a / a – u )
Mon – dar man – dir ( o – a / a – i )
2. BERDASARKAN LETAK KATA-KATA DALAM BARIS
2.1. Rima Awal. Apabila kata-kata yang berima terdapat pada awal-awal kata.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemuda jangan suka berpangku tangan
2.2. Rima Tengah. Apabila kata-kata yang berima terletak di tengah.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemudi kaulah harapan negeri
2.3. Rima Akhir. Apabila kata-kata yang berima terletak pada akhir. Bentuk ini banyak digunakan dalam bentuk Pantun, Syair dan Gurindam.
Contoh :
Tolong-menolong umpama jari
bantu membantu setiap hari
Bekerja selalu berlima diri
itulah misal Tuhan memberi
2.4. Rima Tegak. Apabila kata-kata yang berima terdapat pada baris-baris yang berlainan.
Contoh :
Terlipat
Terikat
Engkau mencari
Terang matahari
Melambai
Melombai
Engkau beringin
Digerak angin
Terhibur
Terlipur
Engkau bermalam
Di tepi kolam
(J.E. Tatengkeng)
2.5. Rima Datar. Apabila rima kata-kata yang berima itu terdapat pada baris yang sama.
Contoh :
Air mengalir menghilir sungai
(bunyi ir pada akhir ketiga kata)
2.6. Rima Sejajar
Apabila sepatah kata dipakai berulang-ulang dalam kalimat yang beruntun.
Contoh :
Dapat sama laba
Cicir sama rugi
Bukit sama didaki
Lurah sama dituruni
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Terapung sama hanyut
Terendam sama basah
2.7. Rima Berpeluk (Rima Berpaut). Apabila umpamanya baris pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga. Rima ini terletak pada bentuk Soneta dengan rima a – b – b – a
Contoh :
Perasaan siapa ta’kan nyala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang sajak di tepi padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
2.8. Rima Bersilang (Rima Salip). Rima yang letaknya berselang-selang. Misalnya baris pertama berima dengan baris ketiga, dan baris kedua berima dengan baris keempat. Rima ini dapat kita jumpai dalam bentuk Pantun yang berrumus a – b – a – b.
Contoh :
Burung nuri burung dara ( a )
terbang ke sisi taman kayangan ( b )
Karangan janggal banyak tak kena ( a )
daripada paham belum sempurna ( b )
2.9. Rima Rangkai. Apabila kata-kata yang berima terdapat pada kalimat-kalimat yang beruntun. Bentuk ini dapat kita jumpai dalam bentuk Syair dengan rumusnya a – a – a – a ; b – b – b –b
Contoh :
Hatiku rindu bukan kepalang ( a )
Dendam berahi berulang-ulang ( a )
Air mata bercucuran selang menyelang ( a )
Mengenangkan adik kekasih abang ( a )
Diriku lemah anggotaku layu ( b )
Rasakan cinta bertalu-talu ( b )
Kalau begini datanglah selalu ( b )
Tentulah kanda berpulang dahulu ( b )
2.10. Rima Kembar
Apabila kalimat yang beruntun dua-dua berima sama. Misalnya dengan abjad a – a – b – b atau c – c – d – d – e – e dan seterusnya.
Contoh :
Sedikit pun matamu tak berkerling ( a )
Memandang ibumu sakit berguling ( a )
Air matamu tak bercucuran ( b )
Tinggalkan ibumu tak penghiburan ( b )
(J. E. Tatengkeng)
2.11. Rima Patah
Apabila dalam bait-bait puisi ada kata yang tidak berima sedangkan kata-kata lain pada tempat yang sama di baris-baris lain memilikinya. Rumus rima patah adalah a – a – b – a atau b – c – b – b
Contoh :
Beli baju ke pasar Minggu ( a )
jangan lupa beli duku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
jangan lupa ajaklah daku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
jangan lupa membesi dasi ( c )
Jangan suka jajan permen ( b )
lebih baik dibelikan semen ( b )
2.12. Rima Merdeka. Tidak ada yang bersajak
Contoh :
Hanya sebuah bintang ( a )
Kelip kemilau ( b )
Tercapak di langit ( c )
Tidak berteman ( d )
(Aoh Kartahadimadja)
3. RIMA MENURUT RUPA (BENTUK)-NYA
Rima Rupa (Rima Bentuk). Rima rupa (rima bentuk) hanya terdapat pada puisi-puisi Melayu Klasik yang ditulis dengan huruf Arab – Melayu. Tulisan ( bentuknya ) tampak sama, tetapi bunyinya berbeda.
Contoh :
1. Tulisan kata ramai (ﺭﺍﻣﻲ) dengan rami (ﺭﺍﻣﻲ)
2. Tulisan kata lampau (ﻠﻢ ﻔﻮ)dengan lampu (ﻠﻢ ﻔﻮ).
A. PENGERTIAN
Rima adalah persajakan atau perulangan bunyi yang sama dalam puisi yang berguna untuk menambah keindahan suatu puisi.
Contoh :
Berakit-rakit ke hulu
berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
bersenang-senang kemudian.
B. MACAM-MACAM RIMA
1. RIMA BERDASARKAN BUNYI
1.1. Rima Sempurna. Seluruh suku akhirnya berirama sama.
Contoh :
ma – lang
ma – ti
pa – lang
ha - ti
1.2. Rima Tak Sempurna. Hanya sebagian suku akhir yang sama.
Contoh :
pu – lang
pa - gi
tu – kang
ha - ri
1.3. Rima Mutlak. Seluruh kata berima
Contoh :
Mendatang-datang jua
kenangan masa lampau
Menghilang muncul jua
yang dulu sinau-silau
Kata jua yang diulang dua kali pada tempat yang sama itu berima mutlak.
1.4. Rima Terbuka. Yang berima adalah suku akhir suku terbuka dengan vokal yang sama.
Contoh :
bu – ka
ba – tu
mu – ka
pa – lu
1.5. Rima Tertutup. Yang berima itu suku akhir suku tertutup dengan vokal yang diikuti konsonan yang sama.
Contoh :
hi – lang
su – sut
ma – lang
ta – kut
1.6. Rima Aliterasi. Yang berima adalah bunyi-bunyi awal pada tiap-tiap kata yang sebaris, maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
Bukan beta bijak berperi
pandai menggubah madahan syair
Bunyi b pada kata-kata dalam baris pertama bait puisi di atas disebut rima aliterasi.
1.7. Rima Asonansi. Yang berima adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata, baik pada satu baris maupun pada baris-baris berlainan.
Contoh :
se – cu – pak
tum - bang
se – cu – kat
mun - dam
Yang disebut asonansi ialah vokal-vokal e – u – a dan u – a pada kata-kata tersebut di atas.
1.8. Rima Disonansi. Rima ini adalah vokal-vokal yang menjadi rangka kata-kata seperti pada asonansi tetapi memberikan kesan bunyi-bunyi yang berlawanan.
Contoh :
Tin – dak tan – duk ( i– a / a – u )
Mon – dar man – dir ( o – a / a – i )
2. BERDASARKAN LETAK KATA-KATA DALAM BARIS
2.1. Rima Awal. Apabila kata-kata yang berima terdapat pada awal-awal kata.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemuda jangan suka berpangku tangan
2.2. Rima Tengah. Apabila kata-kata yang berima terletak di tengah.
Contoh :
Pemuda kaulah harapan bangsa
Pemudi kaulah harapan negeri
2.3. Rima Akhir. Apabila kata-kata yang berima terletak pada akhir. Bentuk ini banyak digunakan dalam bentuk Pantun, Syair dan Gurindam.
Contoh :
Tolong-menolong umpama jari
bantu membantu setiap hari
Bekerja selalu berlima diri
itulah misal Tuhan memberi
2.4. Rima Tegak. Apabila kata-kata yang berima terdapat pada baris-baris yang berlainan.
Contoh :
Terlipat
Terikat
Engkau mencari
Terang matahari
Melambai
Melombai
Engkau beringin
Digerak angin
Terhibur
Terlipur
Engkau bermalam
Di tepi kolam
(J.E. Tatengkeng)
2.5. Rima Datar. Apabila rima kata-kata yang berima itu terdapat pada baris yang sama.
Contoh :
Air mengalir menghilir sungai
(bunyi ir pada akhir ketiga kata)
2.6. Rima Sejajar
Apabila sepatah kata dipakai berulang-ulang dalam kalimat yang beruntun.
Contoh :
Dapat sama laba
Cicir sama rugi
Bukit sama didaki
Lurah sama dituruni
Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Terapung sama hanyut
Terendam sama basah
2.7. Rima Berpeluk (Rima Berpaut). Apabila umpamanya baris pertama berima dengan baris keempat, baris kedua berima dengan baris ketiga. Rima ini terletak pada bentuk Soneta dengan rima a – b – b – a
Contoh :
Perasaan siapa ta’kan nyala ( a )
Melihat anak berlagu dendang ( b )
Seorang sajak di tepi padang ( b )
Tiada berbaju buka kepala ( a )
2.8. Rima Bersilang (Rima Salip). Rima yang letaknya berselang-selang. Misalnya baris pertama berima dengan baris ketiga, dan baris kedua berima dengan baris keempat. Rima ini dapat kita jumpai dalam bentuk Pantun yang berrumus a – b – a – b.
Contoh :
Burung nuri burung dara ( a )
terbang ke sisi taman kayangan ( b )
Karangan janggal banyak tak kena ( a )
daripada paham belum sempurna ( b )
2.9. Rima Rangkai. Apabila kata-kata yang berima terdapat pada kalimat-kalimat yang beruntun. Bentuk ini dapat kita jumpai dalam bentuk Syair dengan rumusnya a – a – a – a ; b – b – b –b
Contoh :
Hatiku rindu bukan kepalang ( a )
Dendam berahi berulang-ulang ( a )
Air mata bercucuran selang menyelang ( a )
Mengenangkan adik kekasih abang ( a )
Diriku lemah anggotaku layu ( b )
Rasakan cinta bertalu-talu ( b )
Kalau begini datanglah selalu ( b )
Tentulah kanda berpulang dahulu ( b )
2.10. Rima Kembar
Apabila kalimat yang beruntun dua-dua berima sama. Misalnya dengan abjad a – a – b – b atau c – c – d – d – e – e dan seterusnya.
Contoh :
Sedikit pun matamu tak berkerling ( a )
Memandang ibumu sakit berguling ( a )
Air matamu tak bercucuran ( b )
Tinggalkan ibumu tak penghiburan ( b )
(J. E. Tatengkeng)
2.11. Rima Patah
Apabila dalam bait-bait puisi ada kata yang tidak berima sedangkan kata-kata lain pada tempat yang sama di baris-baris lain memilikinya. Rumus rima patah adalah a – a – b – a atau b – c – b – b
Contoh :
Beli baju ke pasar Minggu ( a )
jangan lupa beli duku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
jangan lupa ajaklah daku ( a )
Beli kemeja ke pasar Senen ( b )
jangan lupa membesi dasi ( c )
Jangan suka jajan permen ( b )
lebih baik dibelikan semen ( b )
2.12. Rima Merdeka. Tidak ada yang bersajak
Contoh :
Hanya sebuah bintang ( a )
Kelip kemilau ( b )
Tercapak di langit ( c )
Tidak berteman ( d )
(Aoh Kartahadimadja)
3. RIMA MENURUT RUPA (BENTUK)-NYA
Rima Rupa (Rima Bentuk). Rima rupa (rima bentuk) hanya terdapat pada puisi-puisi Melayu Klasik yang ditulis dengan huruf Arab – Melayu. Tulisan ( bentuknya ) tampak sama, tetapi bunyinya berbeda.
Contoh :
1. Tulisan kata ramai (ﺭﺍﻣﻲ) dengan rami (ﺭﺍﻣﻲ)
2. Tulisan kata lampau (ﻠﻢ ﻔﻮ)dengan lampu (ﻠﻢ ﻔﻮ).
Langganan:
Postingan (Atom)
Senandung Rindu untuk Ibu
Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...
-
Senja yang terbakar oleh uap panas matahari mematikan daun daun mungilku burungpun enggan singgah di dahannya yang batu pucat maya bayan...
-
Oh Cinta... Aku dengar keluh kesahmu dalam wahana yang begitu sempit Duniamu tersangkut pada khayangan dilema Ingin menari, tapi kata hat...
-
Oleh Pakde Azir Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, 1808 — meninggal di ...