Sabtu, 31 Desember 2011
Balada setetes Doa
Cinta yang kuusung di titah do'a
seakan menagih bala
meneriakkan elegi di segala area
aku pun terpana
dalam tatap murka
waktu yang ternganga karena lena
indra ke enam yang terpedaya
belokkan jalan retas menuju mahkota
dalam udara berenda maya
aku pun menghela nafas
semampu ku bisa
ku coba paksa lahirkan sesuatu
tak urung kuciptakan serabut noda
dipucuk pucuk singgasana
tempat dua hati berpadu mesra
menuntun jalan pagi berseri
menggapai redhoNya.
Kuterpana!
Jakarta, 291211
Jingga nan merona
Pagi ini terasa harum bak melati
saat ku mulai menapaki susuran
keping hati
yang tak pernah bosan tersenyum
pada bayangmu yang kerap menyapa rindu
jingga nan menawan
merona teramat dalam
kan ku buka kedua tangan
untuk memintalnya jadi awan harapan
dalam kalbuku yang terdalam
semoga sinarannya akan abadi
menyentuh getaran rasaku
dan melabuh seiring jejak waktu
dalam buaian cinta dan setia
aku tahu kau sangatlah pemalu
tapi ku mohon
jangan kau lakukan sentuhan itu di lubukku yang dahaga.
Aku bisa mati dalam cinta
atau merenda luka di genangan mata.
Tak tahu langkah nirwana
meredam dusta
Kuyakin kau paham warna semua
jinggaku.Jingga nan merona itu..
Yang tertera di pita merah jambu
bersampul namamu..
Jakarta, 291211
Sentuhan kesyukuran
Bila malam bertahta
di setiap lembaran jiwa
tentu akan terbawa semua cerita
berbingkai aroma irama manusia
saling menggenggam cita
peluk erat setia
dekap lekat persahabatan
oh indahnya taman kebahagiaan
yang kubangun dari daun ketabahan
kesabaran akan bayang ketidakpastian
namun bermuara keindahan
biduk biduk keadilan
senyuman ketulusan
yang melingkari hasrat perdamaian
kita kadang selalu diingatkan
oleh sejarah
masa lalu dan kini hanya sekedar singgah
sedang semua tetap akan menjadi
sekuntum rindu
bila kelak kita terbayang
indahnya kebersamaan
dengan setiap jiwa
yang menggetarkan rasa
menggetarkan asa asa.
Jakarta,
281211
Saatnya Untuk Melangkahkan Cinta
cinta bisa saja hilang
tertinggal jauh di belakang
tempat terpencil
hidup adalah tuk dinikmati
setiap aliran yang berhembus
melewati kulit begitu halus
melaju tanpa ragu
kita tak berbuat curang
hanya mempergunakan kenyataan
tuk lahirkan kebahagiaan
dari puing penderitaan
saatnya mencari kota baru
yang lebih membuatmu nyaman
untuk tinggal dan berolahraga
belanja, tidur dan tersenyum
Tenang Jiwa Kemudian
tik..
satu cc air jatuh dari pinggiran gelas
yang ada di pinggiran meja kaca
dalam ruangan 4 x 5
berdekorasi putih minimalis
di pinggiran kota moskow
ketika musim semi tiba
di kota dubai
seorang pengamen merasakan tenang
bersamaan dengan jatuhnya air
saat itu, pedro di timor timur sedang belajar fisika
tepatnya tentang hukum gravitasi
dengan tenangnya
seperti perasaan seorang kosmonot dari jepang
yang sedang terdiam sejenak
di dalam orbit bumi
sambil melayang layang tanpa ada gravitasi
atau pertunjukan rock di layar kaca
jiwa tenang
tenang jiwa kemudian
Bangun Kembali Hati
jangan melanggar apa yang tidak boleh dilanggar
jika dilakukan
sama dengan memukuli, menusuk2 hati
membawanya kepada kematian
jika hati telah mati
jangan !
jangan biarkan hatimu mati
dengar suaranya..
sayup sayup..
gapai suara itu tanpa mempedulikan hasutan halus
semakin engkau menyerah kepada bisikan
engkau akan merasa enak
terus tenggelam ke dalam gelap
tegaslah bersikap
bersikap tegas
Bersama Sungai Tumbuh Peradaban
mengalirnya sungai
layaknya berlian
bersinar berikan kehidupan
kepada
ia yang tak berdaya
biarkan sungai ini mengalir
agar roda kehidupan trus berputar
dari mata air
lewati bendungan
selalu mengalir
biar kucari dimana asalnya
sebelum ku mulai tuk lalukan
karena pekerjaan ini
butuh kekuatan
semoga Tuhan percepat
semoga Tuhan ridhokan
semoga Tuhan berikan kemudahan
ketenangan, keberkahan
Kidung Kesyukuran
Hanya tinggal hitungan hari tahun ini akan berganti
Ku bersyukur masih bisa melihat esok
Ku janji akan menata hidupku lagi
Agar esok bisa lebih cerah
Alhamdulillah,
Terima kasih ya Allah
Engkau masih memberiku udara untuk bernafas
Aku bahagia bisa menatap esok
Moga esok yang akan datang aku bisa lebih baik
Dari hari ini ataupun kemarin
Kidung kesyukuran ini aku panjatkan
Kepada-Mu yang Maha Hidup
Rabu, 28 Desember 2011
Redup
Denting malam tlah lama usang
mentari pun berkibar
dalam kemarau dan hujan saling bersahutan
bersalipan
mengentas hari dengan latar peristiwa
mengentas hari dengan hasrat dan rima
luka luka
atau cinta
seakan memaki hati
untuk ucapkan selamat jalan
karena hidup tak sekedar cium pelukan
tapi lebih kepada harkat dan titipan
amanat perjuangan
ataukah langit percintaan
yang akan lebih sempurnakan cinta
dalam nadi para pecinta
Jakarta, 281211
Mengeja impian
Tak pernah kusangka
jadi serumit ini
lebih dari bahasa logika dan algoritma
bahkan semakit kusut masai
bila terus kucoba uraikan satu satu
impian biruku
masa depan yang kerap kusemaikan di bahu waktu
bagaikan menitiskan kata semu
fatamorgana kian nyata jadi belenggu
mencoba sekali saja bertahan
dalam diam
kutepikan semua harapan
kulepaskan biduk keinginan
sampai hatiku tenang perlahan
semakin tenang
biar saja kan kueja bara impianku
dengan laksa senyuman yang sempurna
latari keheningan sikapku
tentang segumpal kenangan
dan seraut wajah itu.
Entah kapan kan bertemu?
Dengarlah Hari Yang Baru
kilauan matahari pagi
bersinar masuk kedalam jendela
lebih baik aku menyendiri
tak memilih, daripada pusing
debu yang jatuh terpantulkan cahaya
bagai kisi kaca berikan beragam warna
mencari segenggam makna dari kehidupan
bukan berarti harus terjebak
beragam perbedaan yang telah terjadi
takkan buat lautan surut
bantu aku untuk naikan jangkar
atau pergi saja,
karena kita begitu berbeda
tak mengapa jika hari berganti
atau dunia berubah seiring waktu berlalu
bukankah kedamaian yang kita ingin cari
dengarlah esok,
dengarlah hidup yang baru
Tak Akan Lekang Oleh Waktu
masa kecil kita
masa yang menarik
ada banyak kejadian yang bikin tersenyum
ketika ibu memandikan di dalam baskom
seakan kita adalah boneka kura kura
ketika kita sakit
mereka begitu khawatir
panik mencari dokter terdekat
ketika kita menangis
mereka tawarkan wajah lucu
dan terbangkan kita hingga menjerit jerit
oh itu begitu bermakna
jangan samakan aku dengan buaya
aku tak akan pernah bisa untuk lupakan ini
walau hidupku kemana mana
seakan kisahku berlumur tanah
aku tak akan pernah bisa untuk membalas jasa
kau tahu, ketika kita bayi, jika kita pilek
mereka akan sedot hidung dengan mulutnya
menjaga kita agar tetap bisa hirup udara
jaga kita jangan sampai kesusahan bernapas
kau tahu, ketika kita bayi, jika kita kebelet
berjatuhan air di bajunya
senyum itu bukankah selalu ada
menemani di dalam hati
Biar
Ku tahu sikapmu itu jaim
Hingga kau tak akui bahwa kau juga mencintaiku
Biar waktu yang tunjukan padamu
Bahwa kau telah keliru tak jujur padaku
Biar saja kau sesali sendiri
Salahmu atas sikapmu
Sudah ku buka pintu hatiku untukmu
Ku ijinkan kau memasukinya
Tapi,mengapa kau belum peka dengan isyarat dariku?
Biarlah . . .
Biar kau sendiri yang menyadari
Aku juga mencintaimu
Jaimmu tak perlu kau pertahankan
Tak perlu kau takut rasamu tak terbalaskan
Karena sudah ku katakan bahwa aku juga mencintaimu
Aku mencintaimu
Seperti kau mencintaiku
Deru Luka Ditengah Desir Ombak
Temani aku sejenak duduk
Dalam diam kepala tertunduk
Bukan menghitung butir pasir
Hanya mendengar bunyi berdesir
Ombak yang ingin menyapa
Samarkan deru luka menerpa
Tepat ditepi sebuah pantai
Dimana kepedihan menjuntai
Lalu wajah menengadah
Sebelum senja pun ikut punah
Meminjam jingga sebagai warna
Penutup kelam jiwa yang sempurna
Namun belum redam riuh pilu
Masih perih bak terajam sembilu
Merasakan angin mengiris
Tetapi hati tak ingin menangis
Hanya perlu melepas kekang
Dan segera menghempas lekang
Bebaslah diri dari kenangan
Tak usahlah menderai linangan
Selasa, 27 Desember 2011
Bersama Turunnya Salju
salju turun hilangkan duka hati
bersama ketukan sepatu para pejalan
tinggalkan jejak di atas hamparan putih
lalu terkubur dan hilang begitu singkatnya
terang bulan yang terlihat begitu buram
seperti melihatnya dari balik kaca beruap
ketika cinta diharuskan untuk menunggu
akan menunggu, walau ini hampir malam
janji tuk bertemu di tempat biasa disana
melewati malam dengan pengharapan tak berhingga
tak ada kehangatan baju tebal tak kan pernah cukup
disini aku menunggu, yakin kau akan datang
hingar bingar di rumah rumah, di bukit, di televisi
diri ini kian diam semakin ingin menggigil
perjumpaan yang tak bisa pernah hilang dari
ingatanku, tentang keindahan, di dirimu
Biru Api Abadi
tua
keladi jangan nakal
belum cukup umur
untuk jadi tua
menggila di malam
di kala beruang
mencari santapan
sahabat
semua
berangkat
hanya kuku yang tersisa
dari silaunya peperangan
semangat di dalam hati ini
tetap menyengaja utuh
biar tua asal punya mimpi
tak pernah berhenti
jiwa muda tanpa beban kepada manusia
biar tua tapi kita belum tentu tua
jika dibandingkan dengan pepohonan
ratus tahunan
tidak ada kata tua
manusia makhluk yang muda
diberikan jatah waktu untuk hidup
tak lebih dari lamanya penjajahan kincir angin
Pena Di Hening Hati
malam melantun pena
bilas semua ragu yang ada
di hati
lilin lilin
menyala beriringan
seiring bunyi tuts piano
menjaga keutuhan
jiwa jiwa
merindukan, sapaan, kata katamu
semanis jalannya pertarungan
selalu tak pernah berhenti
malam ini kita lukiskan
beragam cerita pada bebatuan
dengan kapur, bertinta putih
sajak tentang burung camar dan surga di sana
aku pinta padamu
untuk tetap ada di sini
berjanjilah kita kan bernyanyi
di dalam keheningan
tentu kan indah
lilin lilin
redup bergandengan tangan
semilir angin riuh di luar sana
menjaga
pena ku tuliskan di dalam hati kita
tak boleh ada ragu dalam setiap kemauan
Jalinan Sahabat
ada begitu banyak orang di dunia
bermacam macam kepribadian mereka
ketika bahagia coba tuk tutupi tawa
teralihkan oleh rupa indah kebahagiaan
bersinar di wajahmu
ketika di senyummu
obati kekerasan watak yang tak pernah mau diam
dari kenalan kita dapat pengetahuan
berbagi canda seolah semua sahabat
lalu kalau semua jadi sahabat pun tak apa
kita kan pikirkan
cara menolong mereka
Melihat Ke Depan, Tuk Kita Berdua
jadilah orang nomer satu di hatiku
jadikan masa lalumu kuburan terlupakan
biarkan semua orang mencoba tahu
tiada yang salah dari kita
hanya manusia yang coba tuk saling
jujur dengan hatinya
semalam aku tak bisa tidur dengan nyenyak
bayangnmu slalu ada di depan mata ini
berkecimpung dalam bidang yang tak begitu wajar
tak membuat jalinan kita harus berubah
lihat ke depan
jalan yang panjang
kita kan berlibur kesana
berdua melenggang jalan bersama
Dalam Diammu Ku Terka Warna Pelangi
jujur katakanlah
keperluanmu cinta
jangan berdiam diri
tundukan kepalamu disana
andai ku tahu
yang sedang kau pikirkan
tapi mungkin ku tahu
tak kan kubicarakan
ada beragam jalur warna
di dalam setiap pikiran wanita
pintu pintu yang misterius
cobalah tebak apa isinya
dari sana,
kita akan
segera tahu apa keperluannya
dari sana,
kita bisa
coba terka keasyikan selanjutnya
dari sana,
kita tahu
beragam wacana dan variasi keindahan
Jiwaku Tak Lebih Dari Setitik Debu
pikirkan kapan waktu kan bawa nafas berhenti
apakah 40 tahun atau mungkin bisa kapan terjadi
jangan terlena dengan harta yang berlimpah
menyambut nafsu hingga tinggi lalu mau apa
pikirkan keadaan ketika
suara manusia tak lagi akan ada
berisik beralih kepada cahaya
bertanya berupa hidup yang kau cinta
Tuhan pahamkanlah hatiku ini
jalannya seimbang, berseri seri
rindukan diri ini kepada Maha Pencipta
karena tak ada daya
titik debu yang terlena
Biar Ku Gali Tanah Ini
sisi mata uang yang bertumpuk disana
menunggu jari bermain bersama pikiran
mencoba peluang
hal yang tak pernah terpikirakan sebelumnya
kenapa tidak kita coba lakukan
jika itu membuatmu senang, katakanlah
semut pun tahu, jika di dalam sarangnya yang besar
ia bisa menggali kemungkinan
karena bumi yang ia pijak begitu luas
5 Hari Menuju 2012
bulan ke dua belas hampir habis kawan
tinggal menghitung detik yang
tak akan lama lagi
berpindah, menjadi awal yang ceria
liburan kali ini coba mau kemana
dimana kamu akan pesta tuk rayakannya
bersama keluarga atau pergi liburan
ke tempat ujung jauh tuk nyalakan mercon mercon
atau hadir disini bersama warga kota
melihat langit malam yang seolah berganti warna
berdiri di antara irama kendaraan
yang tak bisa lagi untuk berjalan
dua ribu dua belas kawan
ini lah tahun yang kita tunggu
setelah setahun lamanya habiskan 2011 dan,
buktikan sgla apa yang pernah kita katakan
masih lima hari lagi jadwal pergantian tahunnya
tetapi rasanya hampir saja mau berubah
seolah sekarang waktunya tuk siapkan
sgala barang bawaan tuk dibawa di hari yang ramai
belum tentu semua akan punya agenda
belum habis waktu tuk pikirkan rencananya
rasakan dengan hati selayaknya apa yang kau cari
bebaskan perasaan menuju langit tertinggi
Dua Empat
88 lahir bayi dari benua
89 coba tuk repotkan mamanya
90 jadikan baskom tuk berjacuzi
91 bermain menjadi raja rajaan
92 belajar baca
93 jadi balita yang baik
94 inilah jati diriku
95 bermain diperumahan yang luas
96 saatnya bermain di sd
97 berbaris rapi pramuka
98 menjelajahi sawah dan sungai
99 berprestasi dan berlatih
00 kembali jadi diriku sendiri
01 menikmati jadi abg
02 berkah yang banyak turun
03 yakin dunia adalah lucu
04 waktunya untuk jadi seru
05 raih beragam warna warni
06 teguhkan hati tuju mimpi
07 begitu banyak tempat happy
08 mentari begitu cerah
09 inikah kebahagiaan
10 kan ku buktikan aku setia
11 dunia hampa dan ketiadaan
12 tekun mengoprek keadaan
Haruskah?
Haruskah kebencian jadi akhir kita?
Haruskah pelangi terkoyak jelaga?
Haruskah langit terbakar sepi sepi?
Kala rindu berayun di kaki sang kelam
lalu hujan menerbitkan lumpur kenangan
mata bersentuhan dengan tangis
bantal cinta pun mengaduh terserpih luka
ah..ini pasti hanya siluet fana
imitasi sempurna
dari ruang khayal kupunya
namun tak urung kuterperanjat jua
berharap sempurna cerita kita
tak tahunya malah serenade usang yang terpenjara sang bayu kelana
mengembara
bak musafir raya
singgah sehari sahaja?
Adab adab terayun manja
bintang pun turut berpesta
mengenang hadirmu menjelma
di dinding waktu tak sempurna
Jakarta,141211
ain saga
Harum Pagi
Kubingkai seraut wajahmu
dalam nyanyian lagu merdu
kubinarkan nada penuh rindu
menyapamu dalam ingatan
kaulah bunga pengharum langkahku
yang mengukir tiap coretan isi kalbu
dan jalan maya yang kulintasi
takkan lagi berujung sepi
takkan lagi elegi hitam menari
dalam waktu senggangku
kubingkaikan pagi
menata hari
merajut mimpi
warnai lubukku dengan cerah merekah
serta lautan imaji
yang berkilau sempurnakan nyala pagi
dengan jingga keemasan
dan pelangi keindahan
pagi ini menyepuh jingga asa
pada hati yang berhujan dan kerap menangis buta
Jakarta, 271211
Decak
Kuurai waktu yang kusut
terbelit kaki peristiwa
nafas malam kian pupus
mendengus dalam nadi
mencari jati sejati
menuju pagi
ku selalu menari
bermimpi
berpikir
dan menepi dengan getir
semua akan tetap teka teki
bila sutradara tak bisa memberi
terlalu murah bila cinta di taut ke lidah tiada tulang
lumutkan saja ia diam
dalam darah
yang mengalir tenang
menghangatkan
meninabubukan mayaku
jadi percik seguris kata nanti
menanti..
Pagi kan bersemi
untuk mengubur masa lalu.
Dan berpijak halus penuh bahagia
di bumi yang hijau merdeka.
Itulah bumi hatiku
yang kerap melentikkan jemari
pada nama dan liku.
Jakarta, 241211
Kuceritakan padamu
Dari getar angin yang berhembus manja
menepuk ujung kerudungku
aku bermunajat ke hadiratNya
memohonkan pintu maghfiroh
dan keikhlasan atas segala salah dan nodaku
aku ingin jadi putih yang indah
menemanimu melangkah di belantara hidup
aku ingin jadi cahaya
dalam gelisah
yang selalu menemani sendirimu
aku juga ingin rasakan sedu sedanmu
rapuh lirih langkah kecilmu
ingin kubingkiskan seribu warna
untuk menemani kebosananmu
namun bila kau tak tahu
akan arti sederhana diriku
maafkan aku
yang terlalu
tak biasa hormatimu
aku diam
dalam tangis
aku bermohon
dalam angan
akankah misteri cinta ini
Jadi terbuka dan terpenjara
cinta..mengertilah.bila ku cinta.
Jakarta, 241211
Dari Hilir Anak Sungai
Sesaat lalu perjalanan dimulai
Dari hilir kecil anak sungai
Mengalir, begitu saja terurai
Entah kemana akhirnya sampai
Sesekali memercik air bergulir
Keluar batas tempatnya mengalir
Basahi sisi kering penuh getir
Diantara bebatuan dan butir pasir
Tak lama menguap di udara
Disengat terik nan membara
Atau sekedar terserap oleh lara
Dalam buaian angin kembara
Yang lain dapati kesempatan
Bermuara diluasnya lautan
Namun terambil jua sebagian
Naik mengisi gumpalan awan
Jatuh lagi seiring hujan turun
Menjadi kesejukan titik embun
Menetes lewati sehelai daun
Kembali ke hilir awalnya mengalun
Seperti halnya satu putaran hidup
Terus bergantian tanpa pernah terliup
Kala malam datang, langit pun redup
Gemintang berlalu, pagi pun dihirup
Begitu pula adanya duka direlung hati
Lambat laun bahagialah yang mengganti
Tangis bertandang menggores berjuta arti
Bahwa dalam kelam, cerahnya esok pun menanti
Senin, 26 Desember 2011
Melodi Sendu Tentang Rindu
Penaku, kembali berayun disela kesunyian
Menempatkan detak hati pada keabadian
Biar, tilasan waktu membacanya bergantian
Kemudian memaknai indahnya kebersamaan
Jejak pencarian atas tawa masih tertinggal
Begitu runtut dalam aksara tanpa terpenggal
Menyadari bahwa hidup tak pernah jadi kekal
Namun tak jua jadi alasan langkah penuh sesal
Peri malam menghilang tuk ajarkan tentang sepi
Dimana letihnya diri dibiarkan tuk temui tepi
Kesendirian adalah penataan tuk menangi api
Agar pudarlah kegelapan, tak lagi diratapi
Lihat kawan, disinilah aku tetap termangu diam
Menuang warna diatas kanvas berdasar kelam
Mencoba melukis kedamaian agar jiwa pun tentram
Diantara garis sederhana pembentuk pola suram
Dengarlah benakku yang memainkan melodi sendu
Begitu mudahnya dijabarkan jadi lirik tentang rindu
Pada manisnya kenangan, kala kisah kita saling beradu
Antara senyum dan tangis, dalam persahabatan berpadu
Menempatkan detak hati pada keabadian
Biar, tilasan waktu membacanya bergantian
Kemudian memaknai indahnya kebersamaan
Jejak pencarian atas tawa masih tertinggal
Begitu runtut dalam aksara tanpa terpenggal
Menyadari bahwa hidup tak pernah jadi kekal
Namun tak jua jadi alasan langkah penuh sesal
Peri malam menghilang tuk ajarkan tentang sepi
Dimana letihnya diri dibiarkan tuk temui tepi
Kesendirian adalah penataan tuk menangi api
Agar pudarlah kegelapan, tak lagi diratapi
Lihat kawan, disinilah aku tetap termangu diam
Menuang warna diatas kanvas berdasar kelam
Mencoba melukis kedamaian agar jiwa pun tentram
Diantara garis sederhana pembentuk pola suram
Dengarlah benakku yang memainkan melodi sendu
Begitu mudahnya dijabarkan jadi lirik tentang rindu
Pada manisnya kenangan, kala kisah kita saling beradu
Antara senyum dan tangis, dalam persahabatan berpadu
Minggu, 25 Desember 2011
Cintaku, Rasa yang Sederhana
Cintaku, bukanlah kesementaraan yang pendek
Tak sama seperti lemah tangkai bunga tergolek
Tiada menyerupai tipis kelopak mudah robek
Meski memang tak sekeras suara alam merengek
Jiwaku, ingin memapar rasa dengan sederhana saja
Menulis dengan aksara yang begitu mudah di eja
Lalu menyusunnya menjadi prasasti beralas baja
Yang tetap utuh meski pusaran waktu terus meraja
Ragukanlah, sesuka hatimu bertanya tentang masa
Jadi bimbang, andai bukan binar ini yang berkuasa
Yang tak menggebu, katamu, kan terhapus tergesa
Hingga hanya setitik kepercayaan dapat tersisa
Kesungguhanku, tak perlu terlalu lantang diteriakkan
Biarlah seisi semesta kelak memberi satu kesaksian
Tentang bagaimana tangan ini menguatkan genggaman
Atau bahkan memeluk sangat erat pilar-pilar kesetiaan
Menantimu, diantara luas jarak memisah membentang
Menyempurnakan cinta dari balik dinding nan menjulang
Selaraskan warna, meski berjuta gurat beda menentang
Ingin selamanya, bersamamu menjemput pagi datang
Tak sama seperti lemah tangkai bunga tergolek
Tiada menyerupai tipis kelopak mudah robek
Meski memang tak sekeras suara alam merengek
Jiwaku, ingin memapar rasa dengan sederhana saja
Menulis dengan aksara yang begitu mudah di eja
Lalu menyusunnya menjadi prasasti beralas baja
Yang tetap utuh meski pusaran waktu terus meraja
Ragukanlah, sesuka hatimu bertanya tentang masa
Jadi bimbang, andai bukan binar ini yang berkuasa
Yang tak menggebu, katamu, kan terhapus tergesa
Hingga hanya setitik kepercayaan dapat tersisa
Kesungguhanku, tak perlu terlalu lantang diteriakkan
Biarlah seisi semesta kelak memberi satu kesaksian
Tentang bagaimana tangan ini menguatkan genggaman
Atau bahkan memeluk sangat erat pilar-pilar kesetiaan
Menantimu, diantara luas jarak memisah membentang
Menyempurnakan cinta dari balik dinding nan menjulang
Selaraskan warna, meski berjuta gurat beda menentang
Ingin selamanya, bersamamu menjemput pagi datang
Teringat tentangmu
Mengalun lagi lagu rindu itu
tatkala jiwa sepi dan sendiri
ia berdesir laksana buih di pantai nan jauh
menerjang batu karang terjal
dan hempaskan ke bibir pasir menawan
kau tak pernah tahu
dan mungkin memang tak pernah ingin tahu
saat hening menyergap jemari hatiku
dan kabut senja melambaikan sembilu di binarnya sunset itu
kau pun juga tak bisa tahu
bila saja aku mengenang sosokmu di bahuku yang rapuh
atau sekedar menatap riak awan berkejaran menabuh hujan
rintiknya yang dingin
gemeretak basahi segenap raga
menelusupkan nyeri luka
karena semua kata pedasmu
hitam cacimu
lumatkan airmataku
yang tak bisa mengerti
mengapa kau selalu menyakiti
rasa ini?kasih ini?
Sedang malam kumandangkan
senyuman gemintang
cakrawala pun bersepuh intan
berkedip bak boneka india
yang kerap kutimang dalam permainan masa kanak kanakku
yang kini luput kuendapkan dalam kalbu.
Tak bisa fahami katamu yang selalu sama kuratapi
mengapa diam dan diam lagi
hanya menyepi di sudut hati
tak mungkin kembali
kupeluk sejati.
Jakarta, 241211
Saat kupahat Sepi
Melangkah sendiri
mandiri dalam imaji
melayangkan hati yang bertabur simpati
pada bunga yang tersenyum dalam kelopak mekar
pada tunas tunas daun yang mulai menghijau segar
kuhirup tawa mereka seperti nyanyian surga
dan meretaslah semua cinta
bersama hembusan bayu
percikan gerimis senja
ah..suasana
hanyutkan sepi ini
jadi sebuah bayang penuh misteri
yang kerap menemaniku dalam
rengekan hati ini
aneh namun tak bisa kupungkiri
adanya selalu hangatkan jiwa lesu
di tiap malam malamku singgah
menuju kelambu peraduan
tempat kumuarakan impian
dan kusandarkan selaksa harapan.
Menuju binar matahari
menyalami tetesan embun pagi nan suci.
Jakarta, 231211
Coretan sekeping rasa
Sekian lama
berkayuh dalam waktu
seakan tak pernah sekedip pun
warnamu hilang dalam pelangi
seakan semua gelap menjadi terang
dan percikkanya terendam tawa
bahagia
menjelma nyata
diantara hitam yang pupuskan dahaga
aku mengeja perlahan
sebuah aksara penuh luka
yang terpahat abadi
menyemai sunyi.
Jakarta, 231211
Hujan di Hatiku
Bagaikan malam menebar kelam
langit pun terasa muram
enggan berkedip bercengkerama
bersama gemintang
sekedar melantunkan bait kesejukan
berbalut kesunyian
di batas kehidupan
lewat moleknya kerlap kerlip bintang
tak sama dengan alunan suara hujan
yang jatuh ke bumi
lalu mewangikan semua bunga
mendinginkan cakrawala
semesta raya alam nirmala
hatiku luka
menggigil di sukma egomu
yang mengirim bayu amarah
hingga segalanya menghitam dalam rinai pedihku
tangisku
tak ingin kusentuh lautan rindu
bila segaranya akan membenihkan benci
di muara hati.
Lalu sepi memanggil masa laluku
sekedar bertukar waktu
kubenamkan dalam larut bayangmu
sampai kulelap mencoba melupakan semua kenangan itu
sebelum menghapus jejak jejak rindumu
di pelataran keikhlasanku
menerima semua takdir kuasa
dariNya.
Jakarta, 221211
Kasih Ibu Di Mataku
Pagi yang hangat
saat ku mulai bangun dan terjaga
dari mimpi mimpi indahku
terbayang seraut wajahmu
yang hidup merdeka
dalam lubuk sanubariku
tak bisa kugantikan cintamu ibu
yang selalu setia mengalir lembut
ke dalam darahku
meski ku telah jauh dewasa
dan mandiri dalam masa
tak ingin kulukai senyummu ibu
hingga selalu ku jaga namamu
di setiap jalan kehidupanku
karena kita bukanlah makhluk sempurna Nak..
Maka belajarlah tentang hidup
belajarlah tentang cinta yang hakiki
yang bisa kau petik dari taman keindahan
pada setiap hati yang kau temui
sepanjang arus perjalanan
begitulah..
Ibu kerap menasehati.
Tak henti.
Tak putus.
Meski aku kerap merajuk
kerap sembunyi dengan keegoanku
ibu menyayangiku seperti matahari pagi menebar sinar
di bumi
ibu juga yang selalu ada
dalam lelah sakitku
dalam patah dan gelisahku
ibu memanjakan permintaanku
memeluk erat seluruh perasaanku
ibuku..
Taman syurgaku.
Kusayang..padamu:)
Selamat Hari Ibu.
LUv U ibu..:)
Jakarta,@221211
Lelah
Terbenam dalam lorong waktu
tak ku temui bayanganmu
sepi yang menghampiri
menambah beban tiada terperi
terhempas di peluk mayamu
melabuhkan pedihku
mengembang bait sendu
dibelukar tunas aksara yang layu
lelahku menantikanmu
hilangku dalam belenggu
rindu kini bercerai berai
seolah maknanya luntur
disaput malam
ingin kulupakan semua beban
tak ayal kau pun membayang
airmataku telah dulu melabuh tenang
bilakah padam prahara rasaku
Jakarta, 201211
Mengantuk
Tak bisa kupungkiri
pagi dingin ini
membuat mataku terkatup lagi
tanpa komando dan basa basi
aku lelap kesekian kali
nikmati mimpi yang belum sempat kukremasi
belum sempat kusenyumi
di bibir pagi yang mulai rekahkan tawanya
pagi ini..udara terasa suam kuku
dan kubisikkan hati
selamat tidur lagi.
Aku masih mengantuk
masih ingin memeluk sang mimpi
di detak sebelum mentari kembali berseri.
Jakarta, 211211
Saat Pagi Turun
Saat pagi turun ke jendelaku
dinginnya menyentuh selaksa mimpi purbaku
hangatnya yang beledru
menyelimuti asa baru
akupun tersipu malu
merambatkan nafas perlahan
dengan sinaran yang kupahat
diam diam berpayung awan
mengeja tiap helai namaNya
dan mencoba setia
dalam gelap dan gelombang pasang
kehidupan yang berlautan lara
kerap patahkan dahan rasa
yang telah lama menjuntai di kaki
malam penuh gemintang cita
tak urung kusaputkan kabut hingga menepi
kembali menjemput pagi
turun ke bumi
bersama sang matahari
yang indah berseri
tak seindah luka tak terperi
namun pagi yang terakan rimbunan asa baru
menggugah bumi hatiku.
Berlari hingga hilang pedih perih.
Ini.
Jakarta, 191211
Dalam Tirai Sepi
Kuterbangun
oleh gerimis menuju hulu
ia mendecakkan rawanku
di bait nama yang kerap kutunggu
namun tak jua ia berlaku
menuju samudera hati ini
kulampiaskan muara kesal
di baris tanpa nyawa
kecuali penat
yang memanah luka
menuangkan anggur kesabaran
seperti impian yang lama meracik
kata jadi nyata
biar kusambut dentangnya
bersama tirai sepi yang mengalun
lewat waktu dan sinar rinduku.
Aku kan setia di situ
hingga embun pagi datangkan senyuman
menitik lembut di jemari mawar
yang harum menganyam pagi.
Jakarta, 181211
Bila Kita
Bila kita..
Serupa dalam rasa
tentu semua akan melukis hampa
bila kita jauh dari tawa
gelap kan jadi jumawa
namun bila kita sama berjalan
mungkin pandangan akan lebih menjadi terang
ketenangan
isak tangisan
akan memberi keindahan
setelah hujan semalam
getir yang beradu dendam
lamunan ombak di pantai hati
kan kusematkan di jemari
semua mimpi
yang jatuh berguguran
menyentuh kenyataanku.
Mengalirkan bisu yang selalu biru.
Jakarta, 171211
Jangan Tanya Aku Tentang Cinta
sebelumnya aku adalah pria tanpa rasa
apalagi mendengar kata cinta
seperti ingin tertawa
seolah ia adalah penghabis waktu semata
yang tak bernilai untuk diperjuangkan
hingga aku mengenalnya
pada awalnya hanya mengikuti aliran air
dan rasa itu tumbuh
memberikan sebuah perasaan yang, nyaman
kini ketika hidangan telah usai
ketika meja telah kosong kembali
cinta tak seburuk yang aku kira
seingatku, ia memberi sebuah kekuatan
entah apa namanya
sebuah energi positif yang begitu intens
melingkupi hari hari
dan keberadaanmu di dunia
kini aku kembali menjadi pria dengan tatapan dingin
sedingin wadah es krim, haha
tapi dengan keyakinan
cinta adalah cahaya yang bernilai untuk diperjuangkan
jika kau telah jumpainya
Tuhan Pulaslah Jiwaku
ruangan ini kumuh
begitu sempit penuh
bekas coretan dan
sgala keheningan
tembok yang lembab menghimpitku
sesali semua yang ku lakukan
tak ada lagi tempat tersisa
biarkan ku hirup udara
biarkan aku melihat keluar
takkan kuulangi lagi
harapan yang terus kuungkit
dalam rintihan
bersanding bersama
bara yang memudar
dendamku hanya ada untuk aku menderita
Tuhan pulaslah jiwaku
jadikan seperti dulu
ketika semua manusia bahagia
dengan keberadaanku di dunia
Sebuah Rencana Kejutan
aku sedih
karena hari ini
rumahku terkena debu yang begitu banyak
sehingga lantainya kotor
padahal hari ibu
diam diam bersama adik
kamipun segera mengepelnya
hingga mengkilat
sebelum ibu kembali ke teras depan
ketika ibu kembali
ia kembali dibuat terkejut
bersama ayah kami memberikan kue
bergambar seorang ibu sedang tersenyum
yang dilukis oleh tinta dari pasta manis
ibu tertawa, ayah ikut juga
lalu kami bahagia dibuatnya
Oh Ibu
kasih ibu bagai
angka delapan
tak ada ujungnya
erat memeluk damai
masakan ibu bagai
angka nomor satu
memberikan tenaga
lebih dari semua restoran
ibu, oh ibu
senyum yang lucu, ibu
difoto, ibu
untuk kenang kenangan nanti
ketika aku kembali ke perantauan
doamu ibu
ibarat bensin
yang terus mengalir benahi ranah keterasingan
dari dunia
ya Allah
jadikan aku anak sholeh
yang bisa bahagiakan ibu
dengan apapun yang ada pada diriku
bukan untuk kapan
untuk hari ini
untuk tiap detik kedepan
untuk setiap saat di hidupku
Lenteraku
Dalam gelap aku tetap merasa terang
Karena tanganmu yang membawa jiwaku ke dalam cahaya penerang
Kau penyejuk jiwa
Penuntun langkah bilaku lelah
Pemberi petunjuk bila ku tersesat
Duhai ibu . . .
Kaulah lenteraku
Sesat langkah bila tanpa panduanmu
Tetaplah di sini temani aku
Jangan tinggalkan aku sampai ajal menjemput
*i love m0m
Never Give Up
damailah
dengan dirimu sendiri
biarkan jalan hidupmu begini
bicarakan semua yang tak kau ketahui
dengan dirimu sendiri
dengan dirimu sendiri
tak mudah untuk bisa menerima keadaan
tapi yakin kamu bisa walau susah tuk buatnya
tak ada yang kan bisa menahan apa yang kau mau
yakinlah kau bisa
walau apapun coba menghadang
nurani yang terkubur
bangkit dari kematian
jalanmu
jangan ragu
kau lewati
dengan penuh keberanian
never and never and never
never and never and never
never give up
Vanila
harum semerbak
bubuk putih di taman
terbang jauh dibawa kupu kupu
ke dalam ruangan
di hawa makanan
bercampur dingin manisnya rasa es krim
vanila
kau bagaikan mutiara
berikan rasa bebas tuk segarkan tiap kesempatan
vanila
terbang membawaku ke cuplikan langit pagi
mengecapmu sejukkan hati
dan vanila
kau pertemukan kembali
rasa indah yang dulu mekar dan bersemi
di kini
cinta itu hadir kembali
Menggali Dalam Gelap
hidupku seperti zombie yang baru bangkit
berkeliaran tak ingin masuk tanah lagi
mencari makanan di tempat persembunyian
enggan keluar sebelum ada banyak saudara
gigit lah dunia jadikan semua
saudara, satu nama
biarkan mereka berontak dan teriak
dan ketika langit malam
kunci setiap pintu rumah
rasa tanah enggan hilang dari baju ini
perasaan seperti telah hilang
tak ada lagi bunyi di dalam hatiku
semua telah musnah dan sisakan tubuh ini
Batas Paling Biru
hari pun berganti menjadi hari
dimulai pagi di akhiri oleh malam
suasana terang, remang menuju kegelapan
temperatur berubah perlahan
mendinginkan rasa di permukaan kulit
menghangatkan sumbu perputaran inti kehidupan
seperti roda
terus berputar seolah tak pernah mau berhenti
tak pernah ada ujung
selalu kembali kepada tempat dimana ia muncul
seiring geraknya usia manusia kian menua
setiap derajat perubahan posisinya ibarat pasir
yang mengucur perlahan pada sebuah jam
menandakan waktu yang terus berjalan
meninggalkan setiap peristiwa yang telah terjadi
bulat seperti bola,
sedikit menggelembung di titik kutubnya
memancarkan sekelumit pantulan cahaya
surga biru, planet biru, itu bumiku
Di Balik Mata Tenun
aku adalah seorang pedagang
yang selalu menengadahkan tanganku
di tiap kesempatan
kepada Yang Maha Memberi Rizki
tiap keping yang kuterima
begitu besar rasa syukur dari dalamnya
setiap nafas yang ku hembus
alangkah nikmatnya karunia yang ia berikan
dekatkan aku padaMu Tuhan
jadikan segalanya berarti
bagi diriku, bagi orang tuaku
bagi orang orang yang ada di sekitarku
bagi tetanggaku, bagi saudaraku
bagi keramahan alam dan kelengkapan jasad
tuluskan, ikhlaskan
karena hamba hanya titik
kecil tak terukur
tak berdaya tak miliki apapun
jadikan jalan ini pintu rahmatMu
jauh dari segala ambisi
melengkapi yang butuh
menyamankan yang terkeruh
agar dengan ada nya imanku terpelihara
amin
Seandainya Kau Ada
aku terhenti disini
seperti di dalam mimpi
menggapaimu dalam deru
pikiran mengganggu
jauh dulu ketika bumi masih berpijar
ketika batuan cair yang terbakar
jauh sebelum turun manusia ke bumi
sebelum mentari berbaik hati dengan sinarnya
kau beri air dingin
ketika hutan meranggas kering
kau beri balutan kepada
jalinan luka luka
dimana dirimu
sekarang dan nanti
dikala ku sendiri
tak terbayangkan
seandainya kau ada
seandainya kau ada
Kamis, 22 Desember 2011
Ibu, Lautan Kasih Tanpa Batas
Berjuta kata telah coba tuk dirangkai
Menggambarkan kasih yang teruntai
Dari titik awal satu kehidupan dimulai
Sampai saat sikap diri beranjak piawai
Bak kesetiaan mentari membuka pagi
Kesederhanaan cinta itu tak terbagi
Hanya demi lurus garis nafas sinergi
Penerang kemanapun langkahku pergi
Ibu, diantara kerikil jalanan yang berserak
Engkau memungutinya agar tak terinjak
Oleh kedua kaki yang belum jua bisa tegak
Berdiri di alas bumi tempatku kini berpijak
Katamu, dunia bukan sedang tidak santun
Ketika lengking keras nadanya terlantun
Tiap petik dawainya hanya ingin menuntun
Pada kekuatan pribadi, kokoh terbangun
Saat tangisku mengurai tiap lembar keluh
Hingga keyakinanku sepenuhnya luruh
Dengan lembut, jemarimu hapuskan peluh
Bangkitkan semangat yang hampir runtuh
Sejenak merebahkan raga dalam pelukmu
Mencari hangat ditangah buaian semu
Hampir beku jiwaku kala duka kental teramu
Selalu senyummu jadi penawar, tiada jemu
Lautan kasih sayang ini sungguh amatlah luas
Membentang ditiap jengkal duniaku, tanpa batas
Betapapun kini ungkap terimakasih coba kukemas
Tak kan cukup sebab pengorbananmu tak terbalas
Menggambarkan kasih yang teruntai
Dari titik awal satu kehidupan dimulai
Sampai saat sikap diri beranjak piawai
Bak kesetiaan mentari membuka pagi
Kesederhanaan cinta itu tak terbagi
Hanya demi lurus garis nafas sinergi
Penerang kemanapun langkahku pergi
Ibu, diantara kerikil jalanan yang berserak
Engkau memungutinya agar tak terinjak
Oleh kedua kaki yang belum jua bisa tegak
Berdiri di alas bumi tempatku kini berpijak
Katamu, dunia bukan sedang tidak santun
Ketika lengking keras nadanya terlantun
Tiap petik dawainya hanya ingin menuntun
Pada kekuatan pribadi, kokoh terbangun
Saat tangisku mengurai tiap lembar keluh
Hingga keyakinanku sepenuhnya luruh
Dengan lembut, jemarimu hapuskan peluh
Bangkitkan semangat yang hampir runtuh
Sejenak merebahkan raga dalam pelukmu
Mencari hangat ditangah buaian semu
Hampir beku jiwaku kala duka kental teramu
Selalu senyummu jadi penawar, tiada jemu
Lautan kasih sayang ini sungguh amatlah luas
Membentang ditiap jengkal duniaku, tanpa batas
Betapapun kini ungkap terimakasih coba kukemas
Tak kan cukup sebab pengorbananmu tak terbalas
Sabtu, 17 Desember 2011
Pedihku Tak Kan Terhibur
Malam ini, pedihku tak kan terhibur
Sekalipun gemintang jatuh melebur
Dihadap lamun pikir yang tertidur
Atau menjadi terang sebagai pelipur
Berjalanlah, berlalu dari putaran waktu
Sebelum kesakitan ini kian menyatu
Sepertinya bulan pun enggan jadi ratu
Membiarkan perca-perca hitam bersekutu
Gelap nuansanya, biar terus kunikmati
Sekelam dimensi dibalik jeruji hati
Percuma pula bila titik cahaya dinanti
Terlalu jauh tuk digapai, sebatas berhenti
Tak selangkahpun maju dari kebekuan
Diam dalam kalut jiwa tak tertahan
Diantara sayup coba samarkan teriakan
Agar meleleh gemanya bersama hujan
Alam pun tak ingin mendengar tangis
Maka mengutus langit jatuhkan gerimis
Sayatan yang membuka isi jiwa teriris
Tak lebih baik dari jengkal tanah terkikis
Dahan harapan begitu dalam ditanam
Agar lamanya masa ia mampu semayam
Namun akarnya tetap mudah dicengkeram
Menjulur keluar mendekati genggam
Tak usahlah menyuguhkan manisnya senyum
Biar pahitnya realita seluruhnya ku kulum
Meski kelak mati segala rasa yang terangkum
Sebab sedihku kali ini tercium begitu harum
Sekalipun gemintang jatuh melebur
Dihadap lamun pikir yang tertidur
Atau menjadi terang sebagai pelipur
Berjalanlah, berlalu dari putaran waktu
Sebelum kesakitan ini kian menyatu
Sepertinya bulan pun enggan jadi ratu
Membiarkan perca-perca hitam bersekutu
Gelap nuansanya, biar terus kunikmati
Sekelam dimensi dibalik jeruji hati
Percuma pula bila titik cahaya dinanti
Terlalu jauh tuk digapai, sebatas berhenti
Tak selangkahpun maju dari kebekuan
Diam dalam kalut jiwa tak tertahan
Diantara sayup coba samarkan teriakan
Agar meleleh gemanya bersama hujan
Alam pun tak ingin mendengar tangis
Maka mengutus langit jatuhkan gerimis
Sayatan yang membuka isi jiwa teriris
Tak lebih baik dari jengkal tanah terkikis
Dahan harapan begitu dalam ditanam
Agar lamanya masa ia mampu semayam
Namun akarnya tetap mudah dicengkeram
Menjulur keluar mendekati genggam
Tak usahlah menyuguhkan manisnya senyum
Biar pahitnya realita seluruhnya ku kulum
Meski kelak mati segala rasa yang terangkum
Sebab sedihku kali ini tercium begitu harum
Menengadah, Terhujam Resah
Disela lambat masa, diri menengadah
Pada atap bumi, menghadapkan wajah
Tepat saat goresan warnanya berubah
Membuka jalan bagi rintik tertumpah
Menyembunyikan kelopak yang kalah
Oleh paksaan derai duka tertumpah
Air dipelupuk mata telah rasakan jengah
Begitu ingin turun tanpa ada penyanggah
Andai tercipta kaca yang tak kenal pecah
Tuk dipahat menjadi kotak luka merebah
Menyimpan banyaknya yang tak terjumlah
Berjajar melebar siap memuntahkan darah
Setelah rapat, ditata menjauh dari langkah
Hingga bagi mereka, hati bukan lagi rumah
Satu persatu pedih atas nama luka pun punah
Setidaknya merelakan letak altarnya berpindah
Tak bersimpuh diantara pekat rasa menyerah
Selamanya menghilang tanpa pernah menjamah
Tiada kembali meski pintu-pintu nurani lengah
Walau batas kekuatan batin musnah setengah
Kecamuk jiwa ini, adakah bentuk dari amarah
Atau sekedar bayang nyata memantulkan lemah
Tak mengharap dengan tangis paras bersimbah
Tetapi lenyap seketika logika bagai tersesat arah
Hujan metoreh lukisan samar senyum ramah
Diatas butir pilu yang tiada henti membuncah
Biar terlihat bahwa langit yang menangis gundah
Menutupi pelataran kalbuku yang terhujam resah
Pada atap bumi, menghadapkan wajah
Tepat saat goresan warnanya berubah
Membuka jalan bagi rintik tertumpah
Menyembunyikan kelopak yang kalah
Oleh paksaan derai duka tertumpah
Air dipelupuk mata telah rasakan jengah
Begitu ingin turun tanpa ada penyanggah
Andai tercipta kaca yang tak kenal pecah
Tuk dipahat menjadi kotak luka merebah
Menyimpan banyaknya yang tak terjumlah
Berjajar melebar siap memuntahkan darah
Setelah rapat, ditata menjauh dari langkah
Hingga bagi mereka, hati bukan lagi rumah
Satu persatu pedih atas nama luka pun punah
Setidaknya merelakan letak altarnya berpindah
Tak bersimpuh diantara pekat rasa menyerah
Selamanya menghilang tanpa pernah menjamah
Tiada kembali meski pintu-pintu nurani lengah
Walau batas kekuatan batin musnah setengah
Kecamuk jiwa ini, adakah bentuk dari amarah
Atau sekedar bayang nyata memantulkan lemah
Tak mengharap dengan tangis paras bersimbah
Tetapi lenyap seketika logika bagai tersesat arah
Hujan metoreh lukisan samar senyum ramah
Diatas butir pilu yang tiada henti membuncah
Biar terlihat bahwa langit yang menangis gundah
Menutupi pelataran kalbuku yang terhujam resah
Ijinkan Aku Mengintip Sejarah
tampilan baru sungguh memukau
dengan jalan waktu yang bisa ditelusuri
kau kan melihat sejarah
pertama kali kau bergabung di jejaring ini
bulan demi bulan
tahun demi tahun
kau melihat berbagai peristiwa
yang telah kau lewati
bersama orang orang yang ada
bersamamu ketika itu
perubahan ini memberi kami begitu banyak arti
bukan hanya karena kemudahan yang ditawarkan
lebih kepada nostalgia malam
melewati tahap demi tahap
pertemuan, perpisahan, kesedihan, kebahagiaan
dari tampilan baru ini
kau kan rasakan berbagai rasa
seolah datang dari penjuru langit
kembali kau rasakan derai kejutnya
semoga perubahan ini
memberi makna
Dari Balik Jeruji Api
kita sama sama muak, kawan
aku mengerti perasaanmu
seperti diiris
ketika kau merasakan sebuah khianat
hati nurani yang di khianati
menunggu, lelah menunggu
menunggu keberanian datang
hanya berani menutup
hal yang sepatutnya diselesaikan
jarum demi jarum pekakkan jiwamu
raga kuat yang hatinya jatuh goyah
melihat keadilan begitu simpang siur
tapi itu tubuhmu, kawan
semua hal didirimu
segala yang dipertaruhkan
orang orang yang begitu mengasihi
kenapa, untuk apa,,
entahlah, mungkin hanya Tuhan tahu
mungkin setelah ini
setelah peristiwa ini
pikiran kita semua akan terbuka jernih
untuk terus berjuang
berani berbuat
semoga kami disini mengambil hikmah,
semoga kedamaian melingkupimu disana
Hari Pertama
makan ketupat ketika lebaran
kuahnya yang meluber karena kebanyakan
tak pernah diriku makan banyak seperti ini
seakan takut kehilangan
jika saja saat ini aku ada disana
atau kau ada di sebelahku disini
berdebar angin pantai yang kering ketika siang
kau tahu,
setiap malam menjelang lebaran,
selalu ada sepasukan anak anak bertopeng
menggoda setiap rumah seperti hari haloween
kadang terpikir untuk mengejutkanmu kapan kapan
atau mungkin esok, di malam hari kedua
jika kereta tersedia
menujumu jauh disana
Katakan Padaku
Meski tiap hari aku tersenyum padamu
Menyapamu dengan kata-kata lembut
Ternyata yang ku lakukan belum cukup mampu
Untuk hancur leburkan kerasnya hatiku
Kau justru berpaling muka padaku
Tak sudi menoleh pada raut wajahku yang tersenyum padamu
Katakan padaku apa yang harus ku lakukan,
Agar hatimu tak sekeras karang dilautan
Ku tak inginkan keadaan yang seperti ini
Kita berjalan bersama,tapi tanpa canda dan tawa
Jika benar aku yang bersalah
Atas keadaan yang sekarang terjadi
Katakan saja apa padaku
Jumat, 16 Desember 2011
Pekat Hitam Relung Hati
Ingin kutitipkan gejolak antara seruan bayu
Biar diredam seluruhnya dalam warna sayu
Melebar pada ukiran hari dan pernah layu
Jadi lapang tanpa kecamuk emosi merayu
Tanganku lemah menyangga lembaran langit
Meski diiris hingga sisa bagian paling sempit
Sedang tak terhitung luasnya, teramat rumit
Pun tak tergenggam puingnya, terlampau sulit
Penat sungguh dirasa jejaki paparan hidup
Pengap pula nafas ini saat udara coba dihirup
Tak tersadar bahagia, direlung hati lama terliup
Di penguburan kelam, ditengah batas tertutup
Debu jalan itu menyesak penuh serpih pekat
Terlalu hitam hingga tiada lain yang melekat
Hingga lelah jua langkah begitu memberat
Layaknya gunduk beban, tak kan terangkat
KIni, segenap sanubari memaksa tuk terdiam
Tak lagi peduli pada sembilu pedih merajam
Tiada beranjak, dalam deras pilu tenggelam
Jenuh berkutat bersama sakit yang menghujam
Biar diredam seluruhnya dalam warna sayu
Melebar pada ukiran hari dan pernah layu
Jadi lapang tanpa kecamuk emosi merayu
Tanganku lemah menyangga lembaran langit
Meski diiris hingga sisa bagian paling sempit
Sedang tak terhitung luasnya, teramat rumit
Pun tak tergenggam puingnya, terlampau sulit
Penat sungguh dirasa jejaki paparan hidup
Pengap pula nafas ini saat udara coba dihirup
Tak tersadar bahagia, direlung hati lama terliup
Di penguburan kelam, ditengah batas tertutup
Debu jalan itu menyesak penuh serpih pekat
Terlalu hitam hingga tiada lain yang melekat
Hingga lelah jua langkah begitu memberat
Layaknya gunduk beban, tak kan terangkat
KIni, segenap sanubari memaksa tuk terdiam
Tak lagi peduli pada sembilu pedih merajam
Tiada beranjak, dalam deras pilu tenggelam
Jenuh berkutat bersama sakit yang menghujam
Virus Yang Bukan Virus
taukah kau
perasaanku ketika virus komputer itu datang
masuk ke dalam lembar demi lembar data
ia tidak meminta ijin sama sekali
seperti cintamu
yang perlahan menyebar tanpa ku ketahui
membilas luka dan segala keraguan di dada ini
sehingga aku yakin untuk maju dan berkata
bahwa aku, saat ini, detik ini
ingin membawamu ke bulan
berdua
menjemput dawai mimpi
meneropong bintang, berharap beberapa darinya jatuh
membakar ruang hampa cemerlang di depan kita
sepanjang malam hingga hari pagi
berpijak kembali
jangan bilang siapapun
karena virus ini tak kan ku hapus
kubiarkan ia berkembang
virus yang bukan virus
melenyapkan batas kedua prosesor berbeda arus
ia memberi kecepatan
menaikan kinerja ke batas tertinggi
berpadu rapi mesra nurani
Senyummu Sibakkan Beku Pagiku
ketika kamu tersenyum
aku merasa sedang berada di dalam kabin pesawat
yang melaju di atas angin
menuju taman bermain impian
dimana segala kesenangan dan keramahan
bergaung jadi satu
bibir yang sedari tadi beku
perlahan terbuka ke arah samping
secara spontan melebar
menatap dirimu damai
menyulut diam jadi cemerlang
kau melahap sebuah es krim batangan
tersampul cokelat Belgia
menutupi hamparan putih luas nan tebal
tak bergeming mencair begitu perlahan
membuatku ingin bertanya
tentang sebuah tempat pemberhentian
dimana di hari hari selanjutnya
aku kan beli es krim disana
bersamamu
Bayangan Pelangi
memilih target besar atau kecil
hanyalah sebuah pilihan
seperti menentukan warna, atau binatang kesukaan
kita semua sama di hadapan Nya
pernahkah kau melihat embun
ketika pagi ia terduduk di ujung daun
terkena pantulan sinar mentari
seperti cermin cembung ketika kau mengamatinya
dari jarak begitu dekat
kita semua seperti titik kecil di lautan
tersapu ombak yang selalu datang tiba tiba
mengucur air dari mata
mengajak menangis
dosa, canda, rindu, pesisir dan kampung halaman
warna apapun pelangimu
entah bayangan apa yang dibentuknya di bukit ini
kemana ia mengalirnya
kita semua sama
satu nasi satu dunia
Ketika Malam Cerah Awan
aku melihat pulau
tak begitu jauh
ia bersinar
memukau malam
datang dengan iringan binatang air
sukarela mengajak bercanda
memercik butiran basah
bahasa hati yang bercampur sejuk rasa udara
pasir putih
air yang begitu jernih
cahaya bulan yang masuk ke sela sela
membuat kumang bercahaya
berbaris rapi dendangkan lagu pasir
dengan celana pendek berlari di pesisir
menepuk nepukkan tangan ke udara
bulan dan segala suasana
deru api yang iba untuk terus mendekap
dihampiri angin laut
hangat ke sekujur ikan bakar
seiring melodi bintang
dan awan cerah
Di Sini Kau Selalu Di Sini
Di sini
kau selalu di sini
di lubuk sanubariku yang sepi
kauhantarkan nyanyian hati
tentang indahnya embun pagi
kicauan burung di dahan tinggi
serta harumnya rumput hijau
saat kaki menapak perjalanan
panjang dan meletihkan hati
di sini
kau pun tersimpan melati
sebab sejukmu selalu kunanti
dengan butiran sabdamu yang
orasi
jauhkan kakiku melayang tak ke bumi
patahkan semua sayap tak pasti
pada lengkungan pelangi
yang kerap kukhayal dalam hujan
dalam rinainya yang roman namun
letupkan gairah kekanakkan
di sini
kumelodikan sepi
hanya untuk untaian aksara hati
yang terbingkis mesra
melalui hembusan doa
senyuman manja
dan kicauan tawaku
tak jemu menyanjungmu
padahal kau tak lah bersinar
seterang kejora di lukisan sang maha Karya
namun kubutuhkan adamu
di sini
di lubukku yang sepi
sendiri
aku merindumu
dalam hening dan lelapnya mimpi.
Jakarta,151211
Kutemukan Kau
Kutemukan kau
ketika aku beronak benci
sosokmu yang rapuh
membuat dindingku terpahat untukmu
jangan bilang aku sok tahu
kau bahkan tak pernah tahu
akan arti yang kerap tercoret ke langitmu
kau diam
dan aku tersenyum
kau pergi seolah mati
dan kutangisi meski dengan bahasa yang jauh dari berani
kini kau kembali dengan lembaran caci maki
kau katakan aku benci
kau lukai setiap lekuk senyumku
harus bagaimana
aku menyebutmu bintang?
Atau kau hanya repihan kelam
di langit hati tak bertuan..?
Seloka hati kupatri suci
untukmu yang miliki
keangkuhan imaji
akan kubiarkan kau begini
sampai kau sadari
hidup jadi berarti
bila kau bisa mengerti
dan belajar berbagi.
Itu saja!
Jakarta, 151211
Rindu Purba
Kukayuh lautan rindu
berharap kan selalu bertemu
meski tlah usang cerita kemaren
namun liuknya masih jadi tarian sakral
terbayang kembali mahligai itu
perasaan biru di teduhnya lentera jalan yang kita susuri
mencari muara keikhlasan
bermata pada hati sebening embun
akan kusematkan di lubuk baru
yang hijau syahdu
tiada aral dan luka membiru
yang akan porandakan arti kehidupan dan serenade mimpi
baiknya ku mulai di sini
perjalanan ini dengan senyuman matahari pagi
Jakarta,151211
Pahitnya kopi dini hari
Secangkir kopi
mabukkan rasaku
jadi serbuk surgawi
tempat kulepaskan jingga suara hati
bersama aroma kopi
di beranda pagi
secangkir kopi menemani tatapan matahari
saat cahaya mulai menyalami
semesta
dan kidungnya hangatkan naluri
inilah saat aku berimaji
bermain intuisi
tanpa perlu mengakhiri
semua rasa ini
Jakarta, 141211
Biarkan Aku dengan Duniaku
Tak perlu kau umbar siapa aku kepada mereka
Biarlah mereka tahu dengan sendiri siapa aku
... Kau tak perlu jadi pahlawan yang ingin menolong
Jika untuk kau dapatkan pujian
Ini duniaku
Aku bebas melakukan apapun yang ku mau
Aku tetaplah aku
Aku bukan dia atau mereka
Duniaku adalah hidupku
Dan biarkanlah aku dengan duniaku
Kau tak perlu mengusik hidupku
Urus saja hidupmu sendiri
Karena itu yang terbaik
Rabu, 14 Desember 2011
Tidurlah Cinderellaku
tidurlah dengan sepatu kaca
di sisimu dan bermimpi tentang cinderella
dengan kereta labu yang disulap menjadi delman
yang ditarik empat ekor kuda putih
berambut pirang
mengajakmu mengobrol sepanjang perjalanan
menuju istana yang sedang mengadakan perjamuan
tamu tamu istimewa, termasuk dirimu
yang bingung melihat begitu banyak makanan
bingung memilihnya
takut memberatkan
dan kau melihat pangeran
kau tahu, siapa dia
seseorang yang selalu ada untukmu di alam nyata
ketika kau jatuh dan bersedih
menghiburmu seperti badut mc donald
terhadap balita nakal yang sedang menangis
membuatmu senyum dalam sepi
dalam mimpi
selamat tidur, karena malam ini cerah
berilah mereka rumput secukupnya
karena kuda kuda itu terkadang ribut kalau kekenyangan
Tak Ada Di Dalam Hati
kenapa engkau beku
rasa ini beku
menyala malam ketika rindu
tulang belulang kelam hitam
tercetakkan rasa enggan habis
membulatkan keingintahuan
pikiran keheningan
membeku di setiap bongkah laju darah
mentari kapan akan bersinar
karena pagi pucat pulam
jauh di dalam perasaan terpendam
tak ingin ku kenali lagi hari berdua di antara ini
sudahi perjalanan melelahkan
menambat keringat tak pernah lekat
menguapmu kepada lalu
yang tak pernah jelang disini hari ini
telah tak ada di dalam hati
Lelaki Macam Apa Itu
Lelaki macam apa itu
bila lagak lagu malu malu
ternyata ciptakan sembilu
motor keren dengan senyum
pepsodent
tapi berlagak jawara
jagoan taklukkan bunga
lelaki macam apa itu
berani berjanji
tapi takut menepati
juga lelaki macam apa
bila luka tak mau dibalas luka
tapi cinta digoreskan luka
ah..dunia aneh
seaneh dirinya
Jakarta, 131211
Surat Hati
Dear Hati
hujan kali ini
mungkin akan mengendapkan
selaksa mimpi diantara yang pernah kuhembuskan untukmu
meski senja tak semerah hati kita
namun redup jingganya cukup temaramkan rasa
hilangkan prasangka
tentang badai di pucuk rasa
aku lelah melintasi kabut yang selalu menuntutku waspada
sedang kakiku teramat rapuh menyusun sketsa
terang cahaya berubah kelam
saat malam melambaikan suram
sesaat patahan rindu kupahat sepi
meski tak ingin kumengerti
cukup kan menyulam arti
tentang segara yang pernah kulintasi
meski selalu kau tinggalkanku dalam elegi.
Tak apa.
Ini mungkin adalah hadiah dariNya
yang tak pernah berhenti
mencintaiku
dengan airmata dan airmata.
Jakarta, dalam Hujan
131211
Embun Pagi
Rinai hujan semalam
seperti punya cerita
tentang binar manja udara bersahaja
yang nafasnya mekar bagai mawar pujaan para dewa
dan harumnya melukis kuntum senyuman
di hulu pagi bersemi
embun menyelimuti pucuk hijau
dedaunanku
beningnya meluluhkan rindu
pada tanah tempat aku dilahirkan
juga meretaskan segumpal asa
yang melambaikan impian
saat ku mulai bertumbuh dan berkembang
seperti sang putri kencana
di buaian bunda penuh kehangatan
waktu dan musim saling bertukar
kata
mengurai getah perjalanan
yang penuh luka
namun juga anggur romantika
aku pun tiba di jalan penuh cahaya
dari titis embun yang singgah basahi hati kacaku
aku menyentuhnya dengan nada
lamunan jingga
mendekap pelukannya seakan bunga cempaka
yang akan mengajariku cara
menikmati airmata
saat ku terpuruk di sudut jalan
curam dan terjal menganga
aku sampai di pancaran kasihNya
menenun syukur dari dingin beningnya
seakan air taman di telaga tujuh warna
menjadi udara yang setia menemani cintaku
memahat kesetiaan
diatas rindu penuh kelembutan
yang rekahnya menjadi suluh dalam kehidupan bagiku
yang selalu tersipu menatap
takdirku dan mimpi mimpi indah itu.
Jakarta, 131211
Tangisan Alam
Rinai hujan
dingin dan mencekam
seakan bahasakan tangisan
di batas cakrawala menyimpan cerita
tentang ulah anak bangsa
yang bercengkErama di alam digjaya
menuhankan jiwa dalam nyanyian dunia
alam pun menangisi rimba
yang hilang disaput banjir
alam pun merintihi gersang
yang berbelukar ditengah kemunafikan
dimanakah bahagia itu
bagi bunga suci di atas trotoar?
Atau hanya sekedar pembawa jawaban
bila hidup hanya jadi mesin cacian
alangkah indah senja yang tertuang
di kaki langit cahaya menebar
diiring kepak sayap burung beterbangan
bernyanyi dalam nuansa keindahan
tapi kini semua tampak muram
unggas kecil di dahan terisak gamang
kehilangan induk kekasih tersayang
terbidik pemburu tak kenal belas kasihan
wahai wahai suara alam
wahai wahai generasi yang hilang
adakah suara kecewa hujan
bisa kau dengar dari lubuk yang
kau sandang
bila kehidupan adalah kebahagiaan
mengapa tak jua kau berulur tangan
mendekap sedikit saja kepedulian
untuk sesuatu yang kau lihat
sedih tergenang
aku menyentuhmu dengan bait kekanakkan
namun memanggilmu dengan ratapan
adakah hati yang akan datang
sekedar menghibur tangisan alam
saat hujan dan angin datang
memberi setitis pelajaran.
Ditulis dengan cinta
Jakarta, 121211
Pagi Ini
Sepagi ini telah kurasakan
jingga melaburi hati
sepasang senyum dalam bayang
melambaikan harapan
meski tunas pagi masih layu
namun harumnya terasa semakin
memburu
sedikit ragu yang tertegun bisu
menatap sendiriku
akankah ini pertanda
perpisahan pada gemulai sepi
yang kerap berakhir seri
entahlah
aku hanya berharap
tiada elegi dalam rinai jalan yang kudaki.
Pagi ini.
Lalu semua letih lesu
terbunuh cerita lalu
yang terpahat musim perubahan.
Aku sempurnakan segalanya
hingga bisa buat hatiku tenang
mengayuh bahtera kehidupan
Jakarta, 131211
Terpenjara mimpi
Alangkah sesaknya udara
dalam sel mimpiku
tak bisa ku terbang
sebebas kumau
semua terasa bara
di mata penuh belenggu
kabut cinta yang tebal penuh curiga
menyandera pikiranku
aku jatuh dalam gelap maya
tak ku tahu
dimanakah selimut biru yang
kerap temani hangatku
atau buku cantik diariku
tak bisa lagi kusentuh dalam diam
dalam hujan di mataku
jangan sebut aku cengeng
karena cinta takkan mungkin lukaiku
hanya goresannya yang gelap debu
menyeretku ke titian tak tentu
kelabu di jinggaku
hitam di putik mawarku
sendu merebak persendian
ingin kutinggalkan
dan salami pagi dengan luka
namun kuikhlaskan saja
dan mencari udara nyata
yang tak pernah culas
mengurung jiwa dalam neraka
dan tak pernah dengki
membuat kolam di telaga sepi.
Semua telah kulalui
tinggal merenda asa lagi
dan bersihkan rasa hati.
Kembali merajut mimpi
lebih bernas dan berarti.
Kan kutunggu kebebasan itu nanti.
Selalu.selamanya.
Entah kapan ku tahu pasti.
Tapi ku yakin.takkan terlewati hati
Jakarta, 101211
Membunuh Elegi
Tak kan mudah terkenang
bila lara terasa mengayun bimbang
semua bahagia sirna sekejap badai datang
halilintar seakan jadi sekam
dan guratnya meretak malam
bintang pun seketika berbinar
menatap mataku yang kekanakkan
akibat kabut elegi berhamburan
merenda mimpi namun terhempaskan kenyataan
kemelut jingga kuusaikan sudah
kupadamkan warna gelisah
lewat alunan do'a dan kasih sayang
kusandarkan sejuta harapan.
Rindu pun merebak basah
menyatu dalam nadi dan hidup
diantara lautan imaji
meninggi dan abadi.
Meski elegi kerap masih menghampiri
ini tak seperti apa yang kau cari
atau kau lintasi
di alam fikiran hati.
Aku bertanya pada detak sepi
dan mengurai semua melodi
aku tahu tak mudah
kita menggurat mimpi.Tapi langkah haruslah berani.
Ini masalah hati.kita maklumi
dengan rinai ikhlas bestari
Jakarta, 111211
Kabut pun Menepi
Udara pagi yang melati
serasa mekarkan bunga bunga mimpi
ia melesat menembus lazuardi
dan mengepakkan sayap cintanya
penuh arti sepanjang aliran pagi
angin berhembuslah dikau
di pucuk daun daun hijau
berhembuslah disela embun menari
ketika binar mentari tiba
dan silaunya memabukkan semesta
aku tersenyum dalam asa
mencoba bangkit meski langkah
masih mengendapkan sepi
tetap kan kucoba berjalan kembali
karena hidup akan selalu punya coretan berarti.
Ini aku dan mimpiku.
Kan kuhadapi sepenuh rindu.
Jakarta, 111211
Sahabat di Mataku
Tak hanya merdu tawamu
yang selalu akan kurindu
tak hanya tegur sapa dan rinai jenaka canda yang akan buatku
merajuk bahagia
namun juga arti setia dalam tirai ketulusan
bahwa kita sehati sepikiran
tak mudah diayun badai kehidupan
tak mudah dihempas gelombang
kenyataan
buatku kau adalah venus yang berair cinta
kau bintang jiwa yang selalu penuh cahaya
adamu hangatkan sepiku
adamu menuai madu di lubuk
penuh haru
tak bisa kupungkiri
kadang ku terlalu kekanakkan
mencubit hatimu meski sekilas
terasa menyenangkan
namun sungguh bukan itu maksud beta
hanya sebuah kasih sayang
agar menjadi suluh nan terang
di jalan kita saling bergenggaman
meraih asa masa depan
memahat warna warni kasih sayang
diantara begitu banyak coretan
ratusan bahkan ribuan uluran tangan
sahabat..hatimu akan terasa hangat di hatiku
bila kita slalu saling mengingatkan
dalam cinta,rindu dan ketulusan
berbagi dan memberi
tanpa tendensi.
Karena hadirmu tak ingin kusemat sebagai intan imitasi.
Luv U all
Jakarta, 091211
Prajurit Bintang
sampai kapan mau kabur
wahai prajurit bintang
mungkin itu monster,
lalu apa masalahnya kalau itu monster
tugasmu adalah maju
tak peduli jumlah peluru di sakumu
yakin menang, tapi kalah bukan masalah
asal kamu berani bertindak
menjalankan kewajiban
atas nilai kebenaran yang kamu percaya
Bila Pagi Tiada Lapang
semenjak ada playstation di meja itu
dan video youtube meninggalkan kesan berbekas
lapangan di kotaku semakin sempit
sawah menghilang satu demi satu
dan penduduk berubah seperti umbi umbian yang tertanam di tanah
rasa solidaritas
itu hanya ada di jaman dahulu
ketika manusia gemar bersosial bertenggang rasa
susah saling menyumbang
senang sama berbagi
apa yang kan terjadi, entahlah
kalau kita saling acuh satu sama lain
mementingkan diri sendiri
hanya diri sendiri
Cobalah
kawan,
tak ada yang membatasi..
dirimu yang membatasi
tak ada batas untuk apapun
kenapa harus ragu
dengan kesempurnaan ciptaanNya
yakinlah ia ( tubuhmu ) mampu
dan bisa
tak ada yang membatasi
karena kamu manusia bebas
bebas meraih apapun yang kau inginkan
bebas menjadi apapun yang kau mau
kawan, percayalah
tak ada yang membatasi
Pesona Cinta Segitiga
ketika kau menyaksikan anak pertamamu lahir
itu seperti cinta segitiga
satu sisi kecil di atas
dua sisi besar dibawah menyangga kuat
tak pernah ingin untuk terpisah
kau kan erat dengan si kecil
dan dengan isteri tercintamu
kalian seperti pondasi tersusun rapi
membentuk keluarga baru yang penuh haru bahagia
ketika nenek kakek dari sang bayi datang berkunjung
senyumnya begitu lebar menimang nimang
memencet hidung dan mengelus elus rambutnya
yang belum panjang
mengajari kalian cara menelungkupkan dengan benar
dan bagaimana mengusapkan minyak telon
agar tak kedinginan
Harapan, Doa dan Jawaban
dengarlah di kejauhan
ketika malam menuju akhirnya
suara gemericik tetes air
jatuh perlahan
tekun menumbuk batu di bawahnya
membentuk sesukanya
hasil , entahlah dimana hasil
aku hanya menumbuk
jauh di lubuk nuraniku
terbayang keindahan meski kini masih samar
sebuah harapan
doa, dan jawaban
Berenang
maju
kutekuk kakimu dari belakang sehingga kau jatuh
dari tebing ke laut dalam
ku percaya kau bisa
awalnya rasa takut bertengger seakan mencekik leher
selama beberapa detik kau lupa kenyataan
lalu pandangan seketika buyar
bersama deburan air menghantam badan
membelah biru dengan peluru
pusing sekejap
bagai listrik menyengat ombak
lalu kau melayang perlahan
kau rasakan tubuh meringan
menuju terang di atas
selang seling terlihat bayangan matahari
kau dapati dirimu sedang berenang
ayunan demi ayunan ritme kaki, dada dan tangan
ingin terjun berkali lagi
dengan tenang, sambil girang
Menyambut Dekapan Maut
Oleh Anita Gitasari Pujiatmoko
Bagaimana kelak menyambut dekapan maut
Sedang penataan hidup masih begitu carut-marut
Berkobar nafsu sejak awal sumbu disulut
Puas diri ialah kebenaran yang disebut
Kemana leburnya tajam ilmu lama dituntut
Kian tumpul ujungnya meski telah diraut
Sebab seringnya lupa, sengaja semakin larut
Khilaf, adalah kesatuan bentuk saling bertaut
Fatamorgana sungguh manis dalam kecap mulut
Enggan terlewatkan, tak setetespun boleh luput
Fana serupa nyaman pesta pora tuk dirunut
Kematian disangka masih jauh tuk merenggut
Bahkan bila dilangit warna hitam menggelayut
Bukan dihadapan kuasa Tuhan bertekuk lutut
Berbalik menyalahkan-Nya atas duka memagut
Tertutup hati dari iman, tiada menganut
Jiwa tak selamanya dalam raga berselimut
Maka taqwa yang mestinya utuh penuh membalut
Dunia hanya gambaran perang antara kemelut
Kebatilan tiada patut dan kebajikan nan lembut
Telaga Airmata
Oleh Anita Gitasari Pujiatmoko
Engkau, tak beranjak dari telaga airmata
Dimana tiap tetesnya adalah senyawa cinta
Tak jua dapat terbasuh serpih kecil derita
Yang melekat didinding jiwa begitu merata
Masuki dalamnya dengan berjuta untai pinta
Harapkan benalu duka menjadi teramat renta
Memudar lalu mati tanpa meronta
Hingga sempurnalah penghujung cerita
Bila senja telah sampai dihadapan mata
Tak ingin menyusun terlalu banyak kata
Yakini kegelapan bukanlah awal sengketa
Walau ketakutan bukanlah gurat semu semata
Damai purnama dinanti sebagai bentuk pelita
Meski tak sepenuhnya kan menelan gulita
Menunggu jatuhnya sinar ditengah permata
Yang menghitam hilang warnanya tak jelita
Sebab hati yang kau sebut pada tiap soneta
Masih melafadz kasih dengan begitu terbata
Tiada merasa bahwa rindumu itu sungguh nyata
Tak ubahnya kertas belum tersentuh tinta
Namun masih mencoba ungkapkan rasa berjuta
Percaya kelak ketulusan pastilah kan tercipta
Antara pertautan kalbu yang menggeleta
Diatas sketsa kemurnian sanubari bertahta
Jumat, 09 Desember 2011
Menabur Asa Pada Hamparan Awan
Masih ku menabur asa pada hamparan awan
Biar bebas berderak disana saling berkejaran
Mengalun dalam alur langit penuh kelembutan
Menjejaki dunia diantara luasnya pandangan
Telah ku tiadakan sekat pada bentang impian
Dari jengkal awal hingga penghujung tujuan
Ikutlah mereka, wahai pembawa keinginan
Bersama putih itu sejajar serta berdampingan
Jika kelak kau lewati sepetak kegersangan
Turun dan jatuhlah menjadi derai hujan
Membiarkan tanah itu mereguk kesejukan
Hingga berbunga setiap benih pengharapan
Dan bila ada hari dimana terik jadi pelukan
Maka berbaringlah dengan penuh kelapangan
Dibawah sengat panas itu, memberi keteduhan
Agar tak gugur sampai musim temui pergantian
Kelopak harap mestinya tetap bermekaran
Menjadi keindahan utama dalam sebuah taman
Yang kemudian menyandang nama kehidupan
Tak peduli berapa kali masa berubah putaran
Andai harus layu, benih baru telah lama disimpan
Segera tumbuh lagi menanti esok dalam dekapan
Tak pernah habis nada keyakinan digaungkan
Hingga ketetapan-Nya menutup rapat perjalanan
Biar bebas berderak disana saling berkejaran
Mengalun dalam alur langit penuh kelembutan
Menjejaki dunia diantara luasnya pandangan
Telah ku tiadakan sekat pada bentang impian
Dari jengkal awal hingga penghujung tujuan
Ikutlah mereka, wahai pembawa keinginan
Bersama putih itu sejajar serta berdampingan
Jika kelak kau lewati sepetak kegersangan
Turun dan jatuhlah menjadi derai hujan
Membiarkan tanah itu mereguk kesejukan
Hingga berbunga setiap benih pengharapan
Dan bila ada hari dimana terik jadi pelukan
Maka berbaringlah dengan penuh kelapangan
Dibawah sengat panas itu, memberi keteduhan
Agar tak gugur sampai musim temui pergantian
Kelopak harap mestinya tetap bermekaran
Menjadi keindahan utama dalam sebuah taman
Yang kemudian menyandang nama kehidupan
Tak peduli berapa kali masa berubah putaran
Andai harus layu, benih baru telah lama disimpan
Segera tumbuh lagi menanti esok dalam dekapan
Tak pernah habis nada keyakinan digaungkan
Hingga ketetapan-Nya menutup rapat perjalanan
Bintang Kecil
dulu
kau pirang dan tinggi
aku begitu kaget ketika pertama kali bertemu muka
kita berbagi banyak cerita
tentang kehidupan sehari hari
minuman kaleng, kolam renang, musim dingin
hari ini aku melihat sesosok gadis dewasa
kelihatan bahagia
Melodi Embun
dini hari
embun terlihat asik tumbuh berkembang
di permukaan daun
tanpa suara
diam diam membabi buta
seperti sepasukan semut kecil
ketika mereka berkumpul
titik demi titik
tumpahnya bagai siksaan kerinduan
Langganan:
Postingan (Atom)
Senandung Rindu untuk Ibu
Ibu.. Ribuan hari berlalu Tanpa hadirmu Namun rindu Masih menderu Penuhi ruang kalbu Dan netraku Masih pantulkan kelabu Sekalipun langit itu...
-
Senja yang terbakar oleh uap panas matahari mematikan daun daun mungilku burungpun enggan singgah di dahannya yang batu pucat maya bayan...
-
Oh Cinta... Aku dengar keluh kesahmu dalam wahana yang begitu sempit Duniamu tersangkut pada khayangan dilema Ingin menari, tapi kata hat...
-
Oleh Pakde Azir Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, 1808 — meninggal di ...